Menjauhi Virus Corona dari China ke Aceh: Masker dan Saling Curiga (2)

Konten Media Partner
6 Februari 2020 21:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Xin Zheng International Airport, Kota Zhengzhoe, Provinsi Henan. Foto: Rizki Maulida/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Xin Zheng International Airport, Kota Zhengzhoe, Provinsi Henan. Foto: Rizki Maulida/acehkini
Xin Zheng International Airport, Kota Zhengzhoe, Provinsi Henan, terlihat ramai seperti biasa, saat saya tiba di sana, pukul 11.00 waktu setempat, Selasa (28/1/2020). Pemandangan ini kontras dengan jalanan di sepanjang kota yang minim transportasi, sejak pemerintah mengeluarkan kebijakan mengisolasi Kota Henan, dua hari sebelumnya untuk antisipasi Virus Corona.
ADVERTISEMENT
Banyak mahasiswa dan wisatawan hendak keluar dari Henan. Di papan informasi, penerbangan tercatat padat dengan tujuan Thailand, Kuala Lumpur, Korea, Jepang, Vietnam, Turki dan Kazakstan, sesuai jalur transit.
Masker tak lepas dari muka, sama seperti semua orang di sana. Masuk ke ruang keberangkatan, saya menujukkan paspor kepada petugas bandara. Mereka juga memakai masker lengkap dan sarung tangan.
Petugas itu acuh, menunduk kepalanya melihat paspor tanpa menyentuh sedikit pun. Di pintu utama, terlihat kamera khusus dengan monitor pemantau suhu tubuh. Satu persatu orang harus berhenti, menghadap kamera dan berputar.
Ruang tunggu bandara Xin Zheng. Foto: Rizki Maulida/acehkini
Saat pemeriksaan lanjutan dilakukan dengan sebuah alat khusus memantau suhu tubuh, petugas bandara meminta saya membuka masker. Mereka ingin memastikan, apakah saya terkena flu atau batuk. Tak ada kendala, saya dinyatakan aman dan lewat.
ADVERTISEMENT
Tahapan selanjutnya menuju counter check-in. Di sana, petugas melaporkan adanya penundaan pesawat ke Shanghai, dari pukul 12.00 menjadi pukul 15.00 waktu Henan. Di papan info, mata saya tertuju ke penerbangan tujuan Shanghai yang belum tertera di sana.
Biar tak salah memilih gate, saya bertanya kepada petugas. “Apa benar gate menuju Shanghai bernomor 222, mengapa di monitor belum ada, apa terjadi perubahan (gate)?” kata saya sambil menunjukkan tiket padanya.
Menuju gate 222. Foto: Rizki Maulida/acehkini
“Jika ditulis begitu dalam tiket ya begitu, jangan letakkan tiket kamu di meja saya, ini peraturannya saat ini,” kata petugas itu cepat. Agaknya ada peraturan baru yang ditetapkan, tiket tak boleh ditaruh di meja mereka, petugas enggan melayani penumpang berlama-lama.
ADVERTISEMENT
Perubahan pintu masuk pesawat sering terjadi di saat-saat penerbangan padat. Saya hanya memastikan dengan bertanya kepada mereka. Saat itu, orang-orang bergerak kesana-kemari, duduk saling berjauhan, saling curiga sebagai pembawa Virus Corona. Selebihnya, hemat berbicara maupun berinteraksi satu sama lain.
Bermasker sepanjang penerbangan.
Saya teringat kata Bahtiyar, rekan asal Turkmenistan yang membantu membawa barang-barang saya saat keluar kampus Henan University. “Saat di bandara, kamu jangan banyak berbicara dengan orang asing bahkan orang Indonesia sendiri, gunakan selalu masker, dan sarung tangan, sesekali kamu sebisa mungkin untuk membersihkan diri ke kamar mandi, mencuci tangan dan wajah,” katanya.
ADVERTISEMENT
Di Gate 222, sambil menunggu penerbangan sekitar 3 jam lagi, saya duduk gundah tanpa rekan bicara. Mencari tempat berjarak dengan orang lain, begitu juga sebagian mereka. Saya membuka botol air mineral, meneguknya dengan vitamin, dan ekstrak bawang putih yang diberikan Cheng Han, teman saya di Henan University. Katanya, ekstrak bawang putih membuat stamina kuat. Ini penting, mengingat saya belum tidur sekejap pun sejak semalam.
