Tradisi Mengopi di Aceh, Bergelas-gelas hingga Kedai Jarang Sepi

Konten Media Partner
1 Mei 2019 12:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana di salah satu warung di Banda Aceh. Foto: Adi Warsidi/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Suasana di salah satu warung di Banda Aceh. Foto: Adi Warsidi/acehkini
ADVERTISEMENT
Usai subuh, Jamaluddin sudah nongkrong di warung kopi Kawamata di Gampong Doy, Banda Aceh. Warung itu ramai dipenuhi jemaah salat subuh yang baru balik dari masjid terdekat. Kedai itu masih mempertahankan gaya tradisional, dengan bangunan pondok dikelilingi pohon-pohon rindang.
ADVERTISEMENT
Usai habis segelas kopi, pria yang akrab disapa Jamal itu pulang ke rumah, membereskan tugas rutin hingga mengantar anak-anak ke sekolah. Setelah selesai agenda itu, Jamal yang berprofesi wartawan televisi nasional menuju ke kedai lain, Aroel Kupi; atau kadang juga Warung Kopi Romen. Kedua kedai itu ada di kawasan Lampineung.
Kedai kopi Kawamata di Gampong Doy, Banda Aceh, Foto: Dok. Jamal
Dia kembali memesan kopi, sambil menunggu peristiwa harian untuk diliput. "Sehari saya bisa menghabiskan enam gelas kopi, bahkan lebih," katanya kepada Acehkini, Rabu (1/5).
Kadang sekali duduk, bisa dua gelas kopi ia habiskan. Selain pagi hari, Jamal juga kerap mengopi usai makan siang, sore, dan malam hari. Semuanya dilakukan di warung, bukan rumah.
Pada siang hari, Jamal memilih warung kopi yang berfasilitas internet. "Biasa, untuk kerja kirim gambar video ke kantor. Harus yang kencang wifi-nya," katanya.
Jamal menikmati kopi di sebuah warung di Banda Aceh. Foto: Suparta/acehkini
Warkop Budi di kawasan Simpang Surabaya, Banda Aceh. Foto: Habil Razali/acehkini
ADVERTISEMENT
Tak heran, kebanyakan lelaki di Kota Banda Aceh, Aceh Besar, dan Provinsi Aceh secara umum lebih meramaikan warung kopi saban hari. Janji bertemu rekan kerap dibuat, kontrak-kontrak kerja hingga tanda tangan dokumen sering berlangsung di meja warung kopi.
Soal candu kopi, Muslahuddin juga menceritakan kebiasaannya. “Saya sampai delapan gelas sehari,” katanya kepada Acehkini, saat sama-sama menikmati kopi di warung Solong, Ulee Kareng, akhir pekan lalu.
Dia mengaku, jarang sekali menyeduh kopi di rumah. “Enaknya di warung sambil bertemu rekan-rekan dan berbisnis,” katanya. Sambil mengopi, kami berdiskusi tentang hiruk pikuk Pemilu 2019.
Hasbi Burman dengan kopi encer di bagian belakang warung Solong, Banda Aceh. Foto: Adi Warsidi/acehkini
Tak lama kami di sana, seorang penyair bernama Hasbi Burman (75 tahun) merapat. Diskusi semakin kencang. Dia bahkan secara terbuka bercerita tentang presiden pilihannya.
ADVERTISEMENT
“Aku sudah jarang ngopi, kebanyakan sakit karena sudah tua. Tapi karena ada kamu, saya pesan satu,” katanya terkekeh.
Tak lama kemudian, pramusaji membawa secangkir kopi encer sesuai pesanannya.
Dia berkisah, warung kopi di Kota Banda Aceh telah bertransformasi menjadi lebih canggih. Dari pondok-pondok kayu di sudut-sudut desa menjadi toko-toko bertingkat di sepanjang jalan protokol dalam kota.
Hal itu juga berlaku di pusat pemerintahan kabupaten/kota seluruh Aceh. Kendati demikian, kedai dengan pondok kayu masih dapat dijumpai di sudut-sudut desa.
Aroel Kupi dengan fasilitas wifi di kawasan Lampineung, Banda Aceh. Foto: Adi Warsidi/acehkini
“Dulu tahun 70-an, warung kopi Solong tidak seperti ini, hanya kedai kayu. Belakangan menjadi toko permanen mengikuti perkembangan zaman,” kata Hasbi Burman.
ADVERTISEMENT
Warung-warung di kota Banda Aceh semakin canggih, mengikuti perkembangan zaman. Sebagian besar menyediakan jaringan internet gratis, mau lebih kencang dapat memakai jalur khusus yang disediakan, tapi berbayar.
“Kami menyediakan internet, sesuai kebutuhan pelanggan, sebagian mahasiswa dan orang kantoran, mereka butuh,” kata Chairul, pemilik Aroel Kupi di kawasan Lampineung, Banda Aceh.
Kopi dengan nasi ketan selai di sebuah warung di kawasan Cot Iri, Aceh Besar. Foto: Adi Warsidi/acehkini
Oleh karena berjamurnya tempat mengopi di Banda Aceh, membuat kota itu dijuluki sebagai Kota 1001 Warung Kopi. Dalam beberapa kesempatan menerima tamu dari luar daerah maupun luar negeri, Wali Kota Aminullah Usman, selalu mempromosi kopi dan kuliner.
Misalnya saat menerima mahasiswa Universitas Teknologi Malaysia (UTM), pada Minggu malam (21/4), Aminullah memaparkan profil kota secara singkat kepada para tamu. Dia juga mengajak mereka semua untuk mengunjungi beragam destinasi wisata di Banda Aceh, juga kuliner, dan tentunya kopi.
ADVERTISEMENT
“Kopi paling enak di dunia juga ada di sini. Banda Aceh kerap juga disebut sebagai Kota 1001 Warkop (Warung Kopi). Mulai dari kopi robusta, arabika, luwak, tubruk, hingga kopi sanger,” katanya.
Suasana bagian dalam warung kopi Solong, Ulee Kareng, Banda Aceh. Foto: Adi Warsidi/acehkini
Semua jalanan di Banda Aceh dipenuhi warung kopi. Lewati saja jalan-jalan protokol, seperti Jalan P Nyak Makam, Simpang Surabaya, Keutapang, Jeulingke, Batoh, Darusssalam; dan juga di Ulee Kareng, warung-warung kopi berderet di sepanjang jalan.
Kondisi ini juga mudah ditemukan di seluruh Aceh. Di mana ada keramaian, di situ ada warung kopi. Berapa gelas anda mengopi dalam sehari? []
Reporter: Adi Warsidi