Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Mengenang 23 Tahun Tragedi Gedung KNPI: Kala Rakyat Aceh Disiksa dan Dibunuh
9 Januari 2022 20:24 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Almanak 9 Januari 1999 menjadi hari kelam bagi rakyat Aceh . Tepat 23 tahun lalu, pada Sabtu itu, Tanah Seulanga bersimbah darah dan nyawa seakan tak ada harganya. Kini, orang-orang mengingatnya dengan tragedi gedung KNPI.
ADVERTISEMENT
Peristiwa ini terjadi di gedung Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Lhokseumawe di Kecamatan Banda Sakti. Dalam gedung itu, orang-orang yang ditangkap tentara disiksa hingga berakibat 5 orang meninggal dunia, 23 orang luka berat, dan 21 orang luka ringan.
Peristiwa 'hitam' ini terjadi ketika Indonesia memberlakukan Operasi Wibawa pada 2 Januari 1999. Ini merupakan operasi gabungan pertama usai status Daerah Operasi Militer (DOM 1989-1998) dicabut di Aceh. Operasi Wibawa diterapkan sebagai respons atas penculikan tujuh prajurit Angkatan Darat pada 29 Desember 1998 di Lhoknibong, Aceh Utara.
Bibit tragedi gedung KNPI muncul sejak 3 Januari 1999. Hari itu, sejumlah warga Kemukiman Kandang, Aceh Utara (kini masuk wilayah Kota Lhokseumawe), berkumpul untuk berdemonstrasi ke kantor bupati. Mereka unjuk rasa atas penangkapan beberapa saudaranya oleh tentara.
ADVERTISEMENT
Karena Ahad itu kantor bupati tutup, massa bergerak ke pendopo bupati. Seorang saksi mata, dalam buku Fakta Bicara: Mengungkap Pelanggaran HAM di Aceh 1989-2005 (2011), bercerita bahwa massa demonstrasi itu lalu diadang tentara di Jalan Keuramat.
Ia menyaksikan tentara awalnya menembakkan senjata ke atas dan memerintahkan massa pulang. Kericuhan kemudian pecah. Massa melemparkan batu ke arah tentara dan dibalas dengan tembakan peluru.
Korban meninggal di tempat kala itu tiga orang--laporan lain menyebut total ada tujuh orang meninggal. Luka-luka puluhan orang, di antaranya anak-anak dan perempuan. Korban luka-luka dan orang-orang yang bertemu dengan aparat di jalan--yang dicurigai--pada hari itu ditangkap lalu dibawa ke gedung KNPI.
Pada pagi 9 Januari 1999, aparat kembali menyisir perkampungan di Kandang dan menangkap 40 penduduk yang dituding sebagai pengikut Ahmad Kandang, petinggi Gerakan Aceh Merdeka. Mereka dibawa ke gedung KNPI. Selama ditahan di gedung itu, mereka kerap disiksa. Mereka yang ikut ditahan menyebut jumlah tahanan kala itu 147 orang.
ADVERTISEMENT
Malam, 9 Januari, sekitar 50 tentara dari berbagai kesatuan datang ke gedung KNPI. Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) dalam Aceh Damai dengan Keadilan? Mengungkap Kekerasan Masa Lalu (2006), menulis tentara itu berasal dari Denrudal 001, Yonif 131/YS, Yonif 111/KB, Den Bekang RFM 011/Lilawangsa, Makodim 0103/AUT, Makorem 011/LW.4 dipimpin oleh Mayor Bayu Nadjib.
"Pada hari itu mendatangi gedung KNPI dan bersama anggotanya kemudian melakukan pemukulan serta menyiksa sejumlah warga yang telah dikumpulkan di gedung tersebut di hadapan para polisi yang sedang memeriksa tawanan," tulis KontraS.
Serangan itu mengakibatkan 5 orang meninggal dunia, 23 orang luka berat, dan 21 orang luka ringan.
Kasus ini kemudian disidang. Pengadilan Militer di Banda Aceh pada 30 Januari 1999 menjatuhkan hukuman 6 tahun penjara dan dipecat dari militer kepada Mayor Bayu Nadjib yang menjabat Kasdim 0103 Aceh Utara dan Pelaksana Harian Komandan Batalyon 113/JS di Bireuen.
ADVERTISEMENT
Sedangkan empat prajurit yang terlibat dalam kasus ini: Amsir, Manuhun Harahap, Manolam Sitomorang, dan Efendi dijatuhi hukuman 7 tahun penjara dan juga dipecat.
Menurut KontraS, tragedi gedung KNPI adalah kasus pertama pelanggaran hak asasi manusia selama konflik Aceh pasca-DOM yang sempat dibawa ke pengadilan. Kasus lain yang sempat diadili adalah pembantaian Teungku Bantaqiah dan puluhan santrinya di Beutong Ateuh.
Meski kasus gedung KNPI telah disidang, namun KontraS dalam laporannya pada 2006 menulis, "Publik tidak pernah tahu di mana Mayor Bayu Nadjib dan prajurit pembantainya ditahan."