news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Tumpukan Sampah yang Jadi Rupiah

Konten Media Partner
21 Februari 2019 17:23 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja memisahkan sampah di pabrik daur ulang sampah, Panteriek, Banda Aceh, Kamis (21/2). Foto: Habil Razali/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja memisahkan sampah di pabrik daur ulang sampah, Panteriek, Banda Aceh, Kamis (21/2). Foto: Habil Razali/acehkini
ADVERTISEMENT
Muhammad Nadir begitu iba melihat pemulung yang kerap ditolak pengepul saat menjual sampahnya. Terkadang pemulung bingung, tak tahu harus membawa ke mana sampah yang seharian dipungutnya. "Sehingga kita berinisiatif membuka tempat daur ulang sampah," ujar pria 34 tahun itu kepada Acehkini, Kamis (21/2).
ADVERTISEMENT
Tempat daur ulang sampah yang dimaksud Nadir berada di Desa Panteriek, Kecamatan Lueng Bata, Kota Banda Aceh. Nadir mulai aktif bergelut di bidang itu tahun 2009. Kebetulan, saat itu dia baru saja menamatkan sarjana di Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Abulyatama, Aceh Besar.
Muhammad Nadir. Foto: Habil Razali/acehkini
Pabrik daur ulang sampah plastik yang dikelola Nadir berada di bawah Dinas Lingkungan Hidup, Kebersihan, dan Keindahan Kota (DLHK3) Banda Aceh. Selain dari pemulung, pabrik itu juga menampung sampah dari bank sampah yang tersebar di beberapa titik di Kota Banda Aceh.
Selain rasa iba terhadap pemulung, kehadiran pabrik daur ulang juga berangkat dari rasa khawatir Nadir terhadap sampah yang menumpuk di tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di Gampong Jawa, Kecamatan Kutaraja, Banda Aceh.
ADVERTISEMENT
"Kita melihat sampah yang masuk ke TPA setiap hari semakin banyak," ujar dia.
Dengan berdirinya pabrik daur ulang sampah, setidaknya telah mengurangi sedikit penumpukan. Pada awalnya, dia mengaku tidak pernah berpikir soal untung rugi daur ulang sampah ini.
"Kalau rugi ya kadang rugi, misalnya pengepul lain tidak menampung maka kita tampung," tutur dia.
Proses daur ulang sampah di Panteriek, Banda Aceh, Kamis (21/2). Foto: Habil Razali/acehkini
Sampah yang didaur ulang berupa botol air minum mineral, botol oli, botol kosmetik, perabotan rumah tangga, besi, dan kaleng. Selain itu, mereka juga mendaur ulang plastik dan kardus.
Proses daur ulang sampah hingga bisa dijual kembali membutuhkan waktu satu hari. Pertama, sampah yang dibeli dari pemulung yang campur dilakukan pemisahan sesuai dengan jenisnya. Kemudian, sampah-sampah itu dibersihkan.
ADVERTISEMENT
Pada tahap selanjutnya, sampah dimasukkan dalam mesin penggilingan. Dari sana, sampah plastik kecil-kecil dituangkan dalam kolam pencucian. Usai bersih, dikeringkan, dan terakhir di-packing.
Pekerja mendaur ulang sampah di pabrik Panteriek, Banda Aceh, Kamis (21/2). Foto: Habil Razali/acehkini
Proses itu normalnya usai dilakukan dalam satu hari, tapi Nadir mengaku mengalami kendala saat proses pengeringan. "Karena kita masih melakukan pengeringan manual dengan sinar matahari, jadi kalau cuaca tidak mendukung tidak selesai sehari," tuturnya.
Sampah yang telah di-packing lalu dijual ke Kota Medan, Sumatera Utara. Di sana, hasil daur ulang sampah itu dijadikan bahan baku pembuatan produk plastik. "Di Aceh belum ada," kata Nadir.
Dalam sekali pengiriman ke Medan, sampah hasil daur ulang itu mencapai 7 hingga 8 ton. Pabrik daur ulang sampah plastik itu sendiri berhasil mengolah 700 kilogram hingga 1 ton sampah per hari.
ADVERTISEMENT
Saat ini, di pabrik itu terdapat lima orang pekerja. Untuk omzet Nadir mengaku bisa maraup Rp 600 juta per tahun. "Tahun 2018 mencapai Rp 600 juta per tahun. Semua hasilnya masuk ke Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Banda Aceh," ujar Nadir. []
Reporter: Habil Razali