news-card-video
12 Ramadhan 1446 HRabu, 12 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Pilar Sosial Zakat: Menciptakan Kolaborasi dalam Meningkatkan Solusi Masyarakat

Akademizi
Akademizi lahir dari sebuah visi besar yang ingin mendorong kemajuan gerakan filantropi Islam sekaligus mampu menjadi inspirasi bagi gerakan kebajikan dan pemberdayaan umat.
12 Maret 2025 14:26 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Akademizi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Forum Literasi Filantropi Vol 28 bertemakan "Amil Zakat: Pilar Kemanusiaan dalam Mewujudkan Kepedulian Sosial", Rabu (12/3/2025).
zoom-in-whitePerbesar
Forum Literasi Filantropi Vol 28 bertemakan "Amil Zakat: Pilar Kemanusiaan dalam Mewujudkan Kepedulian Sosial", Rabu (12/3/2025).
ADVERTISEMENT
Direktur LAZ Nurul Hayat, Kholaf Hibatullah, mengatakan, pilar sosial zakat tidak hanya memberikan manfaat bagi para muzaki (pemberi zakat), tetapi juga berdampak luas pada masyarakat, termasuk dalam menciptakan partisipasi aktif dalam berbagai program sosial. Salah satu contoh nyata adalah program bedah rumah yang dikelola oleh lembaga amil zakat.
ADVERTISEMENT
Menurut Kholaf Hibatullah, program seperti bedah rumah harus memiliki narasi atau kisah dari penerima manfaat. “Harus ada story dari penerima zakat, sehingga ada dampaknya yang dapat dirasakan oleh masyarakat luas. Dengan adanya kisah yang menggugah, maka akan semakin banyak orang yang tergerak untuk berdonasi,” ujarnya dalam Forum Literasi Filantropi Vol 28 yang diadakan Akademizi bertemakan "Amil Zakat: Pilar Kemanusiaan dalam Mewujudkan Kepedulian Sosial", Rabu (12/3/2025).
Pilar sosial zakat, lanjutnya, bukan hanya sekadar memberikan bantuan langsung kepada mustahik tetapi juga menciptakan ekosistem di mana mustahik dan muzaki dapat berkolaborasi. Dengan demikian, permasalahan sosial tidak hanya terselesaikan secara sementara, tetapi juga dapat menciptakan perubahan jangka panjang yang berkelanjutan.
Salah satu bentuk nyata dari partisipasi masyarakat dalam program zakat ini adalah melalui proyek bedah rumah. Dalam program ini, selain dana yang berasal dari zakat, masyarakat sekitar juga diajak berpartisipasi dalam bentuk tenaga kerja atau bantuan material. Model seperti ini, menurut Kholaf, sangat efektif karena menciptakan rasa memiliki dan kebersamaan dalam lingkungan sosial.
ADVERTISEMENT
“Ketika kita melibatkan masyarakat dalam setiap program sosial, maka mereka juga akan merasakan manfaatnya secara langsung. Selain itu, mereka juga menjadi bagian dari solusi atas permasalahan sosial yang ada,” tambahnya.
Tidak hanya dalam proyek bedah rumah, model kolaboratif ini juga diterapkan dalam program lain seperti bantuan modal usaha bagi keluarga prasejahtera, program pendidikan bagi anak yatim, serta bantuan kesehatan bagi mereka yang membutuhkan. Dengan pendekatan ini, mustahik tidak hanya menjadi penerima zakat pasif, tetapi juga bisa berkembang dan suatu saat nanti menjadi muzaki yang berkontribusi kembali ke masyarakat.
Kholaf Hibatullah juga menekankan pentingnya transparansi dalam pengelolaan zakat agar masyarakat semakin percaya dan aktif dalam berdonasi. “Kepercayaan adalah kunci utama. Jika kita bisa menunjukkan dampak nyata dari zakat yang dikelola dengan baik, maka akan semakin banyak orang yang mau berzakat dan berbagi kepada sesama,” katanya.
ADVERTISEMENT
Sebagai lembaga zakat yang telah lama berkiprah, Nurul Hayat terus berinovasi dalam menyalurkan zakat dengan cara yang lebih efektif dan berdampak luas. Dengan terus mengembangkan model kolaborasi antara mustahik dan muzaki, diharapkan zakat tidak hanya menjadi alat untuk mengentaskan kemiskinan, tetapi juga sebagai pendorong perubahan sosial yang lebih besar.
