Nyaris Gagal Jumpa karena Rencong, Kisah Gubernur Aceh Temui Presiden Mesir (24)

Konten Media Partner
7 Februari 2022 9:53 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Usai masa DI/TII, fungsi rencong sebagai senjata perlahan memudar. Sementara fungsinya sebagai perhiasan dan cendera mata semakin populer. Banyak orang luar Aceh jika berkunjung ke Serambi Mekkah akan membeli rencong sebagai kenangan.
Gubernur Aceh (1957-1964), Ali Hasjmy. Dok. Museum Ali Hasjmy
Sejarawan Aceh, Tgk Badruzzaman Ismail, ingat persis kisah yang diceritakan (Alm) Ali Hasjmy kepadanya tentang rencong sebagai bagian pakaian adat Aceh. Ali Hasjmy adalah Gubenur Aceh yang menjabat antara tahun 1957 sampai 1964. Salah satu tokoh Aceh yang paling banyak menulis buku.
ADVERTISEMENT
Kata Pak Bad, -panggilan Tgk Badruzzaman Ismail- Gubernur Ali suatu ketika diundang Presiden Mesir, Gamal Abdul Naseer untuk anugerah penghargaan di bidang budaya. Terbang ke sana, Ali Hasjmy ikut membawa pakaian adat dan rencong untuk dipakai saat acara.
Diundang ke kantor Presiden, Gubernur Ali memakai pakaian adat lengkap dengan rencong di pinggang bagian depan. Tiba di kantor Presiden Gamal Abdul Nasser, para pengawal memeriksanya. Gubernur Aceh itu diminta meninggal rencongnya atau tak boleh masuk.
Dokumen foto Ali Hasjmy di museumnya. Foto: Adi Warsidi
Ali Hasjmy marah dan berkata: "Bilang sama presiden kau, kalau rencong aku tidak boleh masuk di sini, aku pulang. Tidak jadi pertemuan," kisah Pak Bad.
Gubenur Ali ikut menjelaskan tentang pakaian adat Aceh. Pengawal menyampaikan hal itu kepada ajudan Presiden Gamal di ruangnya. Setelah menunggu beberapa menit, Ali Hasjmy akhirnya dapat bertemu Presiden Gamal Abdul Nasir, tanpa melepas rencongnya.
ADVERTISEMENT
“Begitulah seharusnya, setiap memakai pakaian adat Aceh sejatinya harus ada rencong karena itu kelengkapan. Rencong telah menjadi simbol sejarah kemegahan, telah menjadi identitas orang-orang Aceh,” jelas Pak Bad.
Pengalaman hampir sama juga dialami Badruzzaman. Tokoh adat itu kerap memakai rencong saat melakukan peusijuek (tepung tawar) para pejabat Indonesia kala berkunjung ke Aceh. “Saya pernah mem-peusijuek RI 1 (presiden), RI 2 (wakil presiden), dan para pembesar negara ketika berkunjung ke Aceh, saya pakai rencong karena saya sudah steril. Kalau kita mem-peusijuek presiden, rencong kita diperiksa oleh keamanan. Jadi tidak bisa kita tarik, jadi hanya perlengkapan untuk tidak menghilangkan suatu penampilan pakaian adat,” kata Tgk Badruzzaman.
Rencong dipakai penari Seudati, tarian tradisional Aceh. Foto: Suparta/acehkini
Badruzzaman menilai, rencong di masa kini penting dijaga sebagai identitas budaya. “Hari ini rencong menjadi hiasan kebangsaan, inilah peninggalan nenek moyang kami dulu. Kebanggaan dan menumbuhkan keberanian,” katanya.
ADVERTISEMENT
Bahkan, banyak orang Aceh yang bermukim di luar Aceh menyimpan rencong di rumahnya. Paling tidak, menjadi hiasan dinding sebagai simbol perjuangan leluhurnya di masa lalu. “Kalau tidak ada rencong, anda (sebagai orang Aceh) sekarang mau membanggakan apa? Rencong bukan untuk berperang terus, tapi sekarang menjadi tanda kehormatan.”
Sebagai perhiasan, rencong menjadi perlengkapan pakaian dalam upacara adat maupun perkawinan. Rencong bermakna mendaulat dan meningkatkan martabat pengantin. Dalam peribahasa Aceh disebut ‘ta takot keu angkatan, ta malei keu pakaian’ (menakuti kepada angkatan, malu kepada pakaian). ‘Keu angkatan’ itu cerminan kekuasaan dan secara visualnya bermakna senjata yaitu rencong.
Jadi menjadi kebanggaan pada orang Aceh, bahwa rencong mengandung nilai sejarah peninggalan pahlawan dulu yang lebih menonjol karena berperang. Hari ini generasi muda dapat menjadi pahlawan dalam membangun bangsa dan daerahnya, membangkitkan nilai-nilai itu menjadi bermanfaat.
ADVERTISEMENT
Rencong masa kini juga digunakan dalam kesenian seperti tarian seudati dan top daboh. Kehadirannya dalam tarian sebagai nilai yang memacu semangat dan keberanian jiwa. []