Konten dari Pengguna

Revolusi di TPS Demi Ibu Pertiwi Rebut Ruang Demokrasi

Acep Jamaludin (Cepjam)
Seorang Aktivis pergerakan yang aktif dalam beberapa isu strategis pernah berkuliah di UIN SGD Bandung dan sekarang menjadi direktur kajian strategis di perusahaan sinergi riset nusantara yang bergerak dibidang konsultan politik dan riset
27 Oktober 2023 11:43 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Acep Jamaludin (Cepjam) tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
info grafi revolusi di TPS
zoom-in-whitePerbesar
info grafi revolusi di TPS
ADVERTISEMENT
Situasi politik di Indonesia akhir-akhir ini telah menunjukkan tanda-tanda yang mengkhawatirkan. Praktik korupsi, kolusi dan nepotisme atau lebih populer disebut dengan singkatan KKN semakin terlihat datang bersamaan dengan itu ada juga beberapa ancaman lain bagi demokrasi kita, membuat banyak orang merasa khawatir tentang masa depan demokrasi Negara ini.
ADVERTISEMENT
Dalam satu dekade terakhir di bawah kepemimpinan Joko Widodo, kita telah menyaksikan ketidakadilan merajalela. Rakyat kecil terpinggirkan, dieksploitasi, dan dibiarkan lemah oleh kebijakan pemerintah. Meskipun ada upaya pembangunan infrastruktur dan ekonomi, sayangnya, hal tersebut seringkali menyebabkan perampasan tanah rakyat, kerusakan lingkungan, dan praktik korupsi yang merajalela.
Selama sepuluh tahun terakhir juga, demokrasi Indonesia semakin hilang esensinya. Hukum tidak lagi digunakan untuk mensejahterakan rakyat dan menegakkan keadilan. Kita telah menyaksikan bagaimana politik berubah menjadi bisnis yang merugikan rakyat, dan bagaimana suara-suara kritis seringkali ditekan melalui pelabelan politik dan instrumen hukum seperti UU ITE. Pemimpin kita tampaknya lebih memihak kepada kepentingan modal, investor, dan elite politik, sementara rakyat kecil menjadi korban.
ADVERTISEMENT

