Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten Media Partner
Rencong, Senjata Perobek Perut Dipakai Marsose Belanda (10)
2 November 2021 13:01 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Sejak mendeklarasikan perang dengan Aceh pada 26 Maret 1873, hingga tahun 1890, Belanda belum menemukan titik kemenangan. Malah, banyak jenderal dan para perwira yang tewas. Korps Marsose (Marechaussee Corps) sebagai komando pasukan khusus Belanda kemudian dibentuk khusus di Aceh.
ADVERTISEMENT
Korps ini diisi oleh tentara-tentara pilihan, dicitrakan sebagai tentara yang ganas dan tanpa kompromi. Meski demikian tak sedikit dari mereka yang gila di Aceh, hingga menembak kawan dan komandannya sendiri. Tentang marsose gila ini banyak ditulis oleh HC Zentgraaff dalam bukunya Atjeh (1938).
Zentgraaff yang pernah ikut perang di Aceh menyebut orang Aceh adalah penjuang yang tangguh, baik laki-laki maupun perempuannya. Mereka berperang untuk agama dan nasionalismenya. Kepahlawanan orang-orang Aceh, sama dengan tokoh-tokoh perang terkenal Belanda.
“De waarheid is: dat de Atjehers, mannen en vrouwen, in het algemeen schitterend habben gevochten voor wat zij zagen al shun national of religious ideaal. Er is onder die strijders een zeer groot aantal mannen en vrouwen die de trots van elk volk zouden uitmaken. Zij doen voor de schitterendste van onze oorlogfiguren niet onder.”
ADVERTISEMENT
(Kenyataanya ialah: bahwa orang-orang Aceh itu, lelaki dan perempuan, pada umumnya telah melakukan pertempuran dengan cemerlang, membela cita-cita nasional atau cita-cita agama mereka. Di kalangan para pejuang itu, terdapat sejumlah besar laki-laki dan perempuan, yang merupakan kebanggaan dari setiap bangsa. Mereka tidak kalah mutunya dengan tokoh-tokoh peperangan yang paling gemilang pada pihak kita).
Korps marsose ini dibentuk atas saran orang pribumi, bukan dari inisiatif pemerintah Kolonial Belanda. Orang Aceh yang nekat dan tak kenal takut dalam beperang, harus dilawan dengan tentara bermental serupa, maka marsose dinilai sebagai lawan yang imbang.
Dalam buku The Dutch Colonial War in Aceh pada bagian The Marechaussee Corps Dutch Special Commandos, dijelaskan bahwa pencetus gagasan pembentukan Korps Marsose adalah Mohamad Syarif atau Arif dari Sumatera Barat. Dia mantan jaksa, yang kemudian menjadi Komis (pejebat eselon menengah) di kantor Gubernur Sipil dan Militer Belanda di Aceh. Berdasarkan penelitian yang dilakukannya, ia menyarankan pembentukan sebuah satuan tugas khusus dalam menangani serbuan pasukan pejuang Aceh.
ADVERTISEMENT
Belanda menerima usulan tersebut, pada 2 April 1890, Korps Marsose resmi dibentuk. Sembilan bulan sebelumnya yakni pada Desember 1899 juga telah dibentuk datasemen pengawal mobil, sebagai cikal bakal pasukan elit itu.
Komandan Korps Marsose pertama di Aceh ditunjuk Kapten GGJ Notten. Ia memimpin pasukan khusus hingga September 1893, Penunjukannya dilakukan oleh Gubernur Sipil dan Militer Belanda di Aceh Mayor Jendral HKF van Teijn.
Mayor Jenderal Van Teijn menyetujui pembentukan Korps Marsose karena tugasnya untuk pemulihan Kesultanan Aceh di bawah naungan Belanda, tak pernah berhasil. Ia juga ingin memulihkan reputasinya yang gagal menyelesaikan persoalan kapal dagang Inggris, Nisero, yang disandera Raja Teunom, hingga Belanda harus membayar uang tebusan tidak sedikit kepada Raja Teunom.
ADVERTISEMENT
Untuk mengimbangi kelihaian pasukan pejuang Aceh, langkah pertama yang dilakukan Belanda adalah mempersenjatai pasukan marsose dengan senjata yang sama yang dipakai pejuang Aceh, yakni karaben, kelewang, dan rencong.
Soal rencong, Belanda menyebutnya dengan istilah buiksnijder atau perobek perut. "Ini menjadi Salah satu penyebab mengapa orang-orang Aceh terkenal dan berani dalam setiap peperangan yang dilakukannya melawan musuh adalah karena mereka memiliki rencong yang menakutkan musuh-musuhnya. Orang-orang Belanda mengistilahkan rencong tersebut dengan buiksnijder," tulis Rusdy Sufi, dkk dalam bukunya Aceh Tanah Rencong, 2008).
Kekuatan pejuang Aceh kala itu adalah kepemilikan senjata lengkap dan memadai, hingga sanggup berperang dalam waktu lama. (Paul van’t Veer dalam De Atjeh-Oorlog, 1969)
Korps Marsose ini punya banyak kenangan dalam perang Aceh. Untuk mengenang mereka-mereka yang tewas di Aceh, Pemerintah Kolonial Belanda membangun sebuah monumen khusus di tengah Kerkhof Peucut, komplek kuburan militer Belanda di Aceh. []
ADVERTISEMENT
Penyumbang bahan: Is Norman