Tgk Lah, Eks Panglima GAM Paling Karismatik: Ditemui Menteri dan Artis

Konten Media Partner
16 Agustus 2019 18:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Bingkai foto Abdullah Syafie di rumah seorang warga Aceh. Dok. acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Bingkai foto Abdullah Syafie di rumah seorang warga Aceh. Dok. acehkini
Teungku Abdullah Syafie, demikian nama mantan Panglima Perang Angkatan Gerakan Aceh Merdeka (AGAM) ditulis media. Pejuang karismatik ini lahir di Gampong Seuneubok Rawa, Peusangan, Matang Glumpang Dua, Bireuen, 17 Oktober 1955. Selesai menempuh pendidikan dasar di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Matang Glumpang Dua, tokoh GAM paling disegani ini kemudian melanjutkan pendidikan ke Pesantren.
ADVERTISEMENT
Usai dari Pesantren, ia lalu masuk ke Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Peusangan. “Tapi hanya sampai kelas tiga,” kata Fatimah, adik kandungnya kepada saya.
Ada yang mengatakan Teungku Lah bergabung dengan GAM sekitar tahun 1980. Banyak juga yang percaya bahwa Abdullah Syafie sudah menjadi tentara GAM sejak 3 Desember 1976 atau sehari sebelum Hasan di Tiro memproklamirkan Aceh Merdeka. Namun, Fatimah meyakini abangnya sudah terlibat dalam Aceh Merdeka (AM, sebutan GAM waktu itu) sejak 1976.
Fatimah menuturkan, sebelum bergabung dengan AM, Teungku Lah pernah terlibat dalam pasukan jubah hitam. Gerakan ini beroperasi mulai dari Bireuen hingga Pidie. Belakangan, ia begitu mengidolakan Hasan Tiro, cucu dari pahlawan nasional, Teungku Syik di Tiro, dan langsung bergabung dengan gerakan yang dipimpin oleh pemuda dari Tanjung Bungong, itu sehari sebelum diproklamirkan.
ADVERTISEMENT
Fatimah percaya, sejak tahun 80-an, abangnya sudah bergerilya di hutan-hutan di Bireuen, Tiro dan Cubo. Pergerakan mereka selalu jadi incaran tentara. Gempuran itu membuat gerakan ini hilang dari peredaran, meskipun mereka tetap bergerilya, tetapi hampir tidak terdengar lagi aktivitasnya. Begitu juga dengan Abdullah Syafie yang waktu itu masih prajurit di GAM. Ia pun tak pernah lagi pulang menjenguk kakaknya.
Fatimah, adik (alm) Abdullah Syafie berbagi kisah tentangnya. Dok. Taufik Al Mubarak
Selama 23 tahun ia hidup di hutan dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Sampai GAM bergairah kembali pada akhir 1980-an yang mengakibatkan diberlakukannya operasi militer di Aceh, nama Abdullah Syafie belum pernah terdengar. Bahkan, sampai status Daerah Operasi Militer (DOM) dicabut pada 1998, orang juga belum pernah mendengar namanya.
ADVERTISEMENT
Kemunculannya secara mendadak paska-DOM mengejutkan banyak pihak. Dikenal sebagai Panglima Gerakan Aceh Merdeka untuk wilayah Pidie, membuatnya jadi incaran, baik oleh pihak aparat keamanan, maupun para wartawan dalam, dan luar negeri. Para wartawan berlomba-lomba mendapatkan wawancara eksklusif darinya. Alhasil, wajah dan pernyataan dari lelaki murah senyum itu kerap muncul di media cetak maupun elektronik.
Teungku Abdullah Syafie atau lebih akrab dipanggil Teungku Lah adalah pemimpin sayap militer GAM yang cukup karismatik. Dia pernah menjabat sebagai Panglima GAM Wilayah Pidie, dan terakhir sebagai Panglima Perang Aceh Sumatera sebelum meninggal pada 22 Januari 2002.
Syarifuddin, teman masa kecil Teungku Lah di Seuneubok Rawa menuturkan, temannya itu lama memimpin gerilyawan GAM di kawasan Bireuen dan Pidie.
ADVERTISEMENT
Sepanjang tahun 1998-2002, nama Teungku Abdullah Syafie cukup populer dan sering diburu media. Tempat persembunyiannya di pedalaman Pidie kerap didatangi para wartawan, tokoh maupun masyarakat biasa. Tercatat, Bondan Gunawan hingga artis Cut Keke pernah berkunjung ke markasnya.
(Alm) Bondan Gunawan adalah Pj Menteri Sekretaris Negara di masa Presiden Indonesia Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Sang Menteri dikirim khusus oleh Presiden Gus Dur untuk bertemu Tgk Lah pada pertengahan Maret 2000. Sebelumnya, artis Cut Keke juga berkesempatan menemuinya pada November 1999, saat datang ke Aceh untuk menyerahkan bantuan kepada para pengungsi konflik.