Sepuluh Tahun Demokrasi Hilang Esensi

Praktik pemerintahan di hampir sepuluh tahun ini, telah menyebabkan demokrasi kehilangan esensi. Pemerintahan Demokrasi yang diidamkan oleh Abraham Lincoln “…dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat…” tidak terjadi di Indonesia ini. Mereka dari rakyat, dipilih oleh rakyat tapi kebijakan-kebijakan yang dihasilkan malah bukan untuk rakyat. Hukum tidak lagi digunakan untuk menegakkan keadilan dan mensejahterakan rakyat, demokrasi saat secara telanjang telah mendorong politik ‘dagang sapi’, serta memojokkan lawan politik dengan memperalat aparatur negara dan hukum.
Baru-baru ini kita akhirnya diramaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal 16 Oktober 2023, menambah banyak persepsi masyarakat dengan agenda politik yang mengarah pada skenario yang keluar dari kreativitas sutradara Jokowi dengan memanfaatkan atribut hukum. Banyak orang berpendapat bahwa keputusan ini digadang-gadang demi melancarkan jalan pencalonan sang putera mahkota.
ADVERTISEMENT
Tentu persepsi ini menguat dengan situasi di mana Prabowo dan Ganjar belum mengumumkan pasangannya sebelum putusan Mahkamah Konstitusi keluar. benar saja setelah MK mengeluarkan putusannya Koalisi Indonesia Menang(KIM) yang mengusung Prabowo Subianto sebagai calon presiden akhirnya mengumumkan pasangan cawapresnya yaitu Gibran Rakabumingraka.
Sikap MK tentang syarat usia pejabat publik mengacu pada Putusan MK Nomor 15/PUU-V/2007, Putusan MK Nomor 37/PUU-VIII/2010, dan Putusan MK Nomor 49/PUU-IX/2011. Karena memiliki komponen open legal policy Artinya UUD 1945 menyerahkan penentuan batasan usia kepada pembentuk undang-undang untuk mengaturnya yaitu eksekutif dan legislatif.
16 oktober 2023 mayoritas hakim MK memutuskan untuk mengabulkan Sebagian gugatan dengan menambahkan syarat calon presiden dan calon wakil presiden sehingga Pasal 169 huruf q UU Pemilu selengkapnya berbunyi: Berusia paling rendah paling rendah 40 tahun atau pernah /sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pilkada.
ADVERTISEMENT
MK tidak berwenang mengadili permohonan terkait batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). MK dalam putusan sebelumnya telah menentukan hal-hal yang termasuk open legal policy (kebijakan hukum terbuka) hal itu berdasar pada ketentuan Undang-Undang Dasar (UUD). UUD memberikan delegasi kewenangan berupa pernyataan dapat diatur lebih lanjut dalam atau dengan undang-undang, maka hal itu termasuk open legal policy.
MK akan jadi tidak konsisten dengan putusan-putusan sebelumnya. Dan ini artinya MK akan membuat dirinya jadi terlalu politis menjadikan MK tidak independen dan mengurangi legitimasinya sebagai lembaga yudikatif. Adanya konflik kepentingan dalam penyelenggaraan negara membuat cek and balance jadi tidak bekerja.
MK selain mengabulkan sebagian gugatan penambahan syarat capres/cawapres, MK sering menolak gugatan yang mendukung jalannya kepentingan kekuasaan seperti omnibuslaw UU cipta kerja, UU KPK, revisi masa jabatan pimpinan KPK dll. Adanya relasi keluarga dalam lembaga negara dapat mengukuhkan kolusi, korupsi dan nepotisme yang sulit hilang di republik ini hingga dapat menghancurkan demokrasi.
ADVERTISEMENT

