news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Mengenal Yanuarman, 'Pahlawan' bagi Kucing-kucing Jalanan di Aceh

Konten Media Partner
2 November 2019 10:19 WIB
comment
11
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Yayan sedang merawat kucing liar. Foto: Mardianty/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Yayan sedang merawat kucing liar. Foto: Mardianty/acehkini
ADVERTISEMENT
“Pus…, pus…, pus…,” panggil sosok itu, entah teruntuk siapa. Hitungan detik kemudian, muncul seekor kucing mungil dari kolong gerobak gorengan. Langkahnya lemah, badannya kurus, dekil, dan kotor. Matanya tertutup tahi mata yang tebal, hidungnya berair, sesekali kucing mungil itu juga terbatuk-batuk.
ADVERTISEMENT
Namun sosok itu tak peduli, malah menggendong kucing mungil belang tiga yang baru 3 hari kelihatan berkeliaran di situ. Lalu berjongkok, diusap-usapnya dengan lembut, dibersihkannya mata kucing yang berkerak itu. Si kucing tak banyak protes. Kemudian diambilnya plastik kresek yang sengaja ia bawa berisikan obat-obatan dan spet kecil.
Dipangkunya anak kucing itu sambil mendongakkan kepalanya, ia beri tetes mata. Lalu ia isi spet kecil dengan cairan antibiotik, dengan perlahan-lahan ia teteskan ke mulut kucing agar dapat ditelan dengan nyaman. “Sekarang hari kedua, antibiotik ini harus diberikan sampai tuntas, agar kumannya benar-benar mati,“ ucapnya memecah kenikmatan ibu-ibu yang sedang konsentrasi melihat aksi tak biasa, di kawasan Kampung Keramat, Banda Aceh, Kamis (31/10).
ADVERTISEMENT
“Anak kucing ini masih lemas sekali, saya minta izin untuk bawa ke tempat saya ya bu,” pintanya kepada ibu-ibu tetangga yang tengah duduk menikmati gorengan.
Sosok itu bernama Yanuarman, (33 tahun), biasa disapa Yayan oleh rekan-rekannya. Dia alumni Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, tinggal di Kampung Keramat, Banda Aceh. Yayan belum bergelar dokter, masih Sarjana Kedokteran, karena harus mengikuti beberapa program lanjutan.
Kandang berisi kucing sakit di rumah Yayan. Foto: Mardianty/acehkini
Katanya, kucing sama halnya seperti anak manusia kala sakit, nafsu makan jadi berkurang, apalagi masih anak-anak. “Di tempat saya, dapat memantaunya per 2 atau 3 jam sekali untuk memberi makan. Kebetulan ada makanan khusus kucing. Nanti sekiranya sudah lebih kuat, akan saya kembalikan ke sini,” terangnya.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, ternyata ada 3 ekor anak kucing lainnya di sekitar kawasan tersebut yang diberinya obat tetes mata. Rupanya, Yayan sudah lama menjadi perawat kucing jalanan, memberi pertolongan sebisa mungkin.
Tingkahnya menjadi familiar bagi warga sekitar. Ibu-ibu mengenalnya, anak-anak memanggilnya ‘Oom Dokter Kucing’ karena di tempatnya banyak kucing. Bukan kucing yang cantik dan wangi melainkan kucing-kucing yang sakit.
Yayan suka kucing, namun ia tidak pernah memelihara kucing sebelumnya. Ia tergugah pertama kali di awal tahun 2018, saat ada seekor kucing kecil kotor di depan kamar indekosnya. Lalu ia beri makanan dan minum sekadarnya.
Setelah itu dia taruh di luar rumah, berharap kucing itu tidak kembali. Semalaman hujan kala itu. Kucing tersebut sudah tidak terlihat lagi, tapi keesokan paginya ia ada lagi di depan kamarnya di lantai dua dengan bulu-bulunya yang kebasahan, meringkuk mencari kehangatan. Rasa iba pun mengalir dalam hati. “Menyaksikan anak kucing sekecil itu sedang bertahan hidup sendirian, sungguh kasihan,” kisah Yayan.
Kucing yang dirawat Yayan. Foto: Mardianty/acehkini
Mulai saat itu, setiap melihat kucing yang memprihatinkan menurut pandangannya, akan diobati dan dirawatnya. “Niatnya hanya menolong semampunya saja,” katanya merendah.
ADVERTISEMENT
Saat ini, ada sekitar dua puluhan kucing dalam perawatannya. Sepuluh di antaranya masih bayi. Namun sudah ratusan kucing yang ia tolong. Kini di desa itu, setidaknya jumlah kucing liar sakit telah berkurang berkat Yayan.
