Pentingnya KEL, Empat Spesies Kunci Bisa Hidup Bersama

Konten Media Partner
28 Februari 2019 10:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Keindahan alam Hutan Ketambe, Aceh Tenggara yang terletak di dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Foto: Adi Warsidi
zoom-in-whitePerbesar
Keindahan alam Hutan Ketambe, Aceh Tenggara yang terletak di dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Foto: Adi Warsidi
ADVERTISEMENT
Konservasi Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang dikenal sebagai paru-paru dunia menjadi tempat hidup bersama empat spsesies kunci yang dilindungi. Kawasan itu juga berfungsi sebagai penyedia air bagi sebagian besar penduduk Aceh.
ADVERTISEMENT
Sekretaris Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) Badrul Irfan mengatakan, hanya di KEL ada empat spesies kunci yang bisa hidup bersama. Keempat spesies kunci dimaksud adalah badak, harimau, orang utan dan gajah. "Di tempat lain mungkin ada orang utan tapi tidak ada badaknya, hanya di KEL bisa hidup bersama," katanya dalam diskusi publik di Banda Aceh, Rabu (27/2) sore. Diskusi diikuti oleh para generasi muda di Aceh.
KEL juga mempunyai fungsi penting untuk menjaga kebutuhan air sekitar 4 juta warga yang ada di sekitarnya. Ini lebih dari dua pertiga penduduk Aceh, yang totalnya 5,2 juta jiwa. "Jadi sangat penting dilakukan upaya-upaya untuk melestarikan Kawasan Ekosistem Leuser," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, berbicara tentang KEL tidaklah semuanya hutan lindung, ada juga kawasan budidaya namun tetap harus diperlakukan secara khusus karena mempunyai sensitifitas yang tinggi. Sebab nasib KEL terus mengalami kerusakan (deforestasi). Hasil pemantauan HAkA akhir tahun 2018, luas tutupan hutan Aceh menyusut menjadi sekitar 3.004.352 hektare. Kerusakan tersebut diakibatkan aktifitas pembalakan liar, perambahan hutan, perburuan satwa dan pembukaan akses jalan yang meningkat.
Diskusi Publik tentang KEL di salah satu warung kopi di Banda Aceh, Rabu (27/2). Foto: Husaini Ende
KEL merupakan salah satu wilayah konservasi yang terletak di dua provinsi, Aceh dan Sumatera Utara, dengan luas total 2,6 juta hektare. Sebesar 2,25 hektare di antaranya berada di Aceh, terbentang di 13 kabupaten/kota.
Badrul menyebutkan, meskipun isu lingkungan selalu menarik untuk diperbincangkan, sebenarnya yang terpenting adalah aksinya. "Harapannya ada hal yang bisa dilakukan sekecil apapun, mulai peduli lingkungan sekitar untuk lingkungan kita yang lebih baik ke depan," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Koordinator Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) Aceh TM Zulfikar menyatakan, isu lingkungan di Aceh sangat dekat dengan kondisi riil masyarakat. "Kita bisa lihat dalam dokumen rencana pembangunan jangka panjang Aceh, kita memiliki wilayah pegunungan dan perbukitan hingga 68 persen. Artinya wilayah yang harus ditutupi, kalau rusak maka hutan semakin tergerus," sebutnya.
Dia menambahkan, Aceh juga memiliki kawasan strategis nasional yang dikenal dengan nama KEL. Sehingga menurutnya Aceh harus bangga memiliki kawasan tersebut. "KEL memiliki arti penting bukan hanya untuk Aceh dan Indonesia, tapi juga dunia, memiliki biodiversity (keanekaragaman hayati) paling lengkap," ujarnya.
Kebakaran lahan di area perkebunan warga di Gayo Lues, dalam Kawasan Ekosistem Leuser, Maret 2016. Foto: Adi Warsidi
Pengamat Hukum dan Lingkungan, Bakti Siahaan, mengatakan menjelang Pemilu 2019, lingkungan selalu menjadi isu penting bagi calon legislatif (caleg). Saat menjadi anggota legislatif nantinya, mereka diharapkan dapat melahirkan aturan-aturan yang pro-lingkungan.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, dia mengajak pemilih harus cerdas melihat calon yang memang betul-betul memperjuangkan alam dan lingkungan lebih baik lagi. "Misalnya untuk mendapat hak lingkungan yang bersih dan sehat, carilah orang-orang yang mau berkontribusi pemikiran dan tenaga serta kerjanya ke depan harus punya persepsi dan pandangan seperti itu," pungkas Bakti. []
Reporter: Husaini Ende