Tiga Tahun UU Omnibuslaw Membawa Krisis Tenaga Kerja dan Lingkungan

UU Omnibuslaw , yang telah berlaku selama tiga tahun, terbukti membawa konsekuensi serius dalam sektor tenaga kerja, lingkungan, dan agrarian. Kita perlu merenung lebih dalam tentang bagaimana undang-undang ini telah mengubah peta ekonomi dan sosial Indonesia.
UU CIPTAKER telah membawa perubahan yang signifikan dalam dunia kerja di Indonesia. Di bawah peraturan yang baru, batas waktu dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu(PKWT) diperpanjang 3 tahun menjadi hingga 5 tahun. Hal ini menciptakan ketidakpastian pada buruh, karena mereka kesulitan mendapatkan jaminan pekerjaan yang stabil dan hak-hak mereka menjadi semakin rentan.
Selain itu, pembatasan jenis pekerjaan yang dapat dijalankan melalui sistem outsourcing juga dihapuskan. Ini berarti bahwa buruh yang bekerja di berbagai sektor dan profesi dapat dipekerjakan dengan sistem outsourcing, yang sering kali tidak memberikan jaminan kerja yang baik.
ADVERTISEMENT
Penting untuk mencatat bahwa di bawah UU Omnibus law, "kebutuhan hidup layak" yang sebelumnya digunakan sebagai acuan untuk menghitung upah minimum juga dihapuskan. Ini berarti upah buruh tidak lagi memiliki landasan yang kuat untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Bahkan lebih mengkhawatirkan, perubahan aturan yang terbaru telah memungkinkan pemotongan upah buruh hingga 30% per bulan dan perubahan waktu kerja dengan persetujuan sepihak, yang mengakibatkan buruh semakin rentan terhadap eksploitasi.
Tambahan lagi, proses PHK yang semakin mudah menyulitkan para buruh, karena perusahaan hanya perlu memberi tahu mereka tanpa perlu melakukan perundingan. Hal ini mengakibatkan peningkatan tajam dalam jumlah buruh yang di-PHK sejak UU Omnibuslaw mulai diberlakukan. Pesangon yang diberikan kepada buruh yang di-PHK juga berkurang, yang berarti bahwa mereka menerima kompensasi yang lebih rendah daripada sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Di sektor lingkungan, UU Omnibuslaw memicu perubahan signifikan dalam kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Hal ini membawa konsekuensi serius bagi kerusakan lingkungan dan ancaman terhadap ekosistem alam.
Lahirnya Bank Tanah yang merupakan turunan dari UU Omnibuslaw telah meningkatkan eskalasi konflik agraria. Penetapan lokasi tanah oleh Kementerian ATR/BPN seringkali dilakukan tanpa mempertimbangkan situasi di lapangan, sehingga meningkatkan risiko konflik agraria yang lebih meluas.
Penggusuran dan perampasan tanah atas nama Proyek Strategis Nasional (PSN) semakin meningkat. Kementerian ATR/BPN telah melaporkan bahwa mereka telah membebaskan tanah seluas 23.000 hektare untuk PSN dan 10.000 hektare non-PSN. Kemudahan dalam proses pengadaan tanah untuk proyek infrastruktur, yang merupakan turunan dari UU Omnibuslaw, telah memperburuk eskalasi penggusuran dan perampasan tanah yang seringkali tidak mempertimbangkan hak masyarakat lokal.
ADVERTISEMENT
Impor pangan yang semakin mudah juga mengancam kedaulatan pangan Indonesia. Pemerintah telah mengimpor sejumlah besar beras, bahkan ketika produksi beras nasional mencapai surplus. Hal ini menyebabkan kerugian bagi petani lokal dan mengancam kedaulatan pangan negara.
Pengembangan Food Estate yang mencapai ribuan hektare juga menyebabkan perampasan tanah rakyat dan kerusakan lingkungan. Lebih dari sekadar perampasan tanah, ini juga menciptakan konsekuensi jangka panjang terhadap keberlanjutan ekosistem.
Dalam rangka untuk meredakan dampak UU Omnibuslaw pada sektor tenaga kerja dan lingkungan, perlu adanya perubahan kebijakan dan perbaikan hukum yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat dan pelestarian lingkungan. Saatnya bagi masyarakat untuk bersatu dan memperjuangkan hak-hak mereka serta melindungi lingkungan demi masa depan yang lebih baik.
ADVERTISEMENT

