Rapat Dengar Kesaksian, Korban Konflik Aceh Ungkap Alami Penyiksaan

Konten Media Partner
18 Juli 2019 13:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rapat dengar kesaksian di kantor DPRK Aceh Utara. Dok. KKR Aceh
zoom-in-whitePerbesar
Rapat dengar kesaksian di kantor DPRK Aceh Utara. Dok. KKR Aceh
ADVERTISEMENT
Rapat dengar kesaksian (RDK) dari 16 korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) konflik Aceh di Kabupaten Aceh Utara dan Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh, telah berakhir pada Rabu (17/7/2019). Pada acara yang digelar oleh Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh tersebut korban menceritakan penyiksaan yang dialami ketika konflik Aceh.
ADVERTISEMENT
Rapat dengar kesaksian berlangsung di Ruang Paripurna Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Utara.
Ketua KKR Aceh, Afridal Darmi, mengatakan dalam rapat dengar kesaksian, korban mengungkap adanya penyiksaan, kekerasan seksual, hingga penculikan atau penghilangan orang secara paksa. Selain itu, korban yang bersaksi juga bilang masih banyak anak dari korban konflik belum mendapatkan pekerjaan yang layak.
"Informasi dari korban, seperti dipaksa memberikan pengakuan terlibat dalam anggota kelompok bersenjata, mendapatkan perlakuan yang kejam dan tidak manusiawi dengan cara disiksa dan dianiaya," kata Afridal, dalam keterangan yang diperoleh acehkini, Kamis (18/7).
Afridal menambahkan, korban konflik juga mengungkapkan penyiksaan yang dilakukan terhadap perempuan, bahkan termasuk perempuan hamil. Hingga kini, korban mengaku masih mengalami stigma sosial secara negatif akibat dampak dari peristiwa di masa lalu.
ADVERTISEMENT
Afridal mengharapkan agar semua pihak mendukung kinerja KKR Aceh --termasuk rapat dengar kesaksian-- agar perdamaian Aceh menguat dan tercapainya rekonsiliasi serta pemulihan terhadap korban.
Konferensi pers KKR Aceh di Aceh Utara
"Harapannya adalah perdamaian semakin kuat, korban mendapatkan pemenuhan hak atas reparasi dan pemulihan, tercapainya rekonsiliasi dan peristiwa kelam di masa lalu tidak terulang kembali masa depan," imbuh Afridal.
16 korban yang buka suara tersebut merupakan korban kasus pelanggaran HAM yang terjadi dalam jangka waktu 4 Desember 1976 hingga 15 Agustus 2005 atau selama konflik bersenjata antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Republik Indonesia (RI) berlangsung.
Ketika konflik GAM-RI selama 1976-2005, Aceh Utara dan Lhokseumawe merupakan daerah merah yang mengalami konflik berat di Aceh. Dua kasus pelanggaran HAM berat terjadi di wilayah itu, yakni Tragedi Simpang KKA dan Tragedi Gedung KNPI Aceh Utara.
ADVERTISEMENT
Rapat dengar kesaksian merupakan ruang bagi korban untuk menyampaikan peristiwa yang telah dialami, dampak, dan harapan masa depan yang lebih baik, serta pembelajaran penting bagi sebuah bangsa agar tidak mengalami kembali peristiwa kelam di masa depan.
KKR Aceh, sebuah lembaga negara non-struktural yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan Qanun Aceh Nomor 17 tahun 2013 tentang KKR Aceh.
KKR Aceh dibentuk atas tiga tujuan, yaitu memperkuat perdamaian dengan mengungkap kebenaran terhadap pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu, membantu tercapainya rekonsiliasi antara pelaku pelanggaran HAM baik individu maupun lembaga dengan korban, dan merekomendasikan reparasi menyeluruh bagi korban pelanggaran HAM sesuai dengan standar universal yang berkaitan dengan hak-hak korban.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, rapat dengar kesaksian pertama kali digelar pada 27-28 November 2018 di Anjong Mon Mata, Banda Aceh. Saat itu, KKR Aceh mengundang 14 korban pelanggaran HAM di Aceh untuk memberikan kesaksian di depan komisioner KKR Aceh dan disaksikan tamu undangan. []
Reporter: Habil Razali