Konten dari Pengguna

Mengapa Generasi Z atau Gen Z Sering Dianggap 'Lemah'?

Aliyah Khairunnisa
Mahasiswi Administrasi Bisnis di Universitas Mulawarman yang tertarik pada psikologi, isu sosial, dan pengembangan diri. Suka menulis tentang tren generasi muda, kesehatan mental, dan komunikasi efektif.
27 November 2024 11:11 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aliyah Khairunnisa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pexels.com/MART PRODUCTION
zoom-in-whitePerbesar
Pexels.com/MART PRODUCTION
ADVERTISEMENT
Generasi Z, yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, sering kali menjadi sasaran kritik dari generasi sebelumnya, dianggap terlalu sensitif dan bergantung pada teknologi, terutama dalam konteks perubahan sosial dan teknologi di era modern ini. Namun, apakah anggapan ini benar? Artikel ini akan mengupas tuntas alasan di balik pandangan negatif terhadap Gen Z dan mencoba memahami perspektif yang lebih objektif.
ADVERTISEMENT

1. Tekanan dan kesehatan mental

Pexels.com/Riccardo
Salah satu alasan mengapa Generasi Z sering dianggap lebih 'lemah' dibandingkan generasi sebelumnya adalah karena perhatian mereka yang besar terhadap isu kesehatan mental. Menurut sebuah studi yang dilakukan oleh American Psychological Association, tingkat stres yang dilaporkan oleh Gen Z lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya. Hal ini sering kali dipandang sebagai tanda ketidakmampuan mereka dalam menghadapi tekanan, padahal kenyataannya ini mencerminkan tingkat kesadaran yang lebih tinggi terhadap pentingnya kesehatan mental.
Keberanian Gen Z untuk mengakui dan mencari bantuan mengenai masalah kesehatan mental sebenarnya menunjukkan kekuatan, bukan kelemahan. Berbeda dengan generasi sebelumnya yang sering kali mengabaikan atau menutupi masalah kesehatan mental mereka, Gen Z lebih terbuka dan tidak ragu untuk mencari dukungan. Mereka memahami bahwa menjaga kesehatan mental adalah bagian dari kesejahteraan secara keseluruhan, dan semakin banyak yang mencari terapis atau bergabung dengan komunitas yang mendukung kesehatan mental mereka. Hal ini mengubah paradigma tentang apa artinya menjadi 'kuat' dalam menghadapi tantangan hidup.
ADVERTISEMENT

2. Peran teknologi

Pexels.com/Sora Shimazaki
Teknologi memainkan peran besar dalam kehidupan Gen Z. Mereka tumbuh di era digital, di mana informasi dan komunikasi terjadi dalam hitungan detik. Hal ini sering kali dianggap sebagai ketergantungan yang berlebihan.
Namun, kenyataannya teknologi membuka akses bagi mereka untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang tidak bisa diakses oleh generasi sebelumnya. Menurut data dari Pew Research Center, 95% Gen Z memiliki akses ke smartphone, yang memberikan mereka peluang untuk belajar dan berinovasi. Stigma bahwa mereka 'terlalu bergantung' pada teknologi justru mengabaikan kontribusi mereka terhadap transformasi digital yang kini menjadi fondasi ekonomi global.

3. Pengaruh Media Sosial

Pexels.com/Pixabay
Media sosial sering dianggap sebagai penyebab utama berbagai masalah yang dialami Gen Z. Platform seperti Instagram, TikTok, dan Twitter memang bisa memberikan dampak buruk, seperti cyberbullying, tekanan untuk selalu tampil sempurna, hingga Fear of Missing Out (FOMO). Tapi, media sosial juga memberikan Gen Z tempat untuk menyuarakan pendapat dan memperjuangkan isu-isu penting.
ADVERTISEMENT
Melalui media sosial, mereka bisa menyebarkan informasi, meningkatkan kesadaran, dan membangun komunitas yang saling mendukung. Walaupun ada sisi negatifnya, media sosial sebenarnya hanya alat yang dampaknya tergantung pada cara kita menggunakannya. Jika digunakan dengan bijak, media sosial bisa menjadi kekuatan positif bagi Gen Z dengan mendorong gerakan sosial, menyatukan banyak orang, dan membawa perubahan nyata.

4. Persepsi publik yang diperkuat oleh media

Pexels.com/RDNE Stock Project
Media memainkan peran penting dalam membentuk persepsi publik, termasuk mengenai Generasi Z. Sayangnya, pemberitaan tentang Gen Z seringkali lebih banyak menyoroti aspek negatif seperti citra 'malas' atau 'tidak tahan tekanan' daripada menggali keberhasilan atau kontribusi positif mereka. Hal ini menyebabkan masyarakat seringkali melihat mereka dari sisi yang sempit, tanpa mempertimbangkan konteks dan tantangan unik yang dihadapi oleh Gen Z di era digital ini. Pemberitaan yang cenderung fokus pada kelemahan ini menciptakan gambaran yang kurang adil dan tidak proporsional tentang generasi ini.
ADVERTISEMENT
Sebuah studi dari Journal of Youth Studies menunjukkan bahwa media lebih fokus pada masalah yang dihadapi generasi muda, seperti stres dan ketergantungan pada teknologi, daripada pencapaian mereka. Kontribusi Gen Z dalam bidang teknologi, kewirausahaan, dan aktivisme sering kali terabaikan. Hal ini memperkuat stereotip negatif tanpa memberi ruang bagi pemahaman yang lebih adil tentang potensi mereka.
Persepsi negatif terhadap Generasi Z seringkali memicu ketegangan dengan generasi sebelumnya, padahal setiap generasi memiliki tantangan dan keunggulannya masing-masing. Kritik yang muncul seringkali mencerminkan kesulitan generasi sebelumnya dalam memahami perubahan zaman.
Pada akhirnya, penting untuk menyadari bahwa tidak ada generasi yang lebih baik dari yang lain. Alih-alih terus menilai, mari kita coba memahami konteks dan tantangan yang dihadapi oleh Gen Z, serta bagaimana mereka beradaptasi dengan dunia yang terus berkembang.
ADVERTISEMENT