Menolong Rohingya di Aceh: Tarik ke Darat Usai Debat dengan Aparat (4)

Konten Media Partner
1 Agustus 2022 10:18 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Nelayan dan warga terlibat debat dengan aparat terhadap sikap penyelamatan para pengungsi Rohingya di pesisir Aceh Utara. Akhirnya mereka ditarik ke darat dengan kondisi lemas.
Anak-anak pengungsi Rohingya yang mendarat di Lancok, Aceh Utara. Foto: Zikri M untuk acehkini
Satu kabar menyebar cepat di kalangan nelayan dan masyarakat pesisir Aceh Utara, tentang sebuah kapal rusak yang ditumpangi puluhan pengungsi Rohingya pada Rabu sore, 24 Juni 2020. Berita itu terdengar ke telinga Iswadi alias Aples (42 tahun), tokoh warga Gampong Lancok, Kecamatan Syamtalira Bayu.
ADVERTISEMENT
Kapal itu terlihat nelayan sekitar 4 mil dari wilayah Kecamatan Seunuddon, terombang ambing di perairan diduga mengalami kerusakan mesin. Kapal dihempas angin dan ombak bergerak ke arah Kuala Keureuto di Kecamatan Lapang. Nelayan mengirim kabar ke darat, tak berani mengambil tindakan apapun tetapi tetap mengawasi sambil memberikan bahan makanan dan minuman seadanya.
“Saya mendapat informasi pukul 3 sore ada (pengungsi) Rohingya dari Kuala Keureuto akan mendarat di Lancok,” kisahnya. Kuala Keureuto di Kecamatan Lapang, berbatasan dengan Kecamatan Seunuddon dan Syamtalira Bayu.
Di tengah aktivitasnya berjualan di kawasan wisata pantai Lancok, Iswadi terus memantau informasi. Tapi sampai malam, kapal Rohingya tak kunjung datang. Jelang tengah malam, kapal Rohingya dikabarkan terus bergerak ke arah Lancok mendekati daratan. Kamis pagi, kapal terlihat sekitar 1 mil dari bibir Lancok. “Orang di kapal sudah kelihatan, banyak anak-anak dan perempuan.”
ADVERTISEMENT
Iswadi meninggalkan pondoknya, menuju ke lokasi terdekat dengan kapal pengungsi yang juga area wisata dan pembuatan garam. Di sana telah berkumpul warga, dan aparat keamanan. “Warga Lancok berdiskusi dan mengambil kesimpulan untuk memasok makanan ke kapal Rohingya.”
Mantan Ketua Pemuda Lancok itu ikut mengutip dana sukarela kepada pengunjung pantai dan warga yang terus berdatangan. Setelah uang terkumpul, dibelikan makanan dan minuman untuk diantar kepada pengungsi dengan perahu nelayan, ikut serta aparat kepolisian. “Mereka masih belum boleh turun dari kapal,” jelasnya.
Kabar keberadaan Rohingya terus beredar di media. Sementara pemerintah belum mengeluarkan kebijakan untuk penyelamatan. Bahkan informasi terdengar simpang siur, sebagian menyebutkan akan segera didaratkan, dan kabar lainnya akan kembali ditarik ke lautan lepas.
ADVERTISEMENT
Mendengar kabar mereka bakal dilarung lagi ke laut, Iswadi panik. Sementara warga menunggu sikapnya sebagai orang yang dipercaya. Sampai pukul 17.30 WIB, kebijakan belum jelas saat hujan turun disertai petir. Iswadi sempat meminta kepada polisi dan pihak pemerintah di lokasi untuk mengizinkan warga menarik pengungsi ke darat, tapi aparat keamanan belum berani mengambil sikap karena masih menunggu perintah atasan.
Iswadi alias Aples. Foto: Habil Razali/acehkini
Di tengah dilema, Iswandi sempat mengatakan kepada aparat keamanan: “Sekarang kita harus berpikir dari hati ke hati, itu manusia bukan binatang. Seandainya itu binatang juga wajib kita bantu kalau darurat. Apakah kalian hari ini tidak mau menolong karena mereka kulit hitam, bukan kulit putih. Seandainya mereka kulit putih, mungkin saja bukan di sini mereka, tapi di dalam pendopo.”
ADVERTISEMENT
Saat itu, semua masyarakat yang hadir di pantai Lancok mendukung Iswadi. Lawan bicaranya berusaha menenangkan, dengan wajah masam. “Terus terang, saya juga menerima tekanan dari aparat keamanan karena berkeras hendak menarik ke darat,” sambung Iswadi.
Orang-orang semakin banyak berkumpul di lokasi, lebih dua ratusan, bukan hanya warga Lancok tapi juga dari wilayah tetangga. Atas dasar kemanusiaan, warga mengambil sikap untuk menjemput pengungsi, aparat tak kuasa mencegah.
Lalu beberapa perahu menarik kapal yang terdampar ke darat, warga menurunkan satu persatu etnis Rohingya untuk dikumpulkan di pondok wisata. “Pihak keamanan juga ikut membantu, bahkan ada polisi yang menangis melihat kondisi pengungsi,” kisah Iswadi.
Makanan dan minuman dibagi kepada mereka yang berjumlah 99 orang, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak. Seusai magrib, pihak pemerintah mengambil kebijakan untuk menjemput, dibawa ke bekas kompleks imigrasi di Blang Mangat, Kota Lhokseumawe. Pelayanan kesehatan diberikan bersamaan dengan pemeriksaan Covid-19.
Pemeriksaan kesehatan pengungsi Rohingya di Aceh Utara. Foto: Zikri M untuk acehkini
***
ADVERTISEMENT
Iswadi mengakui niat menolong pengungsi muncul saja secara tiba-tiba, mungkin sudah ditakdirkan Allah SWT untuk membantu. “Kalau mereka ditarik ke laut dan kemudian meninggal semuanya, itu bukan saja (warga) Lancok yang diazab oleh Allah SWT, tetapi juga Aceh dan Indonesia. Sesama manusia kok tidak mau menolong.”
Jika menolak menolong mereka, Iswadi menilai tidak ada harga lagi marwah Aceh yang notabene bersyariat Islam. Intinya adalah perikemanusiaan.
Usai menolong, Iswadi sempat diundang ke salah satu kantor lembaga di Lhokseumawe untuk wawancara dan diberi penghargaan kemanusiaan. “Apa yang saya lakukan hari ini untuk menjaga wajah baik Indonesia, terutama Aceh di mata dunia. Sampai hari ini saya tidak menerima uang satu rupiah pun karena menolong mereka dan saya juga tidak butuh pemberian apa pun karena pertolongan itu,” katanya.
ADVERTISEMENT
Belakangan, aksi nelayan dan warga di Lancok mendapat pujian dari masyarakat Internasional. Solidaritas untuk menyelamatkan pengungsi Rohingya telah menyelamatkan nama baik Indonesia. [bersambung]
Note: Sebagian materi tulisan telah dibukukan dengan judul ‘Aceh Muliakan Rohingya’ ditulis oleh jurnalis acehkini difasilitasi Yayasan Geutanyoe.