Santap Kenduri Maulid di Aceh: Lezat Kuah Beulangong dan Bu Kulah Tiada Duanya

Konten Media Partner
5 Desember 2022 9:49 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kenduri maulid Nabi Muhammad SAW digelar dengan meriah di Aceh, menjaga tradisi. Dua kuliner khas kerap dinanti, dengan aneka lauk berbumbu warisan indatu.
Menyantap hidangan maulid di Gampong Doy, Ulee Kareng, Banda Aceh, Ahad (5/12/2022). Foto: Habil Razali/acehkini
Alunan selawat terdengar lantang dari pengeras suara Masjid Sabilil Jannah, Gampong (desa) Doy, Kecamatan Ulee Kareng, Kota Banda Aceh, Aceh. Di ruas jalan diapit perumahan padat, suara itu menjelma penunjuk arah menuju masjid pada Ahad (4/12/2022) sore itu.
ADVERTISEMENT
Berbaur dengan bunyi dari corong suara, percakapan beberapa lelaki tempias ke pintu masuk kompleks masjid. Sebagian mereka berlalu-lalang untuk menerima hidang (bungkusan berisi makanan), menurunkannya dari kendaraan, hingga meletakkannya di hamparan tikar.
Hidang dibungkus kain kuning. Nasi dan lauk pauk tersusun rapi di dalam. Dengan diameter sekitar 50 sentimeter, tinggi tiap hidang berbeda: tergantung isinya. Makin banyak-bervariasi isi, semakin tinggi pula hidang kenduri maulid Nabi Muhammad SAW.
Sehabis salat Asar, sekitar pukul 16.30 WIB, puluhan hidang telah tersusun di halaman masjid. Jarak antarhidang 3 hingga 4 meter. Tiap satu lembar tikar seluas 2,5x1,5 meter terbentang, satu hidang diletakkan.
Hidang maulid diletakkan di halaman masjid. Foto: Habil Razali/acehkini
Selawat hampir tuntas, beberapa pria lekas menyajikan kuah beulangong: diletakkan di dekat hidang. Sekejap lalu, doa penutup dilafalkan. Setelah itu, warga mulai mengerubungi hidang dan duduk bersila di hamparan tikar.
ADVERTISEMENT
Yang dinanti itu buru-buru dibuka. Muncul makanan paling khas saat maulid di Aceh: bu kulah. Ini nasi putih dibungkus dengan daun pisang yang dilayukan. Bentuknya berciri khas: limas segi empat.
Dalam hidang ini pula ada berbagai jenis lauk pauk: telur asin, ayam rendang, hingga beragam jenis ikan. Sebentar saja, bu kulah telah penuh bertabur kuah beulangong dan temannya dari dalam hidang. Begitu disantap, daging kuah beulangong nan empuk sangat terasa di mulut: lezat.
Di Banda Aceh dan Aceh Besar, kenduri maulid tak lengkap tanpa masakan kuah beulangong. Di Desa Doy, warga sejak pagi hari telah menyiapkan berbagai keperluan untuk mengolah kuah khas ini.
"Kami memasak 13 belanga besar kuah beulangong," kata Jamaluddin Usis, Sekretaris Tuha Peut Desa Doy.
Suasana makan bersama saat kenduri maulid di Gampong Doy, Ulee Kareng, Banda Aceh. Foto: Habil Razali/acehkini
Disebut kuah beulangong karena proses memasak dilakukan dalam belanga atau kuali besar. Dalam bahasa Aceh bernama beulangong. Berbahan utama daging sapi atau kambing dipotong kecil serta nangka muda atau pisang kepok dipotong sesuai selera.
ADVERTISEMENT
Bumbunya banyak rempah. Misal, kelapa gongseng, kelapa giling, cabai merah, cabai kering, cabai rawit, bawang putih, jahe, kunyit, ketumbar gongseng, kemiri, hingga lengkuas. Semua dihaluskan menjadi satu.
Jamal bersama warga lain memasak kuah beulangong di halaman masjid. Adapun hidang berisi bu kulah dan jenis lauk pauk lain diantar warga dari rumahnya selepas Asar. Tiada batasan jumlah dan isi hidang: seikhlasnya saja. Sore itu, jumlah hidang capai 60 buah.
Warga dari desa tetangga turut diundang. Mereka lantas saling sapa dan bertukar kabar. "Kenduri maulid nabi merupakan ajang mempererat silaturahmi orang Aceh," kata Tarmizi Abdul Hamid, pemerhati sejarah Aceh.
Kenduri untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW dengan kenduri besar-besaran di masjid atau meunasah telah berlangsung sejak masa Kesultanan Aceh Darussalam dan terus dirawat sampai saat ini. "Puncaknya pada abad ke-17 dan 18 Masehi," jelas Tarmizi.
ADVERTISEMENT
Di Aceh, kenduri maulid nabi tidak terputus pada 12 Rabiul Awal saja. Tapi berlangsung hingga tiga bulan setelahnya. "Kalau Rabiul Awal tidak bisa merayakan, masih ada beberapa bulan: Maulid Awai, Maulid Teungoh, dan Maulid Akhe," tutur Tarmizi.
Musim maulid, tanah Aceh tiada hari tanpa kenduri. Undangan makan-makan datang silih berganti. Bu kulah-kuah beulangong tentu menanti untuk dicicipi. Hmmm… []