Ramadan di India, Jalan Panjang Menuju Kashmir (2)

Konten Media Partner
1 Juni 2019 15:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Keindahan pegunungan dalam perjalanan ke Kashmir, India. Foto: Khiththati/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Keindahan pegunungan dalam perjalanan ke Kashmir, India. Foto: Khiththati/acehkini
ADVERTISEMENT
Dari Amritsar, wilayah yang juga berbatasan dengan Pakistan, kami berangkat ke Jammu. Berangkat pukul 23.00 malam, tiba pukul 04.00 pagi di sana. Beberapa supir auto sudah bersiap di terminal. Dari Jammu, ada beberapa pilihan menuju Srinagar, sewa mobil atau naik bus pemerintah.
ADVERTISEMENT
Auto berhenti di depan sebuah bangunan, sepi tanpa lampu. Hanya ada penerangan dari jalan. Pengguna bus membeli tiketnya di sini. Senyap, tidak ada orang sampai matahari terbit. Beberapa orang datang menanyakan, apakah kantor sudah ada pekerja, karena biasanya tempat ini sudah menjual tiket mulai dari jam 6.30 pagi waktu setempat.
Pukul 07.30 pagi, Salim datang dengan motornya. Ia tidak menggunakan baju dinas, memberi kabar bahwa hari itu tidak ada bus yang menuju Srinagar. Ini disebabkan highway tutup, dan hanya buka dari arah sebaliknya. Jammu-Kashmir buka tutup jalan karena kondisinya. Jika menggunakan highway ini, bus bisa mencapai Srinagar dalam waktu 8 jam.
“Bagaimana kalau kalian naik mobil saja? Ada jalan lain namun lebih jauh sekitar 10 jam,” sarannya. Setelah kami mengiyakan, ia membantu mencari mobil dengan harga tidak terlalu mahal. “Ini harganya 1.300 rupee dan kalian jangan membayar lebih,” katanya, setelah mendapat mobil.
ADVERTISEMENT
Harga ini lebih murah dari pada harga biasanya yang mencapai 1.800 rupee per orang untuk sharing mobil. Sedangkan untuk ongkos bus sendiri hanya 800 rupee. Walaupun mengalami sistem buka tutup jalan, bukan berarti daerah ini tertutup. Setiap harinya ada belasan penerbangan ke Srinagar. Jalan darat hanya salah satu pilihan saja.
Salim menunggu sampai supir bernama Kumar datang menjemput. “So sister are you roza today? (jadi sister, kamu berpuasa hari ini),” tanya Salim. Saat kami mengiyakan, ia tersenyum. “Allah hafis,” katanya lagi saat kami menaiki mobil. Kata itu sering diucapkan muslim di India kala berpisah.
keindahan alam kawasan Sonamarg, Kashmir. Foto: Khiththati/acehkini
Kawasan pegunungan Kashmir. Foto: Khiththati/acehkini
Kumar, sang supir membawa kami ke terminal mobil. Di sana kami menunggu penumpang lainnya karena sebelum penuh, mobil tidak akan berangkat. Dua jam menunggu, tidak ada tanda mobil akan berangkat. Kumar menyuruh kami menaiki mobil lain yang sudah cukup penumpang.
ADVERTISEMENT
“Abang kalian (Salim) menelepon saya dan bertanya apakah sudah berangkat? Katanya kalian berpuasa jadi bagusnya sampai di Kashmir sebelum senja,” katanya.
Saat dia mengangkat barang-barang, saya ingin memberinya sedikit uang, tapi Kumar menolak. “Bukan rezeki saya hari ini,” ujarnya tersenyum.
Mobil akhirnya berangkat pukul 10.00 pagi, Kumar melambaikan tangannya. Kami duduk di bagian paling belakang. Begitu melewati persimpangan tak jauh dari terminal, mobil diberhentikan polisi. Supir diminta turun untuk menunjukkan kelengkapan surat-surat.
Jammu-Kashmir adalah negara bagian di India Utara, biasa disingkat J&K. Wilayah itu meliputi 3 daerah yaitu Jammu, Kashmir, dan Ladakh. Berada di pegunungan Himalaya, kawasan itu berbatasan dengan negara bagian Himachal Pradesh di selatan, negara Pakistan di arah barat dan Republik Rakyat Tiongkok di utara. Ibu kotanya berada di Srinagar sebagai kota paling besar, hanya selama musim panas. Saat musim dingin tiba, pusat pemerintahan pindah ke Jammu.
Suasana di Kota Srinagar, kawasan Kashmir. Foto: Khiththati/acehkini
Selama perjalanan banyak pos polisi dan tentara dilewati, semua mobil diminta perlahan. Sebagian lagi, sopirnya harus menghadap ke pos. Namun, penumpang tetap di dalam mobil. Jalan tidak mudah sampai siang hari, dan belum setengah jalur terlewati.
ADVERTISEMENT
Mobil berhenti di rumah makan kecil di sebuah desa. Siang itu panas, India sedang menuju puncak musim panas. “Makan?” kata sopir. “Roza (puasa),” mendengar kata itu ia hanya tersenyum.
“Masih ada 08.00 jam lagi,” sambungnya. Ia meminta kami untuk turun dan beristirahat, sedangkan dia dan penumpang lainnya makan.
Sepanjang jalan terjal, jarang beraspal. Para penduduk nomaden mengiring kambing-kambing mereka ke arah gunung ikut mempersempit jalan. Menjelang sore, mobil baru mencapai puncak tertinggi di pegunungan antara Jammu dan Kashmir. Jalanan licin karena salju mencair. Beberapa tentara terlihat mengatur jalan.
