Tokoh Pejuang Referendum Aceh, Faisal Ridha, Meninggal Dunia

Konten Media Partner
23 Maret 2022 17:18 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Faisal Ridha. Foto: Dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Faisal Ridha. Foto: Dok. Pribadi
ADVERTISEMENT
Innalillahi wainna ilaihi raji'un, kabar duka datang dari dunia aktivis di Aceh. Salah satu tokoh pejuang referendum Aceh, Faisal Ridha, meninggal dunia hari ini, Rabu (23/3/2022).
ADVERTISEMENT
Faisal Ridha menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Fauziah, Bireuen, Aceh, pukul 13.00 WIB. Berita duka meninggalnya Faisal Ridha tersebut disampaikan langsung oleh istrinya, Maitanur Mahyeddin, melalui unggahan di akun facebook miliknya.
"Assalamualaikum, innalillahi wainnailaihi rajiun, telah berpulang ke rahmatullah suami saya Faisal Ridha tadi pukul 13.00 WIB di R.S Fauziah Bireuen Aceh, almarhum dikebumikan di Desa Dayah Mesjid Kuta Blang Bireuen. Mohon maaf atas kesalahan beliau semasa hidup, jika ada hutang piutang mohon menghubungi saya dan keluarga. Mohon doa terbaik bagi suami saya," tulis Maitanur.
Di samping itu, kabar meninggalnya Faisal Ridha juga disampaikan oleh Ruslan M Daud, anggota DPR RI asal Aceh, melalui unggahan di laman Facebook miliknya.
ADVERTISEMENT
"Innalilahi wa innailaihi Raji'un. Telah berpulang ke Rahmatullah salah seorang Tokoh Pejuang Referendum Aceh yang juga Tenaga Ahli kami, Tgk Faisal Ridha pada hari ini, Rabu 23 Maret 2022 di Bireuen, Semoga almarhum Husnul khatimah," tulis Ruslan M Daud.
Faisal Ridha bersama Wali Nanggroe Aceh (alm) Tgk Hasan Muhammad Di Tiro. Dok. facebook/Faisal Ridha

Sekilas Tentang Perjuangan Referendum Aceh

Demam referendum melanda seluruh Aceh pada tahun 1999. Dari anak kecil hingga orang dewasa, mereka terus saja membicarakan referendum sebagai solusi penyelesaian konflik Aceh. Kata referendum dapat dibaca di mana-mana, mulai dari baliho yang dipasang di pertokoan kota, di atap terminal hingga di badan jalan. Bahkan, tulisan referendum di Aceh menjadi tulisan terpanjang di dunia, mulai dari ruas jalan di Banda Aceh hingga jalan nasional di Kuala Simpang, dari jalan di Calang hingga ke Subulussalam.
ADVERTISEMENT
Perjuangan referendum Aceh bukan hanya solusi yang ditawarkan oleh pemuda dan mahasiswa, melainkan didukung penuh oleh masyarakat dan elit politik. Itulah alasan mengapa perjuangan referendum disebut sebagai tuntutan kolektif masyarakat. Menjadi aneh jika di kemudian hari perjuangan referendum hanya tinggal sebagai memori sejarah belaka. Bahkan Aceh cuma memperoleh status otonomi khusus, sesuatu yang dulu ditolak oleh elemen sipil maupun Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Jauh sebelum Sidang Umum Masyarakat Pejuang Referendum (SU-MPR) Aceh digelar pada 8 November 1999, di beberapa kabupaten/kota berlangsung pawai referendum. Pawai tersebut dipandang sebagai prakondisi menjelang acara puncak di Banda Aceh. Dalam setiap pawai referendum yang digelar, puluhan hingga ratusan ribu masyarakat tumpah-ruah di jalan-jalan utama di tiap kabupaten/kota. Ada yang berlangsung damai dan tertib seperti di Pidie, Aceh Timur, Aceh Utara, Aceh Selatan. Tapi, ada juga aksi pawai referendum yang berakhir ricuh seperti di Aceh Barat.
ADVERTISEMENT
Dukungan terhadap pelaksanaan Sidang Umum Masyarakat Pejuang Referendum (SU-MPR) Aceh terus mengalir. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Aceh dan DPRD Aceh menyatakan dukungan terhadap acara yang digelar oleh SIRA tersebut. Kedua lembaga ini kompak meminta masyarakat Aceh berdoa agar SU-MPR berlangsung rukun, aman dan damai.
Besarnya gaung referendum di Aceh, sampai-sampai Cable News Network (CNN) menggelar jajak pendapat untuk mengetahui keinginan masyarakat Aceh. Hasilnya sungguh mencengangkan, karena sekitar 59 persen masyarakat Aceh menginginkan merdeka, 41 persen tetap bersama NKRI dari total 1.380 responden. Koran Serambi Indonesia menurunkan hasil jajak pendapat CNN tersebut di halaman muka, dengan judul Jajak Pendapat “CNN” Soal Aceh, 59 Persen Merdeka.
Pasca-jajak pendapat yang digelar CNN tersebut, seperti mengonfirmasi bahwa mayoritas masyarakat Aceh mendukung ide Wali Negara Aceh Hasan Tiro. Bahkan, beberapa hari setelah jajak pendapat CNN, koran Serambi menurunkan berita yang berisi pernyataan Hasan Tiro yang meminta agar referendum Aceh segera dilaksanakan.
ADVERTISEMENT
Kini, setelah lebih dari 22 tahun Sidang Umum Masyarakat Pejuang Referendum (SU-MPR) Aceh berlalu, tidak ada lagi pekikan referendum seperti di tahun 1999. Aceh dan Indonesia lebih memilih jalan damai dibanding berperang. []