Masjid Teungku Chik Di Tiro, Peninggalan Perang Aceh yang Terlupakan

Konten Media Partner
6 Oktober 2019 8:48 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Masjid tua, peninggalan sejarah perang Aceh-Belanda. Dok. Haikal Afifa
zoom-in-whitePerbesar
Masjid tua, peninggalan sejarah perang Aceh-Belanda. Dok. Haikal Afifa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kondisi masjid peninggalan Pahlawan Nasional, Teungku Chik Di Tiro Muhammad Saman, tak terawat dan bangunannya nyaris roboh. Kayu-kayu yang menjadi bahan utama masjid terlihat lapuk. Kubah masjid di bagian atas tampak miring. Di dalam masjid, sebuah beduk dan mimbar teronggok berdebu di antara dedaunan yang berserak di lantai.
ADVERTISEMENT
Masjid yang terletak di Gampong Dayah Blang, Kecamatan Tiro/Truseb, Kabupaten Pidie, Aceh, ini diperkirakan berdiri pada 1206 Hijriah atau 1791 Masehi.
Penanggalan berdirinya masjid ini diketahui dari dayah (pesantren) yang berada di samping masjid. Dayah itu merupakan peninggalan Teungku Chik Dayah Cut atau Teungku Muhammad Amin Dayah Cut, guru sekaligus paman dari Teungku Chik Di Tiro Muhammad Saman. Di dayah tersebut, terdapat tulisan tahun 1206 hijriah.
Teungku Chik Di Tiro Muhammad Saman, merupakan kakek dari Teungku Hasan Muhammad Di Tiro atau Hasan Tiro, deklarator Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Teungku Chik Di Tiro adalah ulama pejuang yang kembali menggairahkan Perang Aceh pada tahun 1881 setelah sempat menurunnya kegiatan penyerangan terhadap Belanda. Semangat Prang Sabi terus digelorakan hingga beliau meninggal pada 31 Januari 1891. Teungku Chik Di Tiro kemudian diangkat menjadi Pahlawan Nasional dari Aceh.
Masjid tidak lagi digunakan, tapi perlu dirawat untuk menjaga sejarah. Dok. Haikal Afifa
Sekarang, masjid peninggalan Teungku Chik Di Tiro tak lagi digunakan untuk beribadah. Tetapi, nilai sejarah yang dikandung masjid itu membuat sejumlah pegiat sejarah dan budaya Aceh menggalang dana di media sosial untuk merenovasi beberapa bagian masjid yang nyaris roboh.
ADVERTISEMENT
Penggalangan dana diinisiasi oleh Institut Peradaban Aceh, Pedir Museum Manuscript, dan Aceh Darussalam Academy.
Ketua Institut Peradaban Aceh, Haikal Afifa, mengatakan kondisi masjid saat dirinya ke sana sangat memprihatinkan, apalagi kubah masjid hampir rubuh. Menurutnya, seandainya kubah itu rubuh, maka akan menghilangkan keasliannya sekaligus jejak sejarah masjid.
"Maka kami ingin menggalang dana untuk kayu penopang, biaya tukang, dan perbaikan kubah agar tidak roboh dalam waktu dekat," kata Haikal kepada acehkini, Sabtu (5/10).
Haikal menyebut, masjid itu masih mengandung nilai orisinalitas sejarah yang sangat tinggi. Sehingga, jika tak segera diperbaiki dalam waktu dekat, maka ditakutkan masjid akan rubuh dan akan menghilangkan nilai keaslian bangunannya.
Penggalangan dana dilakukan di media sosial Facebook. Jumlah dana yang dibutuhkan sekitar Rp 15 juta. Dompet donasi itu sejak dibuka Jumat (4/10) telah terkumpul sekitar Rp 3 juta. Targetnya, penggalangan dana akan dibuka hingga dua pekan ke depan.
ADVERTISEMENT
Menurut Haikal, pihaknya hanya menggalang dana untuk merenovasi kubah agar tidak rubuh. Sementara untuk merenovasi masjid secara keseluruhan, pihaknya akan melobi Pemerintah Kabupaten Pidie supaya dipugar dan didaftarkan sebagai situs cagar budaya, hingga menjadi destinasi wisata sejarah.
Selain itu, masjid tersebut punya kemungkinan untuk dijadikan ikonik seandainya Museum Hasan Tiro dibangun. "Rencananya menjadi ikonik, karena nilai sejarah di masjid ini sangat tinggi," kata dia. []
Reporter: Habil Razali