Menyelusuri gunung, menjelang sore mobil mulai menurun menuju lembah. Hujan gerimis, sayup-sayup dari kejauhan azan magrib terdengar. Penduduk desa tampak duduk di depan kedai dan rumah mereka, diterangi lampu minyak kecil. Perjalanan belum berakhir, dari petunjuk jalan, Srinagar masih berjarak 95 kilometer lagi.
ADVERTISEMENT
Malam merambat turun, perjalanan terus lanjut. Sesekali mobil masih dihentikan aparat, sopir hanya memperlihatkan surat-surat kendaraan. Suara tadarus terdengar dari masjid-masjid kecil di pinggir jalan. Menjelang pukul 10.00 malam, mobil memasuki kota, jamaah tarawih masih berada di masjid. Perjalanan selama 12 jam berakhir sudah.
Karena tidak memiliki sim card handphone, sopir membantu menghubungi kontak kami di Kashmir. Dia menunggu menunggu sampai kami dijemput. Malam itu kami menginap di house boat, suhu malam di sini berkisar 7 derajat Celsius.
Pemiliki penginapan mempersiapkan kamar dengan pemanas. Ia juga menyiapkan makanan yang hangat. “Pasti kalian lelah dan lapar, makanan akan kami antar ke kamar kalian. Istirahat dan selamat datang di Kashmir,” katanya tersenyum.
ADVERTISEMENT
Sebelum waktu imsak keesokan subuhnya, kami dibangunkan dan makanan dihidangkan. Lengkap dengan chai, sebagai penyemangat pagi katanya. Udara terasa dingin. Ramadan di sini sungguh menyenangkan.
Para penduduk Kashmir. Foto: Khiththati/acehkini
Aneka kue di kedai Kota Srinagar. Foto: Khiththati/acehkini
Cuaca sejuk tidak membuat puasa terasa berat. Imsak dimulai pada pukul 4 pagi dan jadwal berbuka pukul 19.25 malam. Pagi hari, masyarakat melakukan kegiatan seperti biasanya. Malamnya mereka meramaikan masjid. Namun di sini, perempuan melakukan ibadah malam di rumah. Kios-kios makanan tutup menjelang berbuka, dan hampir sepanjang malam. Suara tadarus terdengar dari pengeras suara.
Keadaan di Srinagar sungguh bersahabat, begitu pula kondisi cuacanya. Hari pertama di sana, kami berkeliling kota. Setiap bertemu dengan penduduk lokal mereka tersenyum dan mengucapkan salam. Juga terlihat beberapa kuil Hindu dan sikh yang cantik, walaupun jumlahnya tidak banyak.
ADVERTISEMENT
Masjid dan pasar ramai. Suasana Ramadan terasa di setiap sudut kota. Pemadaman listik juga kerap terjadi di sini karena pasokan kurang. Namun penduduk mempunyai cara sendiri untuk menanggulanginya. Hampir setiap rumah berjendela banyak untuk pencahayaan di siang hari. Mereka juga memasang panel solar, sehingga beberapa lampu tetap hidup dan tidak gelap.
Sebuah kedai berjualan mainan di sudut kota Srinagar. Foto: Khiththati/acehkini
Penduduk Kashmir mengisi Ramadan dengan membuat kerajinan rotan. Foto: Khiththati/acehkini
Tidak seperti biasanya, tak banyak terlihat turis asing. Ini dipengaruhi kondisi keributan beberapa bulan lalu, membuat kunjungan wisatawan turus drastis. Banyak penduduk Kashmir menggantungkan mata pencahariannya dari wisata.
“Kashmir itu areanya juga luas, terkadang masalah yang terjadi di sebuah lokasi yang jauh di sana berefek kepada seluruh daerah sini,” ungkap Aijaz, warga Srinagar.
Menurutnya terkadang pemberitaan tentang Kashmir juga tidak adil, kesannya selalu ada masalah konflik di sini. “Tidak ada konflik agama di sini, kita hidup damai antara umat beragama walaupun kemudian kepentingan salah satu pihak bisa memicu masalah. Tapi sama sekali bukan masalah agama,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Aijaz mengatakan bahwa konflik itu ada hanya soal politik, dan perbatasan negara. Kemudian beberapa orang menyebarkan kebencian dan semuanya menjadi rumit. “Kebencian itu seperti menyebar api, siapa yang tidak punya benteng pengetahuan pasti akan cepat tersambar dan terbakar kemarahan,” sambungnya lagi.
“Dan terkadang, media membuat isu, hingga bertambah buruk,” katanya.
Di sini, muslim dijamu sebagai keluarga sendiri. Selama Ramadan, penginapan selalu menyiapkan makanan berbuka dan sahur. Mereka selalu membangunkan para tamu yang menginap.
Hidangan khas kashmir untuk berbuka, babrebuel, dan savaya kher. Foto: Khiththati/acehkini
Selama berbuka beragam makan khas dihidangkan. Seperti kurma, babrebuel, savaya kher dan halwa yang manis. Babrebuel adalah minuman lokal yang terbuat dari campuran susu, kelapa iris, potongan kurma dan biji basil. Sedangkan Savaya kher sejenis bubur dengan campuran beragam biji-bijian dan kismis. Makan malam dilakukan setelah salat magrib.
ADVERTISEMENT
Dibandingkan masakan India lainnya, masakan di sini kurang rempah, acar dan kari. Banyak sayuran tumis. Khasnya adalah rogan josh atau kari domba yang sedap. Semua hidangan dihidangkan hangat. [bersambung]
Nasi dan sayur untuk berbuka di Kashmir. Foto: Khiththati/acehkini
Warga dan wisatawan menikmati pegunungan yang mengintari Kashmir. Foto: Khiththati/acehkini
Khiththati (India)