Konten Media Partner

Mendaras Alquran ala Seniman Komunitas Kanot Bu di Aceh

19 Mei 2019 17:45 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pegiat seni di Komunitas Kanot Bu mendaras Alquran cara mereka menghidupkan malam Ramadan, Sabtu malam (18/5). Foto: Suparta/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Pegiat seni di Komunitas Kanot Bu mendaras Alquran cara mereka menghidupkan malam Ramadan, Sabtu malam (18/5). Foto: Suparta/acehkini
ADVERTISEMENT
Usai salat tarawih, satu per satu seniman dari Komunitas Kanot Bu berdatangan ke Bivak Emperom di Emperom, Kecamatan Jaya Baru, Kota Banda Aceh, Aceh. Mereka duduk bersila di sebuah rangkang. Sebagian lainnya di atas kursi. Mukanya saling berhadapan.
ADVERTISEMENT
Sabtu malam, 18 Mei 2019, sebanyak delapan seniman Komunitas Kanot Bu saling bersahutan mendaras Alquran. Lantunannya menggema. Ini menjadi pemandangan berbeda selama Ramadan. Biasanya, kesunyian malam di tempat kumpul seniman di Banda Aceh, itu dipecahkan dengan petikan gitar dan disambut tarikan lirik lagu.
"Malam biasa di sini komunitas melukis, menulis, dan kalau malam biasa menyanyi atau ciptakan lagu. Kalau malam Ramadan agak berubah memang, kita ambil faedah dan berkah malam Ramadan," kata Alam Mirza, salah satu pegiat seni di Komunitas Kanot Bu.
Rangkang tempat pegiat seni Komunitas Kanot Bu mendaras Alquran. Foto: Suparta/acehkini
Alam Mirza bersama Pan Amroe mendaras Alquran di rangkang Komunitas Kanot Bu. Foto: Suparta/acehkini
Di antara wajah penyanyi, malam itu misalnya ada Pan Amroe. Vokalis Jelatank Band ini mengenakan kaos lengan panjang dan celana jin model sobek-sobek, tetapi tidak terbuka aurat. Pria yang pernah terkenal dengan lagu "Eh Malam Gam" ini terdengar syahdu melafalkan ayat suci.
ADVERTISEMENT
Di sampingnya, Fuadi S Keulayu, terlihat tekun menyimak bacaan Pan Amroe. Fuadi sebagai penghikayat Aceh. Tahun 2015, Fuadi pernah tampil di panggung pembukaan Jakarta Biennale, perhelatan seni rupa Indonesia yang digelar setiap dua tahun sekali oleh Dewan Kesenian Jakarta.
Adapun pelukis Idrus bin Harun duduk bersila di sudut rangkang. Tangannya menggenggam telepon seluler. Di layarnya tampak ayat-ayat Alquran. Karya seniman 38 tahun itu pernah dipamerkan pada Jakarta Biennale tahun 2015. Kala itu Idrus membuat mural berjudul Bhoneka Tinggal Luka, semacam cerita perjalanan politik Aceh sejak era 1980-an.
Pegiat seni di Komunitas Kanot Bu mendaras Alquran. Foto: Suparta/acehkini
Tadarus Alquran di Komunitas Kanot Bu berawal dari obrolan di antara mereka yang menyimpulkan bahwa mereka tidak pernah mengkhatamkan Alquran. Oleh karenanya, tadarus pun digelar. Rencana pendarasan setiap malam Jumat berubah rutin setiap malam usai tarawih selama bulan puasa.
ADVERTISEMENT
"Rencananya hanya malam Jumat, cuma kayaknya enggak mungkin tamat dalam bulan Ramadan, jadi inisiatif kita gelar setiap malam," tutur Alam Mirza.
Kitab suci Alquran. Foto: Suparta/acehkini
Membaca ayat-ayat suci Alquran melalui telepon genggam. Foto: Suparta/acehkini
Lama pengajian digelar hingga menamatkan dua surat atau minimal 100 ayat. Setiap orang yang ikut mendaras digilir membaca lima ayat. Tidak ada ustaz yang mengajari mereka. Adapun saat ada bacaan yang keliru, di antara mereka akan memperbaiki cara melafalkan yang benar.
"Di sini ada kawan-kawan yang sudah mahir, lulusan pesantren. Jadi jika ada kawan-kawan yang salah baca langsung ditanggapi biar pas lah tajwidnya," ujar Alam Mirza.
Komunitas Kanot Bu berdiri pada 2008. Komunitas ini bergerak pada kebudayaan. Menyebarkan nilai-nilai melalui ekspresi kebudayaan, seperti sastra, rupa, dan kesenian lain.
Saat ada bacaan yang keliru, di antara mereka akan memperbaiki cara melafalkan yang benar. Foto: Suparta/acehkini
Pegiat seni Komunitas Kanot Bu mendaras Alquran. Foto: Suparta/acehkini
Komunitas Kanot Bu punya empat bidang kesenian sebagai wadah pengekspresian para anggotanya sesuai selera seninya masing-masing. Misalnya desain grafis yang mendesain dan mencetak kaos-kaos khas Aceh bernama Geulanceng. Kemudian di perfilman dan fotografi bernama Lensa Kiri. Selanjutnya penerbitan buku-buku indie bernama Tansopako Press. Sementara hikayat dan musik etnik bernama Seungkak Malam Seulanyan.
ADVERTISEMENT
Pukul 24.00 WIB, pengajian berakhir. Satu per satu bubar dari rangkang. Mereka kemudian kembali dengan rutinitasnya sebagai seniman. Misalnya Fuadi S Keulayu mengambil gitar, kembali ke rangkang, dan melantukan sebuah lagu.
Fuadi dan Pan Amroe saat ini tengah menyiapkan peluncuran album musik perdana Jelatank Band, grup musik yang penciptaan lagunya lebih sering dilakukan di Komunitas Kanot Bu.
Usai mendaras Alquran, rangkang itu kembali diperdengarkan petikan gitar dan alunan suara lagu. Ini sesuai dengan yang tertulis di dinding bagian belakang rangkang, "Menyelamatkan waktu luang dengan mengaji, bertani, dan kerja-kerja kolektif seni".[]
Pegiat seni Komunitas Kanot Bu menghidupkan malam Ramadan dengan mendaras Alquran, Sabtu malam (18/5). Foto: Suparta/acehkini
Suasana mendaras Alquran ala seniman Komunitas Kanot Bu, Sabtu malam (18/5). Foto: Suparta/acehkini
Reporter: Habil Razali