Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten Media Partner
Nestapa Pengungsi Rohingya: Ingin ke Malaysia, Terdampar di Ujung Sumatra
27 Desember 2022 17:15 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Niatnya adu nasib ke Malaysia , tapi arah angin mendorongnya ke ujung Pulau Sumatra. 57 pengungsi Rohingya gagal menapaki tanah impian setelah belasan hari kelaparan.
Zahid Husen lima tahun ini menempati tenda pengungsian di kawasan Cox's Bazar, Bangladesh. Tak ada kesibukan di kamp khusus muslim Rohingya itu. Waktunya lebih banyak luang.
ADVERTISEMENT
"Sehari-hari hanya tidur, makan, dan salat," kata pria 18 tahun ini. "Tanpa pekerjaan, tanpa uang."
Sejak 2017, Zahid bersama dua saudari, ayah, dan ibunya hengkang dari tanah lahirnya di Myanmar. Selain sekeluarga ini, tahun itu, Badan PBB Urusan Pengungsi (UNHCR) mencatat migrasi besar Rohingya ke negara tetangga: Bangladesh.
Menghindar kekerasan dari pemerintah Myanmar -di negerinya sendiri- ribuan orang lantas menyeberang setiap hari.
Lima tahun di kamp pengungsi, orang tua Zahid meminta anaknya berangkat. "Situasi di sana tidak baik. Ayah suruh saya mencari negara lain," ujarnya kepada acehkini, Selasa (27/12).
Senin, 28 November lalu, Zahid lantas naik kapal di pinggir laut Bangladesh. Tujuannya ke Malaysia. Selain cari uang, ia ingin melanjutkan pendidikan tinggi, sesuatu yang sulit didapat di kamp.
ADVERTISEMENT
Apakah bayar untuk naik kapal? "Saya tidak tahu. Ayah antar saya ke kapal," kata Zahid.
Tantangan di Laut adalah Mati
Termasuk Zahid, penumpang kapal bernama FB Tarikul Islam 2 itu capai 57 orang. Tiada yang ia kenal, selain sepupunya: Rahimullah. Laki-laki 17 tahun ini anak dari adik ayah Zahid.
Bekal makanan dibawa serta: nasi, ikan, dan ayam. Perkiraan mereka cukup untuk sepekan ke depan. Kapal berangkat. Mengarungi Teluk Benggala dan Selat Malaka yang gemuruh.
Meski diirit, makanan ternyata hanya cukup sembilan hari. "Setelahnya tidak makan. Minum air laut saja," tuturnya.
Tanah impian yang dibayangkan jauh dari pelupuk mata. Target ke Malaysia tiba-tiba kandas di tengah samudra. Kapal kayu yang ditumpangi itu rusak mesin. Layar dibentangkan dan haluan berharap pada arah angin berhembus.
ADVERTISEMENT
Apa tantangan selama di laut? "Mati," kata Zahid.
"Beruntung, tidak ada yang mati karena Allah menjaga kami," sambungnya.
Hari ke-27, angin mendorong kapal ke perairan Aceh. Dari kejauhan, mereka menemukan daratan karena melihat bukit menjulang di ujung Sumatra. Ahad (25/12) dini hari lalu, kapal itu pun terpasah di pantai Gampong Ladong, Mesjid Raya, Aceh Besar.
Warga sekitar menyelamatkan mereka. Turun ke darat, pengungsi diberi makanan dan minuman. Sebelas hari kelaparan, hari itu Zahid dan teman-temannya kembali peroleh makanan.
Empat orang dari mereka sakit saat tiba di darat. Polisi dan pihak terkait bergegas menanganinya. Selain mesin rusak, menurut polisi, lambung kapal itu juga bocor.
"Mereka mendarat dan beristirahat di Ladong karena lambung kapal bocor dan makanan habis," kata Winardy, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Aceh.
Dari pantai Ladong, 57 pengungsi ini lalu dipindahkan ke UPTD Rumoh Sejahtera Beujroh Meukarya milik Dinas Sosial Aceh. Terpaut sekitar 500 meter dari tempat mereka mendarat.
ADVERTISEMENT
"Saya berharap aman tinggal di sini," kata Zahid, fan Cristiano Ronaldo itu. []