Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pluralisme Agama, Semua Agama Sama?
20 Januari 2021 10:21 WIB
Tulisan dari Achmad Akmal Al Rasyid tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Salah satu tanda keagungan dan kebesaran Allah adalah dengan menciptakan berbagai ciptaanya dengan berbagai keragaman dan juga kemajemukan. Tanda kebesaran Allah ini tertuang dalam QS. Al Hujarat ayat 13.
ADVERTISEMENT
يا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Yang artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Dengan demikian berdasarkan firman Allah di atas membuat sebuah keragaman menjadi sunnatullah yang diyakini dan direnungi serta tidak dapat dipisahkan oleh setiap umat.
Kemajemukan dan keberagaman yang ada sering disebut dengan pluralisme. Salah satu bentuk kemajemukan yang ada adalah agama. Prularisme agama memiliki konesp dan makna yang luas yang berkaitan dengan penerimaan terhadap agama yang berbeda dan dipergunakan dalam cara yang berlainan.
ADVERTISEMENT
Dalam kemajemukan beragama akan muncul klaim kebenaran dalam setiap agama dan munculnya watak misioner dari setiap agama yang akan menjadikan umat beragama rawan dengan konflik yang mengatasnamakan agama sehingga wacana pluralisme agama menjadikannya semakin diminati oleh banyak kalangan yang ingin mencegah konflik. Mereka memberikan pesan bahwa agama tidak dapat dijadikan sebuah alasan untuk menebar konflik dan justru agama akan menebarkan sebuah kedamaian dan keamanan.
Namun dalam perjalanannya, pluralisme agama malah membawa sebuah pemahaman yang salah yaitu tentang semua agama adalah sama. Pemahaman tersebut bedasar bahwa semua agama sama-sama mengajarkan kebaikan, menentang keburukan dan sama-sama memuja tuhan. Tentu prinsip ini salah tentang pemahaman pluralisme agama yang ada. Karena setiap agama memiliki ritual keagamaan yang berbeda dan tidak dapat disatukan dan simakan walaupun sama-sama dianggap suci. Prinsip yang salah tentang semua agama adalah sama juga dikuatkan oleh pendapat M. Rasijdi yang mengemukakan bahwa agama adalah masalah yang tidak dapat ditawar dan tidak dapat diganti.
ADVERTISEMENT
Kaum pluralis yang beranggapan bahwa semua agama adalah sama mempunyai dasar sendiri. Mereka mendasarkan peryataannya pada QS. Al Baqarah ayat 256 yang mengatakan bahwa tidak ada paksaan dalam beragama. Mereka mempunyai pola pikir jika tidak ada paksaan dalam beragama maka sama halnya dengan pengakuan agama lain adalah benar. Namun sangat disayangkan mereka memotong ayat selanjutnya yang digunakannya sebagai dasar.
Kelanjutan dari ayat tersebut adalah “sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”, Oleh karena itu jika ayat yang mereka gunakan sebagai dasar tidak dibaca dengan tuntas maka akan menimbulkan sebuah pemahaman yang salah. Sedangkan dalam memahami pemahaman yang benar dalam ayat tersebut adalah dengan meyakini bahwa islam merupakan agama yang benar dan masing-masing berhak memilih agama yang hendak mereka yakini, namun risiko yang ada harus mereka tanggung sendiri.
ADVERTISEMENT
Pemahaman yang salah ini membuat Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan fatwa untuk melarang, mengikuti dan mengamalkan paham pluralisme dalam agama islam. Dalam fatwa tersebut MUI menjelaskan di mana posisi agama islam dalam masalah prularisme, mereka mendifinisikan pluralisme agama sebagai "Suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup dan berdampingan di surga".
Fatwa MUI ini berdasar pada QS Ali Imran ayat 19 yang berbunyi:
اِنَّ الدِّيۡنَ عِنۡدَ اللّٰهِ الۡاِسۡلَامُ ۗ وَمَا اخۡتَلَفَ الَّذِيۡنَ اُوۡتُوا الۡكِتٰبَ اِلَّا مِنۡۢ بَعۡدِ مَا جَآءَهُمُ الۡعِلۡمُ بَغۡيًا ۢ بَيۡنَهُمۡؕ وَمَنۡ يَّكۡفُرۡ بِاٰيٰتِ اللّٰهِ فَاِنَّ اللّٰهَ سَرِيۡعُ الۡحِسَابِ
ADVERTISEMENT
Artinya: Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya. Serta QS Ali Imran ayat 85 yang berbunyi:
ۚ وَهُوَ فِى الۡاٰخِرَةِ مِنَ الۡخٰسِرِيۡنَ وَمَنۡ يَّبۡتَغِ غَيۡرَ الۡاِسۡلَامِ دِيۡنًا فَلَنۡ يُّقۡبَلَ مِنۡهُ
Artinya: Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi
Dalam pandangan Islam, pluralisme merupakan sikap saling menghargai dan tolernasi terhadap agama lain dan tidak menganggap bahwa semua agama adalah sama dalam artian bahwa Tuhan yang kami sembah bukanlah Tuhan yang kalian sembah. Dengan sikap saling menghargai dan toleransi serta mengakui adanya identitas agama masing-masing (Lakum dinukum waliyadin), maka islam tetap mengakui adanya pluralsime agama. Pluralisme agama dalam pandangan islam juga dapat dipahami sebagai dari mewujudkan dan mengeratkan suatu dasar negara, yaitu Bhineka Tunggal Ika. Salah satu tokoh muslim di Indonesia, Emha Ainun Najib, mengatakan bahwa kita dapat menguji dan memperkembangkan kekuatan keislaman kita ditengah pluralitas agama dan sosial di era modern seperti saat ini.
ADVERTISEMENT
Hal senada juga diungkapkan oleh Alm. KH. Abdurrahman Wahid atau yang kerap dipanggil Gus Dur dalam pemikirannya, beliau lebih menekankan bahwa pluralisme digunkan untuk menemukan kebenaran dimanapun juga dan menekankan pluralisme dalam bertindak dan berpikir yang akan melahrikan toleransi.
Sementara itu, Alwi Shihab berpendapat pluralisme merupkan sikap toleransi untuk menahan diri agar tidak timbul suatu konflik. Kemajemukan agama yang ada yang dibungkus dalam pluraslisme agama menuntut semua pemeluk agar mengakui keberadaan dan hak agama lain serta menciptakan sebuah kerukunan dalam Bhineka Tunggal Ika. Alwi Shihab juga mengakui bahwa pluralitas agama juga mempunyai batasan-batasan yang bersifat absolut yang tidak dapat disatukan atau dismakan dengan masing-masing agama.
Dengan demikian, pluralisme agama dalam Islam hanya mengakui tentang adanya agama dan keyakinan diluar islam bukan mengaggap bahwa semua agama adalah sama. Pemahaman yang salah ini sudah bertentangan dengan syariat islam. Namun umat islam tetap mengakui bahwa paham keberagaman agama atau pluralitas dalam masyrakat yang ada dan tetap melakukan pergaulan sosial dengan agama lain selagi tidak melanggar batasan yang ada, yaitu syariat Islam.
ADVERTISEMENT
Refrensi:
Fatonah Dzakie, Meluruskan pemahaman pluralisme dan pluralisme agama di Indonesia.
M. Syaiful Rahman, Islam dan Pluralisme.
Najmuddin dan Mardinah, Pluralisme dalam persprektif Islam.