Konten dari Pengguna

LAZ Harus Punya Strategi Hadapi Situasi Global dan Menurunnya Kelas Menengah

Akademizi
Akademizi lahir dari sebuah visi besar yang ingin mendorong kemajuan gerakan filantropi Islam sekaligus mampu menjadi inspirasi bagi gerakan kebajikan dan pemberdayaan umat.
30 Oktober 2024 12:36 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Akademizi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Nana Sudiana menjadi pembicara di Laznas Bakrie Amanah (Dok Akademizi)
zoom-in-whitePerbesar
Nana Sudiana menjadi pembicara di Laznas Bakrie Amanah (Dok Akademizi)
ADVERTISEMENT
Lembaga Amil Zakat (LAZ) harus mempunyai strategi dalam menghadapi situsi global dan menurunnya kelas menengah. Kondisi ini berpengaruh pada donatur yang ingin menyumbangkan dananya ke lembaga filantropi Islam.
ADVERTISEMENT
“LAZ harus melihat ada bayang-bayang ekonomi belum baik, perang Rusia-Ukraina, ekonomi global, bencana global seperti kekeringan. Kelas menengah menurun dan populasi berkurang. Inflasi ada di depan dan kemungkinan 2025 terjadi. LAZ Harus menghitung situasi global. Kita masuk 6 negara miskin di Asia Tenggara. Situasi ini mempengaruhi orang untuk berdonasi,” kata Direktur Akademizi Nana Sudiana saat berbicara di depan pengurus Laznas Bakrie Amanah, Jakarta, Selasa (29/10/2024).
Kata Nana, calon kelas menengah juga menurun dan berdampak banyaknya mustahik. “Calon menengah ini calon muzaki. Dalam kondisi ini LAZ harus serius mencari muzaki yang bisa dibidik,” ungkap Nana.
Regulasi zakat justru mempersempit LAZ di mana Baznas mewajibkan ASN dan karyawan di beberapa BUMN menyetorkan zakatnya ke lembaga zakat nasional. “Ini tantangan LAZ dalam menyiasati dalam penghimpunan,” tegasnya.
ADVERTISEMENT
Kesadaran dan kepatuhan zakat di kalangan profesional dan pelaku usaha belum optimal. “Jika mereka kurang teredukasi atau tidak memiliki pemahaman kuat tentang kewajiban zakat, penghimpunan dana pun berpotensi menurun,” tegasnya.
Untuk menarik donatur, kata Nana perlu program yang bisa menyentuh masyarakat seperti Rumah Singgah Pasien (RSP) dan Klinik Hemodialisa milik IZI. “Kita ajak calon donatur untuk berdialog dengan keluarga yang menemani pasien di RSP. Kita juga mengajak calon donatur berdialog dengan pasien cuci darah. Dari sini calon donatur bergerak sendirinya untuk menyumbang,” paparnya.
Ia juga mencontohkan penggalangan dana untuk masjid Indonesia di Tokyo Jepang di mana masih kurang Rp 2 miliar. “Jika tidak menyanggupi Rp 2 miliar, pihak yang menjual gedung untuk dijadikan masjid Indonesia membatalkan. Situasi ini menyentuh semua kalangan pihak termasuk warga Indonesia sehingga dalam waktu sepekan bisa mengumpulkan dana Rp2 miliar,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT