Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
MS Jantho Aceh Besar Eksekusi Tanah Dayah Tgk Cot Leupung, Kini Hak 6 Gampong
25 September 2024 16:08 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Mahkamah Syar’iyah (MS) Jantho, Aceh Besar melakukan eksekusi atas sebidang tanah dan beberapa bangunan di dalamnya, karena sengketa kepemilikan antara sejumlah warga dengan masyarakat di enam gampong (desa), Rabu (25/9/2024).
ADVERTISEMENT
Objek sengketa dikenal dengan nama Dayah Tgk Cot Leupung, terletak di Gampong Ateuk Lam Ura, Kecamatan Simpang Tiga, Aceh Besar. Eksekusi dipimpin langsung Ketua MS Jantho, Muhammad Redha Valevi, dihadiri oleh sejumlah hakim dan panitera, Kapolsek Simpang Tiga Iptu Safrizal, para perangkat gampong dan seratusan masyarakat.
Eksekusi itu dilaksanakan MS Jantho atas permohonan Syahrul Rizal, SH & Associates selaku kuasa masyarakat enam desa di Kecamatan Simpang Tiga, setelah sebelumnya melalukan serangkaian prose hukum di pengadilan syar’iyah.
Menurut Redha Valevi, gelar eksekusi yang dilakukan sesuai dengan Surat Penetapan Nomor 6/Pdt.Sks/2024/MS Jth tertanggal 20 September 2024, menyebutkan bahwa tanah seluas 10.000 meter persegi dan bangunan di dalamnya adalah milik sah enam desa, yaitu: Desa Ateuk Blang, Desa Ateuk Cut, Desa Ateuk Lamphang, Desa Ateuk Mon anah, Desa Ateuk Lampeuot, dan Desa Ateuk Lam Ara.
ADVERTISEMENT
“Hari ini kami menyatakan bahwa sesuai putusan MS Jantho, MS Aceh, dan Mahkamah Agung Republik Indonesia, objek (tanah) ini sah milik enam desa,” kata Redha.
Panitera MS Jantho juga memasang plang di atas tanah tersebut, berisikan status kepemilikan tanah sesuai putusan pengadilan. Berita acara esksekusi juga diserahkan kepada perangkat gampong sebagai pegangan.
Menurut Redha, eksekusi ini bukanlah menunjukkan siapa yang menang dan kalah. Kejadian tersebut dapatlah menjadi pelajaran bagi warga agar selalu bijak dalam bersikap serta saling menjaga kekompakan. “Jangan saling menghina hingga menimbulkan pertikaian,” katanya.
Ketua MS Jantho menegaskan setelah adanya penetapan tersebut, tidak boleh seorang pun merusak fasilitas di sana. Warga diminta menjaga dan memanfaatkan dengan baik. “Kalau ada yang merusak, maka akan berhadapan dengan hukum pidana,” katanya.
ADVERTISEMENT
Dia juga mengajak perangkat desa untuk mengurus sertifikat tanah tersebut, agar generasi ke depan mempunyai dasar hukum tetap untuk menjaga serta memanfaatkannya sebagai milik bersama.
Imum Chik Tgk Sabirin, mewakili masyarakat setempat menyampaikan terima kasih kepada MS Jantho dan para pihak yang telah membantu enam gampong untuk mendapatkan haknya. “Ini sudah kita lihat, bahwa tanah ini adalah milik masyarakat semuanya. Selanjutnya apa saja rencana untuk dilakukan (di sini), apa yang diharapkan semoga dapat berjalan sebagaimana mestinya,” katanya.
Sengketa Tanah Dayah
Kuasa hukum pomohon Syahrul Rizal mengatakan awalnya tanah seluas satu hektar tersebut adalah milik Masjid Al Munawwarah yang membawahi enam gampong. Di atas tanah tersebut tumbuh pohon kelapa, sawah, dan lainnya yang dimanfaatkan untuk kemakmuran masjid. Sebuah kuburan yang diyakini sebagai makam Teungku Cot Leupung juga terdapat di sana.
ADVERTISEMENT
Sekitar tahun 2000, Pengurus Mesjid Al Munawwarah bersama beberapa tokoh masyarakat bermaksud memanfaatkan tanah tersebut sebagai tempat pendidikan dan panti asuhan anak yatim. Maka berdirilah Yayasan Teungku Cot Leupung di sana.
Menurutnya, pascatsunami Aceh, yayasan berhasil memfasilitasi bantuan dari sebuah LSM untuk membantu enam bangunan permanen, termasuk musala. LSM tersebut juga membantu penguatan kapasitas dan manajemen pengelolaan pendidikan dan panti asuhan.
“Karena keterbatasan santri, proses pendidikan dan panti asuhan belum dapat berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Kondisi tersebut kemudian menyebabkan proses pendidikan dan kegiatan panti asuhan tertunda,” jelas Syahrul.
Pada 2008, dayah tersebut mulai dikuasai oleh salah seorang tergugat dengan membuka balai pengajian tanpa sepengetahuan pihak kemasjidan dan pengurus yayasan. Ikut didirikan sejumlah bangunan tambahan di tanah tersebut.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya pada tahun 2021, pihak kemasjidan yang membawahi enam desa, mendapat informasi bahwa tanah tersebut telah dibuat menjadi hak Gampong Ateuk Lam Ura. Selanjutnya juga dibuat sebuah lembaga pendidikan yang bertempat di tanah sengketa tersebut, lengkap akta notaris. Nama lembaga hampir sama dengan nama yayasan sebelumnya, yaitu; Lembaga Pendidikan Islam Dayah Teungku Chik Cot Leupung.
Kata Syahrul, warga kemudian menggugat kepemilikan tanah tersebut sejak tahun 2022 lalu ke MS Jantho. “Jadi termohon sudah menguasainya secara pribadi dengan membuat akta hibah dengan mengurus serangkaian surat menyurat yang seolah-olah itu milik pribadi. Masyarakat kemudian menggugat, saya dan kawan-kawan yang mendampingi,” ujar Syahrul Rizal.
“Lalu kemudian kita mohonkan ke MS Jantho, majelis menerima permohonan. Lalu, termohon kasasi ke MS Aceh, majelis hakim tetap menguatkan putusan MS Jantho. Namun, termohon kembali kasasi ke Mahkamah Agung dan majelis hakim MA menolak kasasi tersebut. Selanjutnya kita mohon ekseskusi ke MS Jantho dan eksekusi dilaksanakan hari ini,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Amatan di lokasi saat eksekusi berlangsung, seratusan warga ikut memasak kuah beulangong sebagai menu makan siang bersama. []