Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Menikmati Tol Laut Pertama di Aceh, Cukup Bayar Rp 16 Ribu
5 Januari 2020 13:13 WIB
ADVERTISEMENT
Penghujung tahun 2019 lalu, acehkini berkesempatan merasakan kapal tol laut di Aceh dengan rute Sinabang tujuan Calang. Adalah KM Sabuk Nusantara 110 yang menjadi kapal perintis di lintasan itu.
ADVERTISEMENT
KM Sabuk Nusantara pada Jumat (27/12) sore itu berangkat dari Pelabuhan Laut Sinabang pada pukul 16.00 WIB. Kapal tersebut akan menempuh perjalanan laut sekira 16 jam menuju Dermaga Pelabuhan Calang, Kabupaten Aceh Jaya, Aceh.
Reporter acehkini ikut dalam rombongan yang diberi nama 'Ekspedisi Gerhana Matahari Cincin (GMC) Simeulue'. Nama itu digagas tim Humas Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Aceh saat melakukan observasi GMC pada 26 Desember 2019 di Masjid Baiturrahmah, Simeulue.
Dalam perjalanan pulang ke Banda Aceh , mereka memilih kapal tol laut itu untuk menyebrangi lautan dari Sinabang tujuan Calang. Sedangkan saat perjalanan pergi dua hari sebelumnya, menggunakan kapal Ferry dari Labuhan Haji Aceh Selatan ke Sinabang Pulau Simeulue.
ADVERTISEMENT
Rombongan itu terdiri dari 27 orang. Hanya dengan membeli tiket seharga Rp 16 ribu rupiah per penumpang, kami sudah dapat menikmati KM Sabuk Nusantara 110.
Sekitar 1,5 jam sebelum jadwal kapal jenis coaster itu berangkat dari Pelabuhan Laut Sinabang, rombongan kami sudah berada di lokasi. Sambil menunggu kapal berangkat, kami sempat dihibur aksi anak-anak Pulau Simeulue berenang dengan riang di pinggir laut area pelabuhan.
Tidak hanya itu, proses derek sepeda motor milik penumpang ke dalam kapal juga menjadi semacam hiburan bagi rombongan kami. Sebagian dari kami mengabadikan proses tersebut dengan menggunakan kamera dan ponsel.
Jelang berangkat pada pukul 16.00 WIB, nakhoda KM Sabuk Nusantara 110 memberitahukan kepada penumpang untuk masuk ke kapal. Kami pun naik ke kapal.
Di dalam kapal, langsung memilih tempat tidur untuk sekadar meletakkan barang bawaan terlebih dahulu. Kebetulan pada sore itu kami sedikit telat naik ke kapal, sehingga tempat tidur di dek kapal lantai bagian atas umumnya sudah terisi para penumpang lain.
ADVERTISEMENT
Kami yang tidak ingin mendapat tempat secara terpisah-pisah, memilih turun ke lantai di bawahnya. Masih banyak tempat tidur yang kosong di dek kelas ekonomi. Kami pun memutuskan untuk memilih tempat di lantai itu.
Setelah meletakkan barang bawaan di atas tempat tidur, Ichsan seorang teman dalam rombongan mengajak acehkini untuk keluar. Menikmati suasana di luar. "Di dalam pengap, ayo kita keluar aja dulu," ujarnya.
Terlihat di kiri-kanan dek bawah kelas ekonomi yang menjadi pilihan kami terdapat kipas angin yang dipasang di dinding kapal. Namun angin yang dihembus kipas-kipas itu rasanya tidak mampu menghilangkan suasana pengap dek yang dipenuhi para penumpang.
Seiring kapal meninggalkan Pelabuhan Laut Sinabang, Ichsan dan kawan-kawan lebih memilih tempat di luar ruangan. Berselang lebih dua jam kemudian, lantunan azan Magrib terdengar dari corong pengeras suara kapal.
ADVERTISEMENT
Seusai melaksanakan salat Magrib di musala, tidak lama kemudian bersambung dengan salat Isya, mereka masih memilih tetap berada di lantai belakang kapal yang terbuka. Bermain permainan ludo yang tersedia di ponsel pintar menjadi aktivitas di kapal tersebut.
Kopi dan pop mie yang tersedia di kafe dalam kapal menjadi menu favorit kami, sembari menghilang rasa suntuk. Bahkan ada teman hingga dua kali menyantap pop mie selama perjalanan menggunakan KM Sabuk Nusantara 110 itu.
Jelang tengah malam, Ichsan sempat beranjak dari bagian belakang kapal menuju ke tempat tidur yang telah dipilih sebelumnya. Tidak lama kemudian, ia kembali lagi ke belakang.
Ia mengaku tidak betah berada di ruang tempat ranjang pilihannya. Suasana pengap menjadi kendala baginya untuk beristirahat di malam itu.
ADVERTISEMENT
"Mending di sini. Di dalam, nggak sanggup kita. Pengap sekali ruangannya," ujar Ichsan.
"Padahal kalau udara ruangannya tidak pengap, nyaman kali kita tidur di dalam," timpal Iqbal, seorang teman lainnya, saat nongkrong di lantai bagian belakang kapal.
Sembari menikmati perjalanan, Ichsan bersama Fadhil dan beberapa temannya yang lain sempat saling pijit di bangku kafe. Mereka saling bergantian memijat badan menghilangkan rasa lelah.
Karena malam semakin larut, mereka pun kemudian memilih untuk merebahkan badan di lantai kapal bagian belakang. Sebagiannya ada yang memilih tidur di bangku dan meja kafe.
Berada di bagian terbuka belakang kapal, kami berkesempatan menikmati keindahan alam yang tersaji sepanjang perjalanan laut dari Sinabang ke Calang. Bahkan, kami sempat menikmati sekali sunset dan sekali sunrise.
ADVERTISEMENT
Setelah menempuh perjalanan laut sekitar 16 jam, KM Sabuk Nusantara yang membawa rombongan kami bersandar di Dermaga Pelabuhan Calang pada Sabtu (28/12) pukul 08.00 WIB. Turun dari kapal, kami menyambung perjalanan pulang ke Banda Aceh menggunakan mobil angkutan umum.
Kapal perintis KM Sabuk Nusantara 110 telah beroperasi di Aceh sejak 28 Mei 2018. Kapal di bawah operator PT. Pelayaran Pelangi Tunggal Ika yang berpangkalan di Calang, memiliki kapasitas angkut penumpang 400 orang dan barang sebanyak 50 ton.
Selain melayani rute Sinabang-Calang dan sebaliknya dengan tarif 16 ribu rupiah, KM Sabuk Nusantara 110 juga melayani rute Meulaboh-Sinabang dan sebaliknya dengan tarif 12 ribu rupiah, serta rute Tapak Tuan-Sinabang dan sebaliknya dengan tarif 9 ribu rupiah.
ADVERTISEMENT
Seorang warga, Zulfikar, mengaku sudah tiga menggunakan jasa KM Sabuk Nusantara 110 dengan turut membawa sepeda motornya ke Sinabang lewat Calang. "Harga 50 ribu per orang ditambah motor. Murah sangat," sebutnya.
ADVERTISEMENT