Selain itu, ia menyoroti pentingnya kebahagiaan bagi para amil zakat dalam menjalankan tugasnya. Ia menyampaikan bahwa pertumbuhan organisasi zakat seharusnya turut membahagiakan para amil. Namun, jika organisasi mengalami penurunan tetapi amil tetap bahagia, maka hal tersebut perlu dipertanyakan.
“Tanda kebahagiaan di LAZ adalah ketika amil bangga karena mendapatkan pengalaman berharga, baik dalam menambah ilmu, membantu sesama, hingga bertemu langsung dengan para mustahik dan muzaki,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Kholaf juga menekankan peran penting bidang akuntansi dalam lembaga zakat, terutama dalam mencatat pemasukan dari zakat, infak, dan sedekah. Ia menambahkan bahwa kehidupan seorang amil kerap diwarnai dengan kesibukan membantu para mustahik, bahkan hingga jarang memiliki waktu untuk keluarga sendiri.
“Kita sering bertemu mustahik, tetapi jarang bertemu keluarga. Anak kita sehat, mengaji dengan baik, seharusnya sudah cukup membuat bahagia. Namun, terkadang ada yang kurang, yaitu rasa syukur,” ungkapnya.
Ia mengajak para amil untuk senantiasa meningkatkan rasa syukur dan kebanggaan dalam menjalankan tugas mulia ini. Dengan demikian, kebahagiaan sejati dapat dirasakan, tidak hanya karena faktor eksternal, tetapi juga dari dalam diri sendiri.
Dengan semakin berkembangnya lembaga zakat, Kholaf berharap para amil tetap bersemangat dalam menjalankan tugas mereka, karena keberadaan mereka sangat berarti bagi masyarakat yang membutuhkan.
ADVERTISEMENT
Sementara, Direktur Akademizi, Nana Sudiana mengatakan, dalam menentukan mustahik tidak bisa dilakukan secara hitam putih. Menurutnya, banyak faktor yang harus dipertimbangkan sebelum menetapkan seseorang sebagai Mustahik.
“Tidak semua yang mengajukan bantuan ke lembaga zakat benar-benar tidak memiliki aset. Di desa, ada orang yang tidak punya uang tunai tetapi memiliki tanah luas. Sementara itu, ada pula yang terlihat miskin secara kasat mata, namun secara mental masih tergolong kaya,” ujar Nana.
Ia menjelaskan, beberapa individu bekerja sebagai buruh harian dengan tanah yang tidak produktif. Dalam situasi seperti ini, meskipun mereka memiliki aset berupa tanah, kondisi ekonomi mereka tetap lemah karena tidak memiliki penghasilan tetap. Oleh karena itu, penentuan mustahik tidak boleh hanya berdasarkan kepemilikan aset semata.
ADVERTISEMENT
“Ada situasi anomali di desa. Orang bisa memiliki tanah luas, tetapi mereka kesulitan mendapatkan uang tunai untuk kebutuhan sehari-hari. Maka dari itu, tim yang menyeleksi penerima zakat harus benar-benar teliti,” tambahnya.
Selain itu, Nana juga menyoroti pentingnya edukasi kepada calon mustahik agar mereka dapat lebih mandiri dan tidak terus-menerus bergantung pada bantuan zakat. Lembaga zakat juga dituntut untuk lebih cermat dalam menggali data objektif agar penyaluran dana zakat benar-benar tepat sasaran.
“Jika ditemukan kondisi yang tidak sesuai, kita tidak boleh langsung menghakimi. Sebaliknya, kita harus menggali lebih dalam dan memastikan bahwa bantuan diberikan kepada mereka yang benar-benar berhak,” tegasnya.
Ke depan, ia berharap optimalisasi mustahik dapat diwujudkan agar mereka bisa berdaya dan mandiri secara ekonomi. Edukasi dan pendampingan bagi penerima zakat diharapkan bisa menjadi solusi untuk mengurangi ketergantungan pada bantuan sosial.
ADVERTISEMENT