Ketenangan dan kestabilan mental sangat perlu di saat-saat seperti itu. Sambil mengunyah 3 biskuit cokelat dan lembaran rumput laut asin, saya menghubungi rekan sekamar di asrama, yang telah pulang terlebih dahulu, serta menghubungi 4 teman asal Jawa Tengah yang juga berkeinginan pulang.
Sebelumnya saya sempat berkomunikasi langsung Djouhari Oratmagun, Duta Besar Indoensia-Tiongkok. Melalui Instagramnya saya mengirim pesan berisi nama dan data mahasiswa Asal Jawa Tengah yang berada di Henan University, Kaifeng. Informasi lengkap dengan update kasus Virus Corona yang terus meningkat di Provinsi Henan.
Bermasker di dalam pesawat. Foto: Rizki Maulida/acehkini
Menjelang pukul 15.00 waktu Henan, para penumpang diminta untuk menaiki pesawat. Saya dan beberapa orang lainya memilih antrean bagian akhir untuk menjaga jarak dengan penumpang lain. Para pramugari dan pramugara terlihat memakai sarung tangan. Di pintu pesawat, mereka tetap mengucapkan selamat datang, tanpa terlihat senyum seperti biasanya, terhalang masker.
ADVERTISEMENT
Di pesawat China Airlines, pramugari menghidangkan hangatnya bakpao campuran sayur, dengan jus blueberry. Mereka memberikan makanan tanpa melepas sarung tangan dan masker, menghindari kontak kulit dengan para penumpang. Pramugari juga mendistribusikan kartu cek kesehatan yang wajib diisi, syarat masuk ke Bandara Putong, Shanghai International Airport. Saya melelapkan diri sejak dalam penerbangan 1,5 jam tersebut.
Bus bandara di Shanghai. Foto: Rizki Maulida/acehkini
Pukul 16.30, pesawat mendarat di Shanghai. Saya bergegas menelusuri jalur pengambilan bagasi yang berjarak kurang lebih 1 kilometer, turun eskalator dan naik train, kemudian berjalan lagi hinga menuruni eskalator khusus pengambilan bagasi. Waktu yang saya miliki tidak banyak, hanya 2 jam sebelum penerbangan berikutnya ke Kuala Lumpur. Terminal satu dan terminal dua Bandara Shanghai terhubung langsung.
ADVERTISEMENT
Pemeriksaan penumpang turun, masih sama dengan yang dilakukan di Bandara Xin Zheng sebelumnya, kartu kesehatan agaknya menjadi prosedur antisipasi Virus Corona di bandara-bandara China. Bahkan kartu cek kesehatan ini menjadi syarat utama untuk melanjutkan perjalanan. Selain itu, mereka juga ingin melihat bagaimana kondisi mata saya, dan disuruh melepaskan masker untuk memastikan apakah ada demam, flu, dan batuk.
Pesawat yang membawa saya dari Shanghai ke Kuala Lumpur. Foto: Rizki Maulida/acehkini
Jadwal keberangkatan ke Kuala Lumpur sekitar pukul 19.30 waktu setempat, menggunakan pesawat Shanghai Airlines. Menjelang keberangkatan, setelah check in dan boarding time, petugas bandara memberikan kemudahan, seluruh penumpang menuju Kuala Lumpur diangkut menggunakan bus menuju ke pesawat yang telah siap terbang. Sama seperti penerbangan sebelumnya, para pramugari melayani dengan baik dan professional walau ada yang berbeda mereka mengunakan sarung tangan dan masker.
ADVERTISEMENT
Sepanjang perjalanan ke Kuala Lumpur, saya mampu beristirahat dengan baik. Kursi penumpang di depan dan sebelah kosong. Menghindari saya untuk berbicara dengan para penumpang lainnya. Saya hanya mengucapkan "Assalamualaikum" untuk keluarga asal Arab, sepasang Suami Istri dan tiga anaknya, berada tepat di belakang saya. Pesawat tiba di Kuala Lumpur International Airport sekitar pukul 01.10 waktu setempat, Rabu dinihari (29/1/2020).
