Suka Duka Relawan Bersama Rohingya: Usai Pelajaran Membaca, Maryam Kabur (10)

Konten Media Partner
10 September 2022 16:58 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Ragam pengalaman didapat dari para relawan dalam membantu para pengungsi Rohingya di kamp penampungan Lhokseumawe. Julia misalnya, relawan yang bertugas mengajarkan anak-anak pengungsi membaca dan menulis, beda bahasa menjadi kendala.
Kapal yang mengangkut pengungsi Rohingya terdampar di perairan Aceh Utara. Foyto: Zikri M untuk acehkini
Julia Fitriani terus terang menuturkan awalnya tidak dekat dengan anak-anak. Namun situasinya berubah drastis saat bergabung dalam Yayasan Geutanyoe, Januari 2022. Julia yang sekarang, justru hampir saban hari berinteraksi dengan anak-anak. Sebab ia menjadi relawan menangani anak-anak pengungsi Rohingya berkenaan Mental Health Psychosocial Support (MHPSS).
ADVERTISEMENT
Beda dengan Farida Hanum, fokus Julia mengajari anak-anak, meski terkadang orang dewasa juga bergabung. BLK Kandang menjadi lokasinya bertugas pertama kali, sekaligus pengalaman perdananya menangani pengungsi Rohingya. Ia mengedukasi anak-anak sebagai upaya pemulihan mental. "Semacam guru Taman Kanak-Kanak," katanya.
Julia punya cara tersendiri dalam menjalin keakraban dengan anak-anak pengungsi Rohingya. Ia misalnya sering bermain dan bercanda dengan mereka. Berjumpa setiap hari juga menjadi salah satu sebab hubungan emosional antara Julia dan anak-anak akhirnya terbangun.
Saat mengajari anak-anak pengungsi Rohingya di gedung serbaguna kantor camat Jangka, Kabupaten Bireuen, Julia cukup dekat dengan Irsyad (6 tahun). "Irsyad sampai bertanya-tanya ke teman-teman kalau misalnya saya tidak datang ke sana," kata Julia.
Pada Ramadan 1443 Hijriah, Julia dan teman-temannya membagikan takjil dan membuat lomba kecil-kecilan bagi pengungsi. Ada satu kendala berat relawan saat menangani pengungsi. "Beda bahasa. Kadang-kadang kami tidak tahu apa yang mereka tanyakan dan minta," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Hambatan itu misalnya Julia alami saat seorang perempuan Rohingya di gedung serbaguna kantor camat Jangka menyampaikan isyarat. Ia mengusap telapak tangan ke wajahnya. Semula Julia mengira itu sebagai pesan hendak mencuci muka. "Rupanya dia minta pelembab wajah," tuturnya. Butuh waktu lama bagi Julia menangkap pesan itu.
Kapal yang mengangkut pengungsi Rohingya diselamatkan di Pelabuhan Krueng Geukuh, Lhokseumawe. Foto: Yayasan Geutanyoe
Di BLK Kandang, Julia ingat betul sosok Maryam, perempuan Rohingya berusia 25 tahun. Ia mengenal Maryam awal Januari 2022 sebagai orang yang belum kenal abjad: tidak bisa membaca dan menulis. Sepekan penuh Julia mengajarkan abjad kepada Maryam.
Maryam cepat berkembang. Ia mulai bisa menulis nama sendiri dan Julia pada pekan kedua. Memasuki pekan ketiga, Maryam hilang. Ia kabur dari BLK Kandang. "Begitu mulai bisa membaca dan menulis dia memilih jalan lain, saya sedih karena sudah mengajarkan dari nol," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Pengungsi di BLK Kandang dan gedung serbaguna kantor camat Jangka direlokasi ke Kota Pekanbaru. Anak-anak meneteskan air mata saat berpisah dengan Julia. Mereka ingin Julia ikut ke Pekanbaru. "Kalau saya tidak ikut ke sana mereka jadi sedih." [bersambung]
Note: Sebagian materi tulisan telah dibukukan dengan judul ‘Aceh Muliakan Rohingya’ ditulis oleh jurnalis acehkini difasilitasi Yayasan Geutanyoe.