Makam Abdullah Syafie, istri dan dua pengawalnya.
Abdullah Syafie dikenal sosok yang pantang menyerah. Ia sudah ikut bergerilya di hutan-hutan sejak usia muda. Ketika itu ia belum jadi prajurit, melainkan dibawa seorang panglima GAM, Keuchik Uma, yang bergerilya di hutan-hutan era 1980-an, dan menjadi GAM benaran setelah sang Panglima tewas diterjang peluru TNI.
ADVERTISEMENT
Teungku Lah tidak pernah mendapat pendidikan militer di Libya, seperti Arjuna atau Ahmad Kandang. Inilah yang membuatnya tidak begitu suka dengan penggunaan kekerasan dalam berjuang. Kekuatan senjata, kata Teungku Lah, hanya untuk mempertahankan diri. Hal ini pula yang membuat Teungku Lah sangat dihormati oleh tentara musuh dan dicintai masyarakat.
Kehidupan pribadi Teungku Lah juga sangat unik dan penuh misteri, terutama masa mudanya. Ia banyak terlihat dalam dunia teater bersama grup Jeumpa. Sangat jauh dari kesan militer. Tetapi, belakangan, hal ini sangat membantu Teungku Lah dalam hal penyamaran. Mobilitas Teungku Lah tak terdeteksi. Orang Aceh meyakini Teungku Lah punya ileume peurabon (ilmu bisa menghilangkan diri).
Teungku Abdullah Syafie pernah beberapa diisukan tertembak dan sekarat. Kontak senjata dengan aparat keamanan di Jiem-jiem, Bandar Baru, pada 16 Januari 2000 misalnya, Teungku dikabarkan menderita luka tembak yang parah. Informasi tersebut disiarkan secara luas di sejumlah media. Untuk membantah kabar bohong tersebut, Teungku Abdullah Syafie mengundang khusus beberapa wartawan ke markasnya di pedalaman Pidie, seperti dari TEMPO, Kompas, SCTV dan beberapa jurnalis asing.
ADVERTISEMENT
Saat menerima wartawan, Teungku Abdullah Syafie tampil sehat dengan pakaian loreng, dan sebuah pistol terselip di pinggang. Dalam sejumlah foto yang beredar di media, Abdullah Syafie yang dikelilingi puluhan pengawal pribadi bersenjata lengkap, merentangkan poster bertuliskan, "I am fine and I still live. My life happily."
Tgk Abdullah Syafie dikenal sangat dekat dengan wartawan. Ia selalu melayani wawancara dengan mereka. Tak hanya itu, sosoknya juga bersahaja, sangat dekat dengan masyarakat. Bahkan, dalam berbagai kesempatan, Teungku Lah, meminta pasukannya tidak menyakiti hati masyarakat, melainkan berterima kasih kepada rakyat yang telah mendukung perjuangan.
Setelah lama memimpin perang gerilya, panglima karismatik itu benar-benar menghembuskan nafas terakhir pada 22 Januari 2002 di Jiem-Jiem, Bandar Baru, Pidie Jaya. Teungku Abdullah Syafie dan pengawalnya yang turun ke Alue Mon, Cubo, disergap oleh pasukan TNI yang sudah lama mengintainya. Sang istri dan lima pasukannya ikut syahid dalam penyerangan tersebut. Seluruh Aceh, masyarakat ikut berduka dengan menggelar baca Surat Yasin di kediaman masing-masing.
ADVERTISEMENT
Jauh sebelumnya, ia pernah berwasiat agar tidak dibuatkan rumah mewah. “Meunyoe mantong na rumoh ureueng gampong nyang hana layak tinggai, bek peugot rumoh meugah keu lon. (Jika masih ada rumah warga kampung yang tidak layak huni, jangan bangun rumah megah untuk saya)”.
Sampai kini, bekas rumah sederhananya masih berdiri di dalam komplek yang tak jauh dari makamnya di Blang Sukon, Cubo, Pidie Jaya. Sementara di Gampong Seuneubok Rawa, Peusangan, satu lagi rumahnya yang dibakar, belum dibangun rumah yang baru.
Sebuah wasiat lain juga pernah disampaikannya, “Jika pada suatu hari nanti Anda mendengar berita bahwa saya telah syahid, janganlah saudara merasa sedih dan patah semangat. Sebab saya selalu bermunajat kepada Allah SWT agar mensyahidkan saya apabila kemerdekaan Aceh telah sangat dekat. Saya tak ingin memperoleh kedudukan apa pun apabila negeri ini (Aceh) merdeka."
ADVERTISEMENT
Aceh kemudian damai 15 Agustus 2005, tiga tahun lebih setelah Tgk Lah meninggal. Mungkin, merdeka dalam wasiatnya adalah damai, tanpa lagi konflik. Selamat Ulang Tahun Perdamaian ke-14, semoga perang tak terulang. []
Penulis: Taufik Al Mubarak