Turun pesawat saat tiba di Kuala Lumpur. Foto: Rizki Maulida/acehkini
Setelah mengambil bagasi saya langsung bergegas ke toilet untuk membersihkan diri, mencuci tangan, muka, serta menggosok gigi dan menganti pakaian musim dingin, dengan pakaian yang cocok dengan suhu tanah Melayu. Tak luput saya menganti masker di setiap pergantian bandara. Ini menjadi tahapan rutin saya lakukan.
Tiba di Kuala Lumpur lebih leluasa, tidak ada pemeriksaan kesehatan bagi penumpang yang transit di sana. Keluar dari pesawat, saya masuk ke terminal 1, selanjutnya pindah ke terminal 2 untuk penerbangan khusus Air Asia, yang akan membawa saya terbang ke Aceh selanjutnya.
ADVERTISEMENT
Hal paling bikin bosan adalah melewati antrean di pemeriksaan imigrasi di bandara selalu ramai itu. Di Bandara Kuala Lumpur, tak semua orang memakai masker. Tapi saya tak melepaskan masker yang melekat di muka. Para pelancong atau turis bertumpuk-tumpuk bak labirin di setiap jalur antrian, rombongan Vietnam, Korea, China, dan Turis asal Eropa dan Timur Tengah.
Bandara Kuala Lumpur. Foto: Rizki Maulida/acehkini
Pihak imigrasi selalu bertanya bagi turis asal Tiongkok, Korea, dan Jepang apakah memiliki riwayat perjalanan ke Hubei-Wuhan. Tampak seorang mahasiswa asal China yang berkunjung ke Kuala Lumpur untuk berlibur, “apakah kamu berasal dari Hubei or Wuhan,” tanya petugas imigrasi itu.
“Di China di mananya, apa sebelumnya pernah ke Hubei,” tanya petugas dengan seragam hitam imigrasi. “Tidak saya berasal dari Jilin, provinsi yang berbeda dengan kota Wuhan-maupun Hubei,” tegas mahasiswa itu dalam Bahasa Inggris.
ADVERTISEMENT
Tepat sebelum saya, Turis asal Jepang juga ditanya hal yang sama, “Saya berasal dari Jepang dan hanya transit di Bandara Shanghai saja dan tidak keluar ke kota Shanghai,” Jelas lelaki separuh baya itu yang hanya menjinjing tas kerja berwarna coklat tua.
Penumpang di Imigrasi Bandara Kuala Lumpur. Foto: Rizki Maulida/acehkini
Begitu juga dengan saya, petugas Imigrasi memastikan posisi keberadaan saya di China, detil di provinsi apa dan tepatnya di kota apa. Setelah saya menyebut Henan, ia langsung mengeluarkan kata-kata Zhengzhou. Sepertinya di setiap meja petugas imigrasi sudah memiliki list nama-nama provinsi dan kota-kota yang berada di Tiongkok.
Jadwal penerbangan masih lama, sekitar pukul 10.15 waktu KL. Saya menghabiskan waktu mencari makanan, dan istirahat sejenak di bandara tersebut. Sampai waktu tiba, saya pun terbang dari sana menuju Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM), Aceh Besar.
Ruang tunggu di Bandara Kuala Lumpur. Foto: Rizki Maulida/acehkini
Di Bandara SIM, suasana lebih heboh. Semua penumpang yang turun diperiksa kesehatannya dengan alat pindai suhu tubuh. Saya menjadi satu-satunya penumpang yang pulang dari China. Petugas kesehatan kemudian membawa saya ke Rumah Sakit Umum Dr Zainoel Abidin, Banda Aceh. katanya untuk pemeriksaan intensif. Saya dijemput keluarga dan telah banyak rekan-rekan menunggu di sana.
ADVERTISEMENT
Setelahnya, saya dinyatakan bersih dari Virus Corona. Dokter menyarankan untuk mengisolasi diri sendiri di rumah, tidak keluar selama 14 hari. Saya kemudian pulang dan istirahat, sudah hampir sehari semalam tak tidur nyenyak. [tamat]
Rizki Maulida
Mendarat di Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM), Aceh Besar. Foto: Rizki Maulida/acehkini
Pemeriksaan paspor dan dokumen di Bandara SIM, Aceh Besar. Foto: Rizki Maulida/acehkini