news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Nasib Nisan Warisan Kesultanan Aceh Tak Terurus di Gampong Pande (2)

Konten Media Partner
6 Maret 2021 11:02 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Di Gampong Pande, Banda Aceh, nisan-nisan kuno memberi bukti sejarah peradaban Aceh masa silam. Kini, selain terusik proyek pembangunan Instalansi Pengolahan Air Limbah (IPAL), sebagian besar pusara indatu tak terurus. acehkini menuliskan laporan khusus tentangnya.
Nisan kuno warisan peradaban Aceh di Gampong Pande, Banda Aceh. Foto: Suparta/acehkini
Sekitar sepuluh batu nisan terlihat menyembul dalam sebuah areal tanah di pinggiran Gampong Pande, Kecamatan Kutaraja, Kota Banda Aceh, Aceh. Kain kuning yang menutupi bagian atas nisan sudah memudar. Ujung kainnya menjuntai menyentuh inskripsi dengan tulisan Arab yang terpahat pada sisi tengah nisan.
ADVERTISEMENT
Meski masih dalam satu areal makam kuno, letak nisan-nisan itu terpisah sekitar sepuluh meter. Api menyala-nyala membakar semak belukar di sela-sela nisan ketika acehkini mengunjungi kawasan itu, pada Jumat (26/2/2021) sore. "Tanah ini kami bersihkan, karena baru kami beli," kata Pak Din, warga Lampaseh Kota, Banda Aceh, yang lagi bekerja bersama seorang teman.
Pak Din membeli tanah itu beberapa waktu lalu. Rencananya, tanah tersebut bakal dibuat pemakaman umum untuk warga Desa Lampaseh Kota. Karena masih rawa-rawa, sebagian tanah itu hendak ditimbun supaya ketinggiannya rata dengan badan jalan di sisinya. Sementara nisan-nisan lama yang terdapat di sana bakal diangkat, lalu dipasang kembali pada posisi semula.
"Kami paham nisan-nisan itu peninggalan sejarah, maka kami tidak merusaknya. Namun, coba bayangkan bila tanah ini dibeli untuk dibangun rumah, bagaimana nasib nisan-nisannya," ujar Pak Din.
ADVERTISEMENT
Nisan-nisan berinskripsi tulisan Arab bukan saja terdapat pada tanah yang dibersihkan Pak Din itu, tetapi tersebar hampir di semua sudut Gampong Pande. Sejak 2012, Masyarakat Peduli Sejarah Aceh (Mapesa) melakukan kerja sukarela dengan menata kembali nisan-nisan yang sudah rusak atau tertimbun karena tsunami Aceh 2004. "Ada ribuan batu nisan dan puluhan kompleks makam kuno yang ditemukan," kata Ketua Mapesa Mizuar Mahdi, kepada acehkini, Rabu (3/3/2021).
Nisan kuno tak terurus. Foto: Suparta/acehkini
Pemetaan yang dilakukan oleh Sejarawan dan Arkeolog Universitas Syiah Kuala Husaini Ibrahim, jumlah kompleks temuan nisan berusia ratusan tahun di Gampong Pande adalah 64 titik. "Dalam satu titik ada puluhan batu nisan," jelasnya.
Ditemukan dalam rawa-rawa atau tambak milik masyarakat, sebagian besar kondisi nisan-nisan hancur dan tertimbun lumpur. Temuan Mapesa dengan membaca inskripsi yang terpahat pada nisan, pemiliknya adalah tokoh-tokoh pada masa Kesultanan Aceh Darussalam.
ADVERTISEMENT
Misalnya, batu nisan Sitti Ula Syah binti Sultan Alauddin Al-Qahhar bin Sultan Ali Mughayat Syah. Sultan Alaudin Al Qahhar adalah sultan ketiga yang memimpin Kesultanan Aceh Darussalam, sekitar tahun 1537-1568 Masehi. Ketika ditemukan, nisan putri sultan ini terbenam dalam lumpur.
Selain itu, pada saat penataan ulang di titik lumpur lain di Gampong Pande, Mapesa menemukan batu nisan Syaikhul 'Askar, seorang ulama yang ditugaskan sebagai instruktur laskar atau angkatan bersenjata Kesultanan Aceh Darussalam. Ia bergelar Jamaluddin, dan wafat pada 951 Hijriah atau 1544 Masehi.
Mapesa juga menemukan nisan seorang ulama bernama Tun Kamil, yang wafat pada 930 Hijriah atau 1524 Masehi, masa kepemimpinan Sultan Agung 'Ali Mughayat Syah bin Syamsu Syah. Nisan Tun Kamil ditata di tanah perbatasan Gampong Pande dan Gampong Peulanggahan.
Salah dari nisan itu adalah nisan Tun Kamil, yang ditata di perbatasan Gampong Pande dan Gampong Peulanggahan. Foto: Suparta/acehkini
Selain itu, Mapesa juga menemukan nisan Syahbandar Mu'tabar Khan dengan panjang sekitar satu meter. Dari inskripsi di nisan, kata Mizuar, disebutkan bahwa nisan tersebut milik syahbandar tahun 1550 Masehi. "Penemuan-penemuan itu menunjukkan bahwa Gampong Pande kawasan kota penting dan pelabuhan pada masa Kesultanan Aceh Darussalam" ujar Mizuar.
ADVERTISEMENT
Meski sudah ditata ulang Mapesa, keberadaan nisan-nisan itu terancam ketika sang pemilik menjual tanahnya ke orang lain. Tidak cuma itu, pembangunan yang dilakukan di tanah tempat nisan itu terletak dikhawatirkan akan menimbun kembali nisan-nisan itu.
Temuan acehkini di sekitar lokasi nisan Tun Kamil, kini mulai ditimbun untuk pembangunan sebuah kompleks pesantren. Jumat sore itu, sebuah mobil bak terbuka bermuatan tanah pasir berhenti dengan jarak sepelemparan batu dari nisan. Dua lelaki dengan butiran peluh di wajah menurunkan pasir-pasir dari bak mobil ke tanah berlumpur.

