Wali Nanggroe Kenang 148 Tahun Maklumat Perang Aceh-Belanda

Konten Media Partner
26 Maret 2021 17:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wali Nanggroe Aceh, PYM Tgk Malik Mahmud Al-Haythar. Foto: Suparta/acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Wali Nanggroe Aceh, PYM Tgk Malik Mahmud Al-Haythar. Foto: Suparta/acehkini
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dari geladak kapal perang Citadel van Antwerpen yang melempar sauh di antara Pulau Sabang dan daratan Aceh, Wakil Ketua Dewan Hindia Belanda, F. N. Nieuwenhuijzen menyatakan maklumat perang terhadap Kesultanan Aceh Darussalam, pada Rabu, 26 Maret 1873.
ADVERTISEMENT
Kini sudah 148 tahun deklarasi perang yang meruntuhkan Kesultanan Aceh Darussalam itu. Wali Nanggroe Aceh, PYM Teungku Malik Mahmud Al-Haythar mengenang peristiwa kelam tersebut dengan mengajak rakyat Aceh memelihara semangat perjuangan seperti pejuang Aceh dahulu yang berani syahid berdarah-darah.
"Semangat ini yang harus kita pelihara untuk membangun Aceh yang lebih bagus ke depan. Ini yang saya harapkan," kata Teungku Malik Mahmud kepada acehkini.
Perang Belanda di Aceh yang berlangsung selama 70 tahun atau sampai 1943 membuat sejarah baru bagi Kesultanan Aceh Darussalam. "Di situlah dimulai, Aceh yang begitu hebat, besar, dan terkenal di seluruh dunia mulai runtuh dan hancur akibat perang dengan Belanda," tutur Teungku Malik.
Dampak perang yang terus berkobar puluhan tahun, menurut Teungku Malik, membuat semua institusi di Aceh hancur. Misalnya, kerajaan, pendidikan, ekonomi, dan kebudayaan. Kehilangan lembaga-lembaga penting tersebut karena konsentrasi rakyat Aceh ketika hanya berperang.
ADVERTISEMENT
Teungku Malik merasa bangga sekaligus sedih kalau mengingat perlawanan rakyat Aceh yang berani mati dalam mempertahankan kedaulatan dan muruah. "Aceh menghadapi Belanda itu dengan Total War atau perang yang total sehingga orang Aceh waktu itu berketurunan meneruskan perjuangan melawan Belanda," ujarnya.
Dia mengajak semua rakyat Aceh agar mengingat jati dirinya bahwa seorang keturunan pejuang. "Jiwa mereka itu, ketangguhan mereka itu, kita harus ikuti jejak langkah indatu kita dulu," kata Teungku Malik. []