Rapai, Alat Musik Tradisional Aceh: Penghenti Perang dan Bikin Kebal

Konten Media Partner
8 Januari 2023 12:05 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Rapai sebuah alat musik pukul tradisional Aceh dikenal sejak lama, rapai dipakai dalam hajatan besar seperti menyambut damai, menghibur, hingga aroma mistis kebal membuat tubuh kebal senjata tajam.
Pemain rapai di Aceh saat Festival Perkusi Aceh 2022. Foto: Suparta/acehkini
Rapai Pasee tergantung di atas balok kayu yang dibuat khusus di belakang truk terbuka, di sampingnya berdiri gagah para pemukulnya. Ada 3 truk yang masing-masing memuat 10 rapai di belakangnya. Mereka unjuk kebolehan di sekitar Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, dalam sebuah agenda besar kampanye menghentikan perang Aceh pada 7 Agustus 2005.
ADVERTISEMENT
Saat itu, perjanjian damai Aceh antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) hampir mencapai sepakat di Helsinki, Filandia. Warga Aceh menanti dengan penuh harap, dan akhirnya perang pun berhenti di Aceh pada 15 Agustus 2005.
Rapai Pasee yang ditabuh berbarengan, bhum… bhum… bhum. Suaranya menggelegar disertai riuh tepukan para penonton, warga yang berjejer di sepanjang jalan dalam kota Banda Aceh untuk menyaksikan pawai damai. Ada puluhan becak berhias bendera dan tulisan-tulisan ajakan mendukung perdamaian.
Rapai Pasee adalah salah satu jenis rapai yang ukurannya lebih besar. Ada yang lebih kecil dan sedang yang kerap dipakai untuk mengiringi tarian, nyanyian, hingga syair-syair nasihat.
Di waktu lain, April 2019, dalam sebuah kampanye pemenangan calon presiden di Aceh, suara rapai bergema di atas panggung utama. Lalu 3 orang dengan pisau dan rencong menghujam tubuhnya sesuai irama dengan aroma mistis. Mereka kebal tak terluka.
ADVERTISEMENT
Konon dalam pertunjukan seni debus di Aceh, siapa pun bisa kebal sementara dengan iringan rapai setelah pawang melafalkan mantra-mantra. Syaratnya, berani saja.
Rapai pasee. Foto: Suparta/acehkini
Dalam banyak kisah, semasa konflik Aceh, pertunjukan alat musik sejenis perkusi itu mampu menghentikan perang sejenak. Di mana pun digelar akan ramai menyaksikan, juga tentara Indonesia dan tentara GAM militer yang terlibat perang akan melupakan sejenak lawannya.
Rapai juga berfungsi sebagai pemersatu masyarakat Aceh. “Rapai bisa menyatukan orang-orang, bisa menghibur dan melupakan konflik-konflik,” kata pemerhati sejarah Aceh, Tarmizi A Hamid.
Usai damai hadir di Aceh, kesenian rapai sering digelar di mana saja. Misalnya dalam peringatan damai Aceh maupun HUT Kemerdekaan Republik Indonesia. Di kelas rakyat, rapai ditabuh saat pesta pernikahan, hingga sunatan massal.
ADVERTISEMENT
***
Pada Agustus 2016, seiring peringatan damai, Pemerintah Aceh memfasilitasi sebuah agenda besar dengan judul ‘Aceh International Rapai Festival 2016’. Perhelatan ini menggabungkan beberapa alat musik tradisional Aceh dan musik modern, yang dikalaborasikan menjadi satu kesatuan musik.
Unsurnya didominasi rapai, terdiri dari Rapai Pasee, Rapai Uroh Duek, Rapai Geleng, Rapai Pulot Krimpeng, lalu ada alat musik modern seperti bass, gitar, keyboard, terompet dan drum.
Saat pembukaan, sejumlah komunitas seni dengan alat musik perkusi di sejumlah daerah Indonesia dan negara tetangga ikut berkumpul, seperti Palito Nyalo dari Sumatera Barat dan Absolutely dari Thailand. Kontingen dari Sumatera Barat tampil dengan rapai khas mereka sendiri, yang ditabuh bersamaan dengan pertunjukan silat.
Pemain rapai unjuk kebolehan saat Aceh International Rapai Festival 2016. Foto: Adi Warsidi
Sementara kontingen dari Thailand, tampil membawakan Klong Yaw, tarian pergaulan muda mudi Thailand, dengan menggunakan alat musik perkusi. Selain itu para penari juga ikut menyanyi untuk menambah semarak performa mereka saat di atas pentas. Klow Yaw berarti long drum. Juga ada kontingen dari Jepang, China, Iran, dan Malaysia, yang menunjukkan talenta di Aceh sebagai wakil perkusi dunia.
ADVERTISEMENT
Agenda terbaru semarak ramai digelar Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh saat gelar Festival Perkusi Aceh 2022 berskala nasional di Taman Bustanussalatin, Banda Aceh, 30 Juli 2022 lalu. Selain menghadirkan ragam grup seni rapai di Aceh, ikut serta komunitas perkusi dari Bandung, Depok, Kepulauan Riau dan Jakarta.
“Bentuk keseriusan Pemerintah Aceh dalam menjaga dan merawat seni tradisi untuk terus aktif, khususnya seni rapai," kata Almuniza Kamal, Kepala Disbudpar Aceh saat itu.
***
Fajar sedang membuat rapai. Foto: Suparta/acehkini
Rapai adalah alat musik perkusi tradisional yang termasuk dalam keluarga frame drum, yang dimainkan dengan cara dipukul dengan tangan tanpa menggunakan stick. Rapai sering digunakan pada upacara-upacara adat di Aceh seperti upacara perkawinan. Secara filosofi dan kultural, rapai tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Aceh.
ADVERTISEMENT
Dalam catatan sejarah, rapai dikenal di Aceh sejak abad ke-11, diciptakan oleh Syech Rapi atau Syech Rifai. Dia penyair dari Baghdad, memainkan rapai sambil menyebarkan Islam dengan syair-syairnya.
Bahan dasar membuat rapai adalah kayu bermutu tinggi, rotan dan kulit kambing atau sapi. Saat ini, sangat langka perajin yang mampu membuat rapai dengan baik di Aceh.
Rapai sebagai seni pertunjukan, telah tercatat sebagai warisan budaya tak benda dari Aceh yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. []