Suka Duka Relawan Bersama Rohingya: Titah Jusuf Kalla tentang Sila Kedua (11)

Konten Media Partner
12 September 2022 10:05 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Tak semua lembaga berani ambil tindakan cepat dalam menyelamatkan para pengungsi Rohingya yang terkatung-katung di perairan Aceh. Kendati para relawan atas nama pribadi menolong, sambil berkoordinasi ke pimpinan tertinggi, menunggu titah.
Relawan PMI Lhokseumawe memeriksa kesehatan pengungsi Rohingya di kamp BLK Kandang, Lhokseumawe. Foto: Dok. PMI
Sejumlah relawan Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Lhokseumawe bertolak ke pesisir pantai Kabupaten Aceh Utara, akhir Juni 2020. Beredar kabar lewat media sosial ihwal kedatangan kapal pengungsi luar negeri. "Informasinya ada Rohingya di laut Seunuddon," kata Muhammad Wali, kepala markas PMI Lhokseumawe kepada kami, Juli 2022 lalu.
ADVERTISEMENT
Nelayan mendeteksi kapal memuat pengungsi Rohingya terkatung-katung di perairan sekitar 4 mil dari daratan Seunuddon, Rabu sore, 24 Juni 2020. Pemerintah saat itu belum menentukan: menarik mereka ke darat atau mendorong ke laut lepas. Esok hari, kapal mulai mendekati pantai Lancok, Kecamatan Syamtalira Bayu, Aceh Utara.
Muhammad Wali dan relawan lain melakukan asesmen di bibir pantai. Pengungsi Rohingya di kapal mulai terlihat dari sini: sebagian besar perempuan dan anak-anak. Hati Wali tersentuh menyaksikan itu. PMI Kota Lhokseumawe dan sejumlah lembaga kemanusiaan serta warga mendorong pendaratan pengungsi tersebut.
Ketua PMI Lhokseumawe Junaidi Yahya melapor ke Jusuf Kalla (JK), Ketua Umum PMI. JK justru mengingatkan relawan tentang bunyi sila kedua Pancasila: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. "Sungguh tidak beradab kalau kita tidak menolong mereka," kata mantan Wakil Presiden Indonesia sebagaimana diceritakan ulang Wali.
ADVERTISEMENT
JK mengatakan orang hilang saja akan dicari berhari-hari, masa orang yang kelihatan tidak diselamatkan. "Pesan itu menjadi dasar yang membuat kami begitu semangat untuk bekerja penuh menolong Rohingya," tutur Wali.
Kamis sore, 25 Juni, warga menurunkan pengungsi Rohingya ke darat, khawatir karena hujan mulai turun disertai petir. Mereka ditempatkan di pondok wisata Pantai Lancok. Belakangan Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri mengumumkan menerimanya. Malam harinya pengungsi direlokasi ke bekas kantor imigrasi di Lhokseumawe.
Setiba di sana pengungsi Rohingya berjumlah 99 orang tersebut diperiksa kesehatan oleh Dinas Kesehatan bersama Imigrasi. Setelah itu Dinas Kesehatan meminta PMI menangani mereka. "Kami jadi bingung ingin melakukan apa karena ini pertama bagi kami menangani sepenuhnya, biasanya hanya antar makanan," ujar Wali.
ADVERTISEMENT
Wali dan relawan lain malam itu juga terkendala bahasa sehingga tak bisa berinteraksi dengan pengungsi. Komunikasi akhirnya berlangsung via gerakan tubuh saja. Beberapa hari di sana, pemerintah merelokasi mereka ke Balai Latihan Kerja (BLK) Kandang di Gampong Meunasah Mee, Kota Lhokseumawe.
Alasannya eks kantor Imigrasi tersebut dianggap tidak punya fasilitas layak. Kondisi BLK Kandang pun sejatinya tidak jauh berbeda. PMI, Yayasan Geutanyoe, dan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) merehabnya dan mendirikan tempat mandi, cuci, dan kakus (MCK).
Semula BLK Kandang hanya tersedia satu kamar mandi, tapi tidak berfungsi. "PMI karena ada bidang pelayanan wash (air bersih dan sanitasi) sehingga berinisiatif membuat 6 unit MCK darurat serta air bersih kami suplai dengan mobil tangki," kata Wali.
ADVERTISEMENT
Hari-hari berikutnya di tempat penampungan sementara, PMI membuka layanan restoring family link (RFL) atau memulihkan hubungan keluarga. Para pengungsi dapat menelepon keluarganya, sementara pemakaian telepon seluler ketika itu masih dilarang. "Perangkat dan sistem dari kami, tapi ada batasan-batasan tertentu untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan."
***
Anak-anak pengungsi Rohingya di Lhokseumawe. Foto: Zikri M untuk acekini
Tiga bulan berselang, 7 September 2020, Muhammad Wali sedang di rumah saat pengungsi Rohingya terdampar lagi. Kali ini berlokasi di Pantai Ujong Blang, dekat rumahnya di Gampong Banda Masen, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe. "Saat itu pengungsi Rohingya telah lari ke rumah-rumah warga," tutur Wali.
Tapi sekarang Wali tidak lagi kelabakan. Ia sudah tahu harus berbuat apa karena koordinasi lintas lembaga bergiat pada isu kemanusiaan telah terjalin baik usai kasus sebelumnya. "Saya yang kirim informasi ke grup koordinasi," katanya. "Teman-teman langsung merespons."
ADVERTISEMENT
Jumlah pengungsi Rohingya kali kedua pada 2020 itu 297 orang. Mereka lantas dibawa ke BLK Kandang. Tapi tempat itu tidak muat untuk semuanya. PMI Lhokseumawe melapor ke PMI Pusat sehingga diarahkan untuk mendirikan shelter (rumah sementara) dan menambah MCK.
Dana semuanya bersumber dari Komite Internasional Palang Merah (ICRC) dan Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC). PMI Lhokseumawe membangun satu blok shelter berisi 6 kamar. UNHCR turut mendirikan tiga blok shelter.
Dua kali penanganan pengungsi Rohingya pada 2020 memberi pengalaman berharga bagi Muhammad Wali dan para relawan di PMI Lhokseumawe. Terutama berkenaan dengan koordinasi dan berbagi peran dengan lembaga lain yang juga bergiat pada isu serupa.
"Setiap penanganan pengungsi atau bencana menurut saya butuh model penanganan seperti ini sehingga lebih terarah. Jangan tumpang tindih peran antarlembaga," kata Wali.
ADVERTISEMENT
Usai dua kasus penyelamatan ini PMI berencana menyusun standar penanganan pengungsi luar negeri di tingkat daerah hingga pusat. Menurut Wali, PMI Aceh juga mengusulkan PMI di pesisir pantai membuat pelatihan khusus penanganan pengungsi di laut. "Tujuannya bila ada pengungsi sudah tahu harus berbuat apa." [bersambung]
Note: Sebagian materi tulisan telah dibukukan dengan judul ‘Aceh Muliakan Rohingya’ ditulis oleh jurnalis acehkini difasilitasi Yayasan Geutanyoe.