Ancaman Ruang Publik dan Kebebasan

Acep Jamaludin (Cepjam)
Seorang Aktivis pergerakan yang aktif dalam beberapa isu strategis pernah berkuliah di UIN SGD Bandung dan sekarang menjadi direktur kajian strategis di perusahaan sinergi riset nusantara yang bergerak dibidang konsultan politik dan riset
Konten dari Pengguna
13 Agustus 2022 12:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Acep Jamaludin (Cepjam) tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Media Komersial dan Birokrasi politik antara penyimpangan ruang publik serta kebebasan

poto hasil acep jamaludin
zoom-in-whitePerbesar
poto hasil acep jamaludin
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ruang publik sebagai potensi demokratis media akan tenggelam ketika rasionalitas birokrasi atau rasionalitas modal mulai mengambil alih dan mendominasi fungsi, sistem kerja dan orientasi produksi media. Merujuk dari hal tersebut saya memandang bahwa ancaman terbesar yang datang dari kebebasan media adalah adanya intervensi dari kekuatan negara dengan aparat nya dibarengi secara timbal balik oleh kekuatan modal yang menyebabkan kekuatan politik birokrasi negara dan kekuatan modal mengancam ruang publik dan kebebasan secara bersamaan
ADVERTISEMENT
Kekuatan intervensi ini bisa mulai ditelaah setelah era reformasi di mana dinamika kehidupan media sepenuhnya ditentukan oleh kekuatan dialektika yang muncul dalam masyarakat, tetapi pertarungan ini belum selesai dengan lahirnya Undang Undang tentang siaran pada tahun 2002 pemerintah kembali mengatur akan kebebasan media dan bahkan ingin kembali melakukan kontrol seperti sebelum reformasi, hingga saat ini aturan tersebut masih berlaku sebagai payung hukum akan penyelenggaraan media di Indonesia.
Kolonialisme sistem ekonomi dan birokrasi dalam tubuh media sangat terlihat terbukti dari adanya Undang Undang tentang siaran di mana kedudukan media sebagai institusi sosial dan institusi bisnis, atau disebut dengan posisi antara rasionalitas strategis dan rasionalitas komunikasi sebagai rasionalitas penggerak media. Satu sisi media adalah institusi sosial yang ingin menyediakan fasilitas masyarakat dalam menjalankan kursus guna merumuskan kepentingan bersama serta melakukan kontrol jalannya kekuasaan, lalu dapat digunakan sebagai alat komunikasi untuk aspirasi hak politik, penyambung keanekaragaman pemahaman dan pembentukan watak, namun di sisi lain media juga berwujud institusi ekonomi yang beroperasi berdasarkan rasionalitas bisnis.
ADVERTISEMENT
politik peraturan legislatif memperlihatkan kekuasaan pemerintah dalam mengatur ide kebebasannya tercermin dalam Undang Undang Pers, Undang Undang Kitab Undang Undang Hukum Pidana, Undang Undang Pornografi, Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik bahkan Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik serta berbagai produk hukum yang berhubungan dengan media. Dari produk hukum inilah pemerintah terlihat memperlihatkan ketakutan akan ide-ide kebebasan media.
Anomali ruang media terlihat ketika hukum tidak sepenuhnya memberikan semua kehendak publik kepada publik namun hukum tersebut memberikan fasilitas gerak kepada birokratisasi dan komersial terhadap ruang publik media. Kekuatan ideal demokratisasi media dikalahkan dengan gerak reorganisasi kekuatan modal dan birokrasi.
Ruang publik juga terdapat pada sektor lain padahal gerakan demokratisasi media selalu ada namun kekuatan gerakan tersebut selalu kalah dengan kekuatan ekonomi dan birokrasi, dari hal tersebut saya mengira jika dalam kebebasan sangatlah terlihat bahwa sebenarnya ide-ide kebebasan media adalah sulit dengan dibentuknya peraturan yang mengendalikan media oleh pemerintah. Selain itu, dengan lahirnya Rancangan Undang Undang Kitab Undang Undang Hukum Pidana memperlihatkan dominasi birokrasi dengan kekuatan politik serta kekuatan modal atau oligarki.
ADVERTISEMENT