Makam Kuno Sudah Didata BPCB

Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Aceh Nurmatias mengaku sudah mendata dan meregister temuan nisan-nisan di Gampong Pande. BPCB Aceh juga telah menetapkan juru pelihara makam di sana.
ADVERTISEMENT
Namun, untuk penetapan sebagai situs cagar budaya harus berjenjang dengan dilakukan penetapan terlebih dahulu oleh Wali Kota Banda Aceh, kemudian Gubernur Aceh, sampai ke tingkat nasional. "Ketika itu sudah menjadi cagar budaya nasional, nanti BPCB Aceh akan melakukan pelestarian secara komprehensif," katanya kepada acehkini, Rabu (3/3).
Di luar nisan-nisan yang ditemukan dalam lumpur, saat ini sudah ada tiga kompleks makam di Gampong Pande yang masuk dalam situs cagar budaya BPCB Aceh. Ketiganya yaitu Makam Tuan di Kandang, Makam Raja-Raja Gampong Pande, dan Makam Putroe Ijo.
Komplek makan Tuan Di Kandang, ulama besar yang punya andil mendirikan Kesultanan Aceh. Foto: Suparta/acehkini
Dari puluhan kompleks makam yang ditemukan Mapesa tertimbun dalam rawa di Gampong Pande, sampai saat ini baru satu titik yang sudah diregister oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Banda Aceh. Kompleks makam itu adalah yang terdapat nisan Tun Kamil, terletak dalam areal pesantren di perbatasan Gampong Pande dan Gampong Peulanggahan.
ADVERTISEMENT
Sementara nisan-nisan yang lain, disebut masih terus dilakukan pendataan dan pengkajian lebih mendalam, sebelum diregister. "Nisan di Gampong Pande cukup banyak dan tersebar, kami belum menetapkan secara keseluruhan. Yang pasti semua nisan itu akan dilestarikan, upaya penyelamatan terus dilakukan," kata Daswita Mandeh, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Banda Aceh, kepada acehkini, Kamis (4/3).
Mapesa berharap nisan-nisan di Gampong Pande segera ditetapkan sebagai situs cagar budaya untuk menahan laju jual beli tanah yang terdapat batu nisan. Selama ini, Mapesa telah menyosialisasikan kepada pemilik tanah bahwa sangat penting keberadaan nisan itu. Namun, mereka tidak mampu melarang bila sang pemilik tetap menguangkan tanahnya. Bila tanah terjual, nasib nisan di dalamnya terancam. "Pemerintah harus turun tangan," tutur Mizuar. []
ADVERTISEMENT