Konten Media Partner

Melepas Rindu Rumah dalam Momen Berbuka Puasa di KBRI Beijing, China

29 Mei 2019 13:38 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mahasiswa Indonesia berbuka di KBRI Beijing, China. Foto: Riski Maulida/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Mahasiswa Indonesia berbuka di KBRI Beijing, China. Foto: Riski Maulida/acehkini
ADVERTISEMENT
Selasa (21/5), tepatnya pada 16 Ramadan 1440 hijriah, Dinda Lestari, mahasiswa asal Lhok Nibong, Aceh Timur, mengajak saya untuk berbuka puasa bersama di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Beijing, China.
ADVERTISEMENT
Setelah menyelesaikan aktivitas masing-masing sepanjang hari, saya dan Dinda bertemu di salah satu stasiun subway pemberhentian akhir tujuan kampus Beijing Language and Culture University, Haidian Beijing, tepatnya di area Stasiun Wudaokuo. Kampus di mana Dinda melanjutkan studi Bahasa China.
Trotoar di sekitar kantor KBRI Beijing, China. Foto: Riski Maulida/acehkini
Suasana menjelang berbuka di Beijing, China. Foto: Riski Maulida/acehkini
Dari sana ke KBRI, kami harus menempuh waktu sekitar 30 menit, melewati 12 pemberhentian subway. Kami berjalan menuju pintu masuk kereta cepat kebanggaan Beijing, yang memiliki 18 jalur dan 319 stasiun. Ini menjadi angkutan massal tercepat dan tersibuk di dunia.
Seorang rekan lain, Munif, perempuan asal Yogjakarta juga bersama kami. “Cepat-cepat! Kereta akan jalan,” katanya memberi perintah.
Senja berjalan cepat, kami tidak mampu sampai KBRI sebelum tiba waktu berbuka puasa. Saya berbuka di kereta dengan air putih, sedangkan Dinda dan Munif meminum susu kotak cokelatnya.
ADVERTISEMENT
Tak lama kemudian, tiba di pemberhentian akhir di Yiya Zhanlangguan (exhibition center) melalui jalur kereta bawah tanah, kami langsung memilih lift menuju pintu keluar dari stasiun. Ada beberapa teman Indonesia lainnya dari berbagai universitas yang berbeda.
Kantor KBRI Beijing, China. Foto: Riski Maulida/acehkini
Kantor KBRI berada di Dongzhimen Outer st, Chaoyang Qu, Kota Beijing, China. Area yang dipenuhi beberapa kantor perwakilan negara lainnya. Kantor Kedutaan Indonesia terletak bersebelahan dengan Kedutaan Republik Aljazair. Pohon dan tanaman rindang, tampak asri di setiap trotoar kantor perwakilan negara.
Kami berjalan menuju pintu gerbang utama KBRI. Penjaga pintu keamanan China bertopi bundar putih, lengkap dengan seragam hijau lumut, seakan tahu bahwa jadwal magrib telah tiba. Ia bergegas membuka pintu dengan sigap. Ia terlihat kaku dan serius. Secara spontan, saya memberi senyum lebar sekaligus memberinya hormat dengan mengangkat tangan kanan saya kepadanya, ia pun membalasnya dan tersenyum.
ADVERTISEMENT
Pada bagian kanan gedung utama Kantor KBRI tepatnya di lantai dua, terdapat sebuah aula yang juga dijadikan tempat beribadah sekaligus untuk bersilaturahmi dengan teman-teman Indonesia yang berada di China.
Mempersiapkan menu berbuka bersama. Foto: Riski Maulida/acehkini
Menu berbuka puasa adalah makanan-makanan khas Indonesia. Hari itu, saya menemukan ikan teri sambal kacang, ikan gembung dengan bumbu kuning, soto mi betawi, sayur asem lengkap dengan jagung, dan melinjo, pecel saus kacang, dan sambal terasi dengan lalapan timun segar.
Tak ketinggalan camilan martabak mi, risol, puding, manisan sumsum putri mandi dengan siraman air gula merah, serta kue lainnya dan minuman segar campuran buah dan jeli dengan rasa markisa.
Bagi mahasiswa Indonesia, suasana ini seperti melepas kerinduan akan makanan khas Indonesia yang sulit ditemukan di China. Hidangan makanan ini khusus dibuat oleh para ibu-ibu atau istri pegawai yang bekerja di KBRI, selama Ramadan.
Semua makanannya serasa negeri sendiri. Foto: Riski Maulida/acehkini
“Suasananya hangat dengan orang-orang yang ramah, tahun ini aku juga enggak pulang ke Indonesia, jadi memanfaatkan suasana seperti di Indonesia. Pas banget di bulan Ramadan ini,” cerita Adel Gita, mahasiswa Beijing Sport University.
ADVERTISEMENT
Mahasiswa lainnya, Azira Sausan Jingga, mengungkapkan hal yang sama. Dengan kesibukan sebagai mahasiswa sehari-hari, dia memutuskan untuk sebisa mungkin datang ke KBRI.
“KBRI cukup dekat dengan kampus saya, hanya melewati 5 pemberhentian dengan kereta cepat, selain itu saya juga dapat salat magrib, isya berjemaah kemudian juga dapat salat tarawih berjemaah, ada ceramahnya, dan bisa bertemu dengan teman-teman setelah dengan kesibukan masing-masing,” ungkapnya.
Salat bersama di KBRI usai berbuka. Foto: Riski Maulida/acehkini
Jingga, alumni SMA Fajar Harapan, Banda Aceh, saat ini sedang melanjutkan studi sarjananya di University of International Business and Economic, Beijing, China.
Hal yang sama juga dirasakan Dinda. “Dengan datang ke KBRI sebagai cara atau siasat untuk tidak ketinggalan ibadah selama Ramadan, salat berjemaah dan tarawih, jika di kamar pasti kurang bersemangat dan kadang jadi lalai. Ditambah buka puasa gratis, jadi waktu untuk masak bisa dipakai untuk beribadah,” kata Dinda.
ADVERTISEMENT
Berbuka puasa di KBRI, tidak hanya bagi mahasiswa dan para staf KBRI saja. Ada juga belasan perempuan muda asal Indonesia yang bekerja di China. Sebagian dari mereka mengaku belum bisa pulang ke Tanah Air.
Rangkaian kegiatan berbuka dan salat bersama usai pukul 10 malam. Kami bergegas kembali pulang. Berbuka puasa di KBRI, serasa di rumah sendiri.
Seorang mahasiwa mengambil kuah asam pedas untuk menu makan.
Diskusi sejenak usai berbuka. Foto: Riski Maulida/acehkini
Suasana malam di jalanan Beijing, China.
Reporter: Rizki Maulida (Beijing)