Gerakan Revolusi di TPS

Perjuangan melawan UU Omnibuslaw telah membangkitkan kesadaran di kalangan rakyat. Demonstrasi besar-besaran yang diadakan sebagai respons terhadap UU Omnibuslaw sejak tahun 2019 sampai dengan sekarang menghadirkan gambaran tentang keinginan rakyat untuk perubahan yang lebih besar.
Namun, perjuangan ini juga telah mengakibatkan tragedi dan korban jiwa yang patut disayangkan. Pahlawan yang gugur dalam perjuangan melawan UU Omnibuslaw harus dihormati sebagai penjaga demokrasi.
Pada titik ini, menjelang tahun demokrasi gerakan revolusi di Tempat Pemungutan Suara (TPS) merupakan Ide yang konkret untuk melakukan perubahan agar apa yang terjadi selama hampir satu dekade ini tidak terulang lagi. ini merupakan respons terhadap krisis demokrasi yang sedang berlangsung.
Dalam situasi di mana pilihan pemimpin yang kompeten dan bermoral sangat penting, gerakan revolusi di TPS merupakan langkah mengambil alih kendali dalam pemilihan pemimpin kita. Dengan melibatkan diri dalam pemilihan, kita dapat memastikan bahwa pemimpin yang terpilih benar-benar mewakili kepentingan rakyat, sehingga tidak akan terjadi lagi anak bangsa yang berguguran dalam perjuangan melawan pemimpinnya sendiri.
ADVERTISEMENT
Gerakan ini adalah langkah nyata dan terukur dalam menghadapi krisis demokrasi. Dengan memilih pemimpin yang sesuai dengan visi dan nilai-nilai kita, kita dapat mewujudkan perubahan yang kita inginkan.
Momentum Pemilu 2024 adalah kesempatan emas untuk mengembalikan demokrasi yang adil dan humanis. Kita perlu melakukan gerakan ini dan bergerak bersama untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik untuk Indonesia. Kita perlu aktif melakukan kurasi terhadap calon-calon pemimpin kita ke depan, baik legislatif maupun eksekutif. Lantas bagaimana kita bisa melakukan revolusi di TPS ini.
Pertama, lihat dan cari tahu latar belakang dan rekam jejak orang-orang yang akan kita pilih nanti untuk legislatif di tiap levelnya(DPR Kabupaten, Provinsi dan RI) maupun eksekutif baik Presiden, Wakil Presiden, Gubernur dan Pemerintah daerah lainnya.
ADVERTISEMENT
Tentu akan banyak orang yang kita cari tahu, akan tetapi ini akan sebanding dengan apa yang bisa kita lakukan ke depan, baik itu monitoring atau melakukan relasi komunikasi pada orang yang terpilih nantinya. Jangan sampai orang yang pernah melakukan tindak pidana korupsi, orang yang akan berpotensi memiliki konflik kepentingan antara kepentingan pribadi dan kelompoknya berbenturan dengan kepentingan rakyat keseluruhan juga orang yang tidak memiliki ide dan gagasan dalam kepemimpinan kemudian hari terpilih kembali di 2024 nanti.
Kedua, setelah melakukan pencarian informasi langkah selanjutnya adalah membandingkan gagasan-gagasan para calon dengan calon lainnya. Gagasan mana yang paling dibutuhkan untuk masyarakat termasuk di dalamnya gagasan untuk meningkatkan ekonomi kerakyatan agar disparitas ekonomi tidak terlalu tinggi dan penjaminan keamanan rakyat dalam menggunakan hak-haknya.
ADVERTISEMENT
Ketiga, calon-calon mana saja yang sudah kita tentukan untuk dipilih sebarkan juga informasi yang telah kita dapatkan melalui media apa pun yang kita miliki, agar masyarakat lainnya secara umum juga mengetahui apa yang ingin mereka perjuangkan dan cocok dengan apa yang ingin kita perjuangkan juga.
Seringkali kita sungkan untuk menyebarkan apa yang kita yakini, ingat berbeda pilihan adalah hal yang biasa dan tidak perlu menjadi hal yang bisa menjauhkan bahkan membuat konflik di antara orang-orang terdekat kita. Bukankah selera makan kita juga berbeda-beda, lantas mengapa berbeda pilihan politik tidak diperbolehkan?
Keempat, lakukan dialog atau obrolan-obrolan sehat secara tatap muka dengan orang-orang di sekitar kita baik keluarga, orang terdekat ataupun tokoh masyarakat. Jika kita sudah tau informasi gagasan apa saja yang dibawa oleh para calon pemimpin kita, mestinya obrolan akan terjadi secara sehat, yaitu dengan cara bertukar pikiran gagasan mana yang paling baik, bukannya fanatisme buta terhadap simbol-simbol politik buta.
ADVERTISEMENT
Kelima, melakukan revolusi di TPS dengan cara memilih calon-calon yang sudah kita yakini untuk kita pilih bersama orang-orang di sekitar kita. Sekali lagi, patut kita hargai juga orang-orang yang memiliki perbedaan pilihan di antara kita, agar mereka juga dapat memilih secara bebas, rahasia dan adil.
Jangan sampai ada diskriminasi di antara masyarakat hanya karena hal tersebut, karena orang terdekat kitalah yang pertama kali bisa tau dan membantu kita dalam situasi dan kondisi apa pun yang kita hadapi dan tugas pemimpin yang terpilih adalah melayani masyarakat keseluruhan baik yang memilihnya ataupun tidak. Karena mereka adalah pemimpin rakyat bukan pemimpin relawan.
Langkah-langkah kecil inilah yang bisa kita lakukan di tahun-tahun politik ini, untuk mencegah hal-hal yang tidak perlu terjadi seperti di beberapa tahun kebelakang dan langkah-langkah ini pula yang akan menentukan nasib kita bertahun-tahun ke depan.
ADVERTISEMENT