Produk Tas Lintas Batas yang Khas

Achmad Humaidy
Lulusan Ilmu Komunikasi yang pernah menjadi buruh bank BUMN dan hijrah menjadi freelance content writer dan KOL Specialist untuk survive di industri digital. #BloggerEksis
Konten dari Pengguna
22 Januari 2018 14:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Achmad Humaidy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pasar perbatasan jadi pusat perputaran uang, baik rupiah maupun mata uang asing. Salah satunya Pasar Mota’ain di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, menjadi tempat transaksi masyarakat Timor Leste untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Kondisi ini membuat perdagangan lintas batas ditentukan atas dasar perjanjian yang disepakati. Tujuannya agar masyarakat di perbatasan yang bertransaksi dagang dimudahkan dan aksi penyeludupan bisa ditekan.
ADVERTISEMENT
Perdagangan di perbatasan masih bersifat tradisional karena dijalankan oleh penduduk sekitar kawasan sejak dahulu. Barang dagang yang diperjualbelikan termasuk kebutuhan pokok penduduk yang merupakan hasil pertanian, barang-barang yang diproduksi di wilayah perbatasan, dan tidak ada larangan oleh pemerintah salah satu pihak untuk diperjualbelikan.
Saat ini di Pasar Mota’ain sedang dibangun galeri sebagai tempat promosi hasil seni dan budaya yang diinisiasi oleh Bank Indonesia (BI). Galeri ini menjadi salah satu sarana atau fasilitas permanen untuk mengakomodir seluruh potensi yang merupakan hasil karya yang memiliki nilai dan identitas budaya lokal untuk dipromosikan secara berkelanjutan kepada masyarakat luas, termasuk masyarakat internasional yang datang ke Belu.
Proses transaksi yang berlangsung di wilayah perbatasan pun harus berjalan efektif dan efisien. Pintu-pintu masuk lintas batas terus dimonitor oleh lembaga terkait agar proses jual beli terasa aman. Pasar perbatasan tentu menjadi tempat promosi strategis yang lebih variatif dan unik karena melibatkan potensi lokal yang mampu mendukung perekonomian nasional.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, Badan Ekonomi Kreatif (BeKraf) Republik Indonesia mulai meningkatkan daya saing produk lokal supaya gemerlap kemajuan perbatasan dapat dinikmati masyarakat setempat. Dengan program IKKON (Inovatif dan Kreatif melalui Kolaborasi Nusantara) tahun 2017, tim IKKON Belu telah menghasilkan brand Leloq sebagai upaya menunjukkan kualitas dan desain produk yang berkelas.
Perwujudan identitas visual untuk brand ini dikemas agar persepsi dan pengalaