Konten Media Partner

Sampah Banda Aceh, dan Kisah Lepasnya Adipura

21 Februari 2019 10:34 WIB
clock
Diperbarui 21 Maret 2019 0:03 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Haikal dan rekannya, petugas kebersihan Kota Banda Aceh keliling untuk mengankut sampah warga ke TPA, Kamis (21/2). Foto: Adi Warsidi/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Haikal dan rekannya, petugas kebersihan Kota Banda Aceh keliling untuk mengankut sampah warga ke TPA, Kamis (21/2). Foto: Adi Warsidi/acehkini
ADVERTISEMENT
Usai subuh, Haikal bersama tiga rekannya telah nangkring di atas truk kuning pengangkut sampah milik Pemerintah Kota Banda Aceh. Jatahnya sepanjang jalan Panglima Nyak Makam, Lampineung dan sebagian kawasan Ulee Kareng.
ADVERTISEMENT
Satu-persatu sampah di dalam keranjang, tong maupun yang ditumpuk bergitu saja di depan pertokoan, dan rumah-rumah warga dikutip. Sampah berpindah tempat ke atas truk, dipisahkan oleh dua rekannya sesuai kategori, plastik, kardus, dan lainnya. Satu lagi siap di belakang kemudi. “Beginilah kerjaan kami tiap hari,” katanya kepada Acehkini, Kamis (21/2).
Haikal tak mengeluh mengutip sampah, banyak yang keluar dari tumpukannya maupun ditaruh begitu saja di luar tong, dan keranjang. “Abang lihat sendiri, beginilah perilaku warga kita. Masih sembarangan,” katanya.
Jadwal kerjanya keliling dua kali sehari, pagi dan malam. Sampah diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Gampong Jawa, Banda Aceh. “Sebagian kawan-kawan juga mengangkut ke TPA di Blang Bintang,” jelas Haikal.
ADVERTISEMENT
Di Pasar Ulee Kareng, pukul 07.15 WIB, sebagian sampah yang belum terangkut oleh armada malam terlihat berserakan di depan Ruko. Uniknya, di sana ada peringatan tertulis di triplek ‘Dilarang Buang Sampah di Sini’. Pemandangan ini umum dini hari, di sekitar pasar, dan lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL).
Kondisi sampah yang belum terangkut di Pasar Ulee Kareng, Banda Aceh, Kamis (21/2). Foto: Adi Warsidi/acehkini
Perilaku PKL menjadi salah satu kendala Kota Banda Aceh dalam pengananan sampah. Ini diakui oleh Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Keindahan Kota (DLHK3) Banda Aceh, Mirzayanto. “Persoalan pertama PKL, penertiban masih kurang maksimal,” katanya kepada Acehkini.
Menurutnya, PKL menjadi sumber masalah sampah Banda Aceh selama ini. Kesadaran masyarakat yang berjualan di kaki lima buruk dalam menangani sampah. Mereka susah dikendalikan, menumpuk sampah usai berjualan.
ADVERTISEMENT
Perilaku sebagian warga lainnya yang membuang sampah sembarangan bahkan ke saluran air, ikut memberi masalah bagi Kota Banda Aceh. Tak jarang terlihat, sebagian saluran tersumbat mengakibatkan genangan air cepat di pemukiman jika hujan deras.
Kendala ditambah munculnya Tempat Pembuangan Sampah (TPS) liar digunakan warga di pinggir jalan, bantaran sungai, maupun dekat lahan kosong, kendati TPS legal telah disediakan oleh pemerintah. “Dalam lima kecamatan saja, ada 100 TPS liar, ini sangat mengganggu pemandangan,” jelas Mirza. Di Banda Aceh terdapat total sembilan kecamatan.
Petugas kebersihan membersihkan sampah di sekitar Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Kamis (21/2). Foto: Suparta/acehkini
DLHK3 Banda Aceh sendiri, kata Mirza terus berupaya maksimal menangani berbagai persoalan sampah di Ibu Kota Provinsi Aceh itu. Setiap hari mengerahkan armada umum mengutip sampah warga. Wilayah padat penduduk, mobil sampah masuk tiga kali sehari, sementara daerah kurang padat petugas kebersihan masuk dua kali atau satu kali sehari. Di gampong-gampong (desa), DLHK3 dibantu aparat desa yang mengaktifkan pengangkut sampah tingkat desa.
ADVERTISEMENT
Saban hari warga Kota Banda Aceh memproduksi 230 ton sampah, yang diangkut ke TPA Gampong Jawa, milik Pemko Banda Aceh dan TPA Terpadu Blang Bintang milik Pemerintah Aceh di Kabupaten Aceh Besar. “Kapasitas TPA Gampong Jawa sudah tidak mampu lagi menampung,” kata Mirza.
Berbagai masalah sampah tersebut membuat Banda Aceh gagal mempertahankan Piala Adipura periode 2017-2018. Padahal dalam satu dekade terakhir, kecuali tahun 2015, Banda Aceh pernah Sembilan kali meraih anugerah dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tersebut.
Petugas kebersihan mengangkut sampah warga di Kota Banda Aceh, Kamis (21/2). Foto: Suparta
Selain kesadaran massyarakat mengelola sampah, dan kondisi pasar kotor, pengelolaan sampah di TPA juga menjadi faktor gagalnya Banda Aceh mempertahankan Piala Adipura. “Kalau di TPA Gampong Jawa sudah bagus, tapi pengelolaan di TPA Terpadu Blang Bintang belum maksimal,” kata Mirza.
ADVERTISEMENT
Untuk mengangkut sampah ke TPA Terpadu Blang Bintang, pemerintah Kota Banda Aceh harus membayar biaya sebesar Rp13.00 per ton. “Kami harapkan TPA tersebut nantinya terus berbenah, agar lebih maksimal,” pungkasnya. []
Reporter: Adi Warsidi