Viral Pesepeda Seksi di Aceh, Ini Aturan Negeri Syariat yang Dilanggar

Konten Media Partner
7 Juli 2020 10:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Heboh wanita berbaju seksi gowes keliling Kota Banda Aceh. Foto: Instagram/@tercyduck.aceh
zoom-in-whitePerbesar
Heboh wanita berbaju seksi gowes keliling Kota Banda Aceh. Foto: Instagram/@tercyduck.aceh
ADVERTISEMENT
Sejumlah pesepeda dengan pakaian ketat dan tak mengenakan hijab menghebohkan Aceh dan notabene sebagai daerah yang menerapkan syariat Islam. Video dan foto mereka viral beredar di media sosial dengan ragam tanggapan.
ADVERTISEMENT
Di antara 10 pesepeda, hanya satu orang yang memakai jilbab. Mereka melakukan gowes pada Minggu (5/7/2020) dan selanjutnya foto dan video mereka beredar di media sosial. Kejadian ini disorot warga hingga membuat Wali Kota Banda Aceh, Aminullah Usman, berang.
Pada Senin (6/7), Aminullah Usman langsung meminta Satpol PP dan Wilayatul Hisbah (Polisi Syariah) untuk mencari mereka untuk diberikan pembinaan. “Kota ini menerapkan syariat Islam, setiap tamu yang datang harus menghargai dan menaati aturan yang ada di kota ini,” katanya.
Pada Senin sore, pesepada tersebut ditemukan dan dipanggil untuk diberikan pembinaan di kantor Satpol PP dan WH Banda Aceh. Mereka tidak ditahan, tetapi hanya diberikan pembinaan tentang aturan berpakaian dan Syariat Islam oleh petugas.
ADVERTISEMENT
Pesepeda diberikan pembinaan di kantor Satpol PP dan WH Banda Aceh. Dok. Istimewa
Lantas aturan apa yang dilanggar mereka?
Berpakaian islami sesuai syariat Islam telah diterapkan di Aceh sejak 2002, hal ini sesuai Qanun Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam Bidang Aqidah, Ibadah Dan Syiar Islam.
Terkait busana islami tercantum dalam pasal 13 qanun tersebut, sebagai berikut:
Ayat (1) Setiap orang Islam wajib berbusana islami. Ayat (2) Pimpinan instansi pemerintah lembaga pendidikan badan usaha dan atau institusi masyarakat wajib membudayakan busana Islami di lingkungannya.
Dalam bagian penjelasan pasal demi pasal, disebutkan: “Busana islami adalah pakaian yang menutup aurat yang tidak tembus pandang dan tidak memperlihatkan bentuk tubuh.”
Pengawasan terhadap aturan dilakukan oleh Wilayatul Hisbah. Satuan Polisi Syariah ini berhak melakukan pembinaan dan lainnya terhadap pelanggar. Sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 14 qanun tersebut:
ADVERTISEMENT
Ayat (1) Untuk terlaksananya Syariat Islam di bidang aqidah, ibadah dan syiar Islam, Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota membentuk Wilayatul Hisbah yang berwenang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Qanun ini.
Ayat (2) Wilayatul Hisbah dapat dibentuk pada tingkat gampong, kemukiman, kecamatan atau wilayah/lingkungan lainnya.
Ayat (3) Apabila dari hasil pengawasan yang dilakukan oleh Wilayatul Hisbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) pasal ini, terdapat cukup alasan telah terjadinya pelanggaran terhadap Qanun ini, maka pejabat pengawas (Wilayatul Hisbah) diberi wewenang untuk menegur/ menasihati si pelanggar.
Ayat (4) Setelah upaya menegur/menasihati dilakukan sesuai dengan ayat (3) di atas, ternyata perilaku si pelanggar tidak berubah, maka pejabat pengawas menyerahkan kasus pelanggaran tersebut kepada pejabat penyidik.
ADVERTISEMENT
Ketentuan pelanggaran terhadap berpakaian di Aceh ini diperkuat dengan Pasal 23, yang bunyinya: "Barang siapa yang tidak berbusana Islami sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (1) dipidana dengan hukuman takzir setelah melalui proses peringatan dan pembinaan oleh Wilayatul Hisbah.”
Dalam penjelasan pasal 23, disebutkan: Pengawasan dan peringatan terhadap pasal ini dititikberatkan pada upaya penyadaran, pembimbingan dan pembinaan.
Hukuman takzir akan dijatuhkan kalau pelanggaran dilakukan secara berulang-ulang dan telah mendapat peringatan dari Wilayatul Hisbah, atau dilakukan secara mencolok sehingga bertentangan dengan kepatutan dan rasa kesopanan masyarakat. Penjatuhan takzir ini pun hendaknya dimulai dengan yang paling ringan. []