Kucing-kucing yang ditolongnya rata-rata berasal dari seputaran Kampung Keramat sendiri, ada juga yang dari desa tetangga, Kampung Laksana dan Peunayong. Kucing tersebut ada yang datang sendiri, ada yang diantar oleh anak-anak, dan dibawanya sendiri.
Misalnya, suatu hari saat Yayan berbelanja ke pasar peunayong, dia melihat ada anak kucing di bawah kolong tumpukan kayu, duduk tersungut-sungut, mirip manusia lagi galau. “Sedihlah saya lihatnya, masih kecil, tak terurus jadi saya bawa pulang, mungkin diberi sedikit perawatan bisa lebih baik keadaannya,” cerita Yayan.
ADVERTISEMENT
Kucing-kucing yang dirawatnya rata-rata menderita sakit mata dan diare. Biasanya dirawat 1 sampai 3 hari sudah stabil keadaannya. “Kecuali yang terinfeksi virus bisa sampai seminggu bahkan hampir sebulan dirawat tapi umumnya tidak terselamatkan,” jelas Yayan.
Ada juga yang dirawat jalan, misalnya sakit mata yang tidak disertai gejala lain. Obat cacing pun diberikan bila diperlukan untuk kucing yang kira-kira usianya sudah tiga bulan ke atas. Obat kutu yang disuntik di kulit tengkuk kucing ataupun ditetes terutama kutu di telinga. “Karena kutu pada telinga kucing ini, dapat menyebabkan kerusakan saraf dan bisa menyebabkan kelumpuhan pada kucing, walaupun bisa sembuh tapi recovery-nya butuh waktu,” terang Yayan.
Jumlah kucing yang kian bertambah dalam perawatannya, Yayan punya kandang besi untuk tempat tidur binatang itu. Yayan memanfaatkan sisa ruangan di sudut tangga menuju ke kamar indekosnya. Ia rela merogoh kocek hingga Rp 1,5 juta setiap bulannya hanya untuk membeli keperluan kucing-kucing tersebut seperti obat-obatan, makanan khusus kucing, obat kutu dan lain-lain. Perawatan kucing dia lakukan di tengah-tengah kesibukannya bekerja sebagai salah satu distributor obat di Kota Banda Aceh.
Yayan memungut kucing jalanan. Foto: Mardianty/acehkini
Banyak kisahnya bersama kucing-kucing. Ada saja kelakuan lucu kucing-kucing itu, sama seperti anak manusia, ada kalem, lincah, malu-malu, sopan. “Ada yang sudah sembuh, terus menghilang satu bulan setengah, tiba-tiba muncul lagi, lalu hilang lagi, ada juga yang suka tidur di rumah lain, besoknya pulang lagi,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Kata Yayan, kucing kalau sudah mau memperlihatkan perutnya kepada manusia, pertanda sudah percaya. Jika begini, mereka akan senang memberikan kita hadiah, seperti bangkai kecoa dan bangkai tikus. “Pokoknya semua jenis bangkai lah akan dia hadiahkan untuk kita,” lanjutnya diiringi tawa.
Dari sekian banyak kucing yang pernah dirawat, hanya 1 ekor yang sampai sekarang atau sekitar 8 bulan ikut terus bersamanya. Selain hal yang menggemaskan itu, ada juga hal yang tidak menyenangkan. “Itu kalau kucing yang sudah sembuh dilepas, terus bisa saja BAB sembarangan, hadeeeh… pening awak,” katanya sambil memegang kepalanya.
Demi merawat kucing, dia berniat pindah ke tempat yang lebih layak, setidaknya tempat lebih luas dari sekarang. Memberikan ruang dan kandang lebih baik kepada kucing-kucing sakit.
ADVERTISEMENT
Beriring waktu, upaya yang dilakukan Yayan pun berdampak pada warga sekitar. Warga tak segan meminta bantuannya apabila ada kucing liar yang sakit, sekalipun anak-anak yang meminta bantuannya, ia layani dengan ramah bahkan mengapreasinya.
Menurut Yayan, sekecil apapun kebaikan akan tetap bernilai kebaikan dan akan menjadi jariahnya sendiri. Dia merasakan kebahagiaan yang tidak dapat diceritakan seperti apa wujudnya, saat melimpahkan perhatian kepada kucing-kucing tersebut. Merasa hidupnya bermanfaat bagi sesama makhluk ciptaan Tuhan. “Dan tentunya kehadiran mereka sangat menghibur,” ucap Yayan menutup obrolan. [] Mardianty
Note: Terdapat kekeliruan penulisan nama dan pendidikan narasumber. Nama sebenarnya Yanuarman, bukan Januarman, sebagai alumni Fakultas Kedokteran Unsyiah, bukan Kedokteran Hewan. Kekeliruan telah diperbaiki, Rabu (6/11).
ADVERTISEMENT