Mengenal Syiah Kuala, Hakim Agung di Era Perempuan Memimpin Aceh

Konten Media Partner
27 November 2022 12:02 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kompleks makam ulama besar Aceh, Tgk Syiah Kuala. Foto: Ahmad Ariska/Majalah Aceh
zoom-in-whitePerbesar
Kompleks makam ulama besar Aceh, Tgk Syiah Kuala. Foto: Ahmad Ariska/Majalah Aceh
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di tanah bekas tsunami Aceh itu, saban akhir pekan pengunjung ramai berziarah. Tujuannya ke kompleks makam Teungku Syiah Kuala, di Gampong Deah Raya, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh. Ragam aktivitas terlihat, mengaji dan berdoa.
ADVERTISEMENT
Kawasan itu adalah destinasi wisata religi yang tersohor di kalangan warga Aceh, luar Aceh, bahkan luar negeri. Di saat tertentu, seperti kala liburan panjang atau Ramadan, banyak pengunjung dari Malaysia, Brunei, Turki, dan timur tengah singgah di sana.
Di kompleks makam yang dipercaya keramat, bersemayam jasad Syech Abdurrauf bin Ali Alfansuri atau dikenal dengan nama Teungku Syiah Kuala, bersama sejumlah murid dan kerabatnya. Kompleks itu semakin tersohor setelah tsunami Aceh melanda pada 26 Desember 2004. Meski terletak di bibir pantai, makamnya tak hancur maupun tergerus laut. Padahal bangunan sekelilingnya rata tanah.
Saya telah beberapa kali mengunjunginya, menyaksikan langsung kondisi makam sebelum dan seusai bencana. Kawasan makam kini telah dipugar menjadi lebih tertata, dengan sejumlah bangunan seperti musala dan fasilitas untuk pengunjung lainnya.
ADVERTISEMENT
Syiah Kuala ulama legenda bagi Aceh. Lahir pada 1001 Hijriah atau 1591 M ini, beliau memiliki pengaruh besar dalam penyebaran Islam di nusantara dan asia tenggara. Buah pikirnya ditulis dalam sejumlah kitab fikih dan hukum Islam, tersebar luas sejak dulu. Beliau diyakini sebagai orang pertama yang menafsirkan Al-Qur'an dalam bahasa melayu.
Pintu masuk kompleks Makam Syiah Kuala. Foto: Ahmad Ariska/Majalah Aceh
Keluarganya berasal dari Persia yang menetap di Singkil sejak abad 13. Syiah Kuala muda pernah belajar Islam hingga ke Arab. Beliau membuka pengajian di Deah Raya hingga ajal menjemput pada 23 Syawal 1106 H (1696 M) dalam usia 105 tahun.
Syiah Kuala pernah menjabat sebagai Kadhi Malikul Adil (jabatan setingkat Hakim Agung sekarang) Kerajaan Aceh pada masa empat pemimpin perempuan berkuasa; yakni Sultanah Safiatuddin Syah (1641-1645 M), Sultanah Naqiatuddin Syah (1675-1678 M), Sultanah Zakiatuddin Syah (1678-1688 M) dan Sultanah Kamalat Syah (1688-1699 M).
Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) saat mengunjungi Makam Tgk Syiah Kuala. Foto: Disbudpar Aceh.
Jasanya yang begitu besar kini masih dikenang bahkan kerap disebut dalam peribahasa Aceh “Adat bak Po Teumeureuhom, hukom bak Syiah Kuala.”
ADVERTISEMENT
Menurut Tarmizi Abdul Hamid, kolektor manuskrip dan naskah kuno Aceh, Teungku Syiah Kuala ulama produktif dan penulis yang ikhlas. Ia menulis banyak kitab, tetapi hanya sedikit di antara kitab-kitabnya yang langsung ia tuliskan namanya sebagai pengarang. “Ini menandakan bahwa Syiah Kuala adalah penulis yang ikhlas. Beliau membagikan ilmunya secara ikhlas tanpa menonjolkan namanya,” ujarnya.
Nama besarnya diabadikan sebagai nama universitas terbesar di Aceh, Universitas Syiah Kuala, nama jalan dan kecamatan di Banda Aceh. []