Konten dari Pengguna

Mendidik Anak Menjadi (Seperti) Amil

Akademizi
Akademizi lahir dari sebuah visi besar yang ingin mendorong kemajuan gerakan filantropi Islam sekaligus mampu menjadi inspirasi bagi gerakan kebajikan dan pemberdayaan umat.
9 Oktober 2024 12:06 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Akademizi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Nana Sudiana (Dok Akademizi)
zoom-in-whitePerbesar
Nana Sudiana (Dok Akademizi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Oleh: Nana Sudiana (Direktur Akademizi)
Ada satu hal lagi, para amil yang juga orang tua pasti akan bangga ketika apa yang ia lakukan ternyata diikuti dan diteruskan oleh anaknya. Bahkan lebih dari itu, ia juga mungkin amat terharu bila akhirnya, anak kandungnya sendiri menghargai dirinya dan profesinya sebagai amil.
ADVERTISEMENT
Bagi orang tua yang amil, tak peduli seberapa lama seorang anak biologisnya membantu pekerjaan dirinya sebagai amil, ia tetap akan merasa bangga dan merasakan kepuasan dalam mendidik seorang anak. Dengan situasi tadi, seorang ayah atau Ibu yang amil, merasa terbahagiakan hidupnya walau bisa jadi secara materi tak berlebihan. Ia merasa cukup, begitu juga jiwa-nya.
Ada kebahagiaan dan rasa terima kasih atas balasan anak terhadap dirinya. Juga ada semacam rasa senang atas penghargaan anaknya atas profesi amil yang dijalani orang tuanya.
Pertanyaannya, apa saja yang perlu kita siapkan sehingga kita para amil punya kaderisasi amil berikutnya. Baik anak biologis kita maupun para amil muda yang akan menjadi penerus gerakan zakat Indonesia dan menjadi pembawa obor spirit kebaikan zakat di negeri ini.
ADVERTISEMENT
Didiklah anak kita untuk peduli sesama dengan tulus
Para Nabi, Rasul dan orang-orang sholeh sebelum kita dalam hidup mereka tak hanya soal memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya semata. Mereka walau tak semua termasuk orang kaya, terbiasa menjadikan hidupnya bak sebuah teko atau tempat air minum sebelum ke gelas atau cangkir. Begitu teko ini ada isinya, maka tak menunggu lama, ia akan disdistribusikan bagi yang memerlukan. Kadang bukan soal uang saja, bisa makanan, pakaian dan beragam kebutuhan lainnya.
Kita para amil yang selama ini berjuang, yang kadang penuh keprihatinan dan bercucuran keringat, terbiasa membantu sesama. Nah sesekali, ajak dan biasakan anak-anak kita untuk jadi bagian yang memberikan sesuatu pada sesama. Baik harta benda yang kita miliki atau amanah pihak lain yang ada pada kita untuk dibagikan pada yang memerlukan.
ADVERTISEMENT
Anak-anak yang sejak kecil mengerti dengan pekerjaan orang tuanya sebagai amil, Insyaallah ia akan paham bagaiamana posisinya begitu ia dewasa dan memiliki harta benda serta kedudukan dalam kehidupannya. Legacy yang kita harapkan, pada dasarnya lebih luas dari barang atau uang yang kita bisa berikan pada anak kita, namun justru yang akan mereka terima adalah nilai-nilai kemuliaan dalam kehidupan manusia.
Anak-anak amil harus tahu, air mata dan darahnya yang jatuh dalam berjuang menjadi amil zakat adalah sebuah jalan baik dalam mendekatkan diri-nya pada jalan Allah SWT. Di jalan ini, pengorbanan selalu diperlukan, karena memang untuk menjadi insan mulia, terkadang ada begitu banyak halangan dan tantangannya. Sejarah telah membuktikan, tiada satu Nabi, para ulama dan oang-orang soleh yang hidupnya lantas merasa nyaman dan berhenti berjuang Ketika dirinya mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.
ADVERTISEMENT
Inilah makna spirit amil zakat, boleh jadi anak-anak seorang amil akhirnya jadi apa pun, tetapi dalam jiwanya harus tertanam kepedulian dan cinta pada sesama manusia, termasuk kesediaannya untuk adil dan menjadi solusi atas problematika yang dihadapinya.