Memorialisasi Konflik Aceh, KontraS Luncurkan Museum HAM Virtual

Konten Media Partner
22 Januari 2021 11:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aktivis Aceh memegang foto para tokoh Aceh yang ditembak semasa konflik saat napak tilas sejumlah titik konflik Aceh. Foto: Fuadi/KontraS Aceh
zoom-in-whitePerbesar
Aktivis Aceh memegang foto para tokoh Aceh yang ditembak semasa konflik saat napak tilas sejumlah titik konflik Aceh. Foto: Fuadi/KontraS Aceh
ADVERTISEMENT
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh, meluncurkan Museum Hak Asasi Manusia (HAM) Virtual sekaligus diskusi secara online, Kamis (21/1/2021).
ADVERTISEMENT
Koordinator KontraS Aceh, Hendra Saputra, mengatakan Museum HAM Virtual ini mengambil tema ‘Lorong Ingatan’, sebagai upaya memorialisasi konflik Aceh masa lalu yang kini mulai banyak dilupakan oleh masyarakat, khususnya kaum milenial.
Menurut Hendra, museum digital ini mengedepankan narasi dari penyintas, baik korban langsung maupun keluarga yang ditinggalkan korban saat konflik Aceh berlangsung, periode 1976-2005.
“Kita banyak menyajikan cerita-cerita dari mereka yang bertahan meskipun kehilangan separuh hidup mereka bersama keluarga yang menjadi korban konflik,” ujar Hendra.
Galeri digital tersebut dapat diakses lewat laman http://museumham.kontrasaceh.or.id/. Di dalamnya terdapat tiga tema utama, yakni Penghilangan Paksa, Penyiksaan, Pembantaian Massal dan Pembunuhan Tokoh-tokoh Aceh. Di tiap tema tersebut, KontraS menyajikan rangkaian peristiwa konflik Aceh yang dituangkan dalam bentuk narasi, infografis dan videografis.
ADVERTISEMENT
“Museum ini tentunya masih terus berproses, kita akan terus mengembangkan dan melengkapi data-data tersebut beberapa waktu ke depan. Kami mengajak seluruh kalangan masyarakat silakan berkontribusi memberikan informasi dan data, karena museum ini milik bersama,” ujar Hendra.
Diskusi peluncuran Museum HAM Virtual oleh KontraS Aceh.
Dalam agenda diskusi, Direktur Program Museum HAM Munir, Ali Nursahid mengapresiasi Museum HAM ‘Lorong Ingatan’ sebagai upaya kolektif masyarakat yang masih peduli pada kondisi Hak Asasi Manusia dengan mendokumentasikan peristiwa konflik Aceh di masa lalu, agar dapat diakses secara luas.
”Kondisi hak asasi manusia di Indonesia tak kunjung membaik. Karena itu keberadaan museum penting untuk memberi ruang pembelajaran bagi kita, untuk memaknai situasi hari ini,” kata Ali.
Menurutnya, pertarungan pengetahuan dan kekuasaan politik hari ini, menyebabkan narasi sejarah hanya memunculkan kaum elit, sementara ruang untuk narasi korban tidak banyak tersedia. Karena itu, dalam pengalamannya mengelola Museum HAM Munir, Ali menyadari, penting memanfaatkan medium yang ada untuk memperkenalkan HAM dari berbagai perspektif yang lebih luas ke kalangan milenial, termasuk narasi korban yang selama ini kurang terdengar.
ADVERTISEMENT
Ia juga mengatakan, Museum HAM Munir sendiri juga menyediakan medium untuk menyampaikan narasi melalui Podcast. “Dan masih ada platform lainnya yang mesti kita tahu dan manfaatkan untuk menyebarkan narasi tersebut,” pungkasnya.
Sementara peneliti sekaligus penulis, Raisa Kamila mengatakan hal serupa. Upaya merekam sejarah masa lalu bisa dihadirkan dengan beragam medium. Ia sendiri telah memilih menuangkan cerita-cerita tentang masa lalu di Aceh dalam bentuk karya sastra. Bersama kolektif Perkawanan Perempuan Menulis, Raisa dkk menelurkan kumpulan cerita pendek berjudul Tank Merah Muda, 2019 silam.
“Dengan riset, kita akan tahu bahwa sejarah masa lalu tidak hitam-putih seperti yang kita baca selama ini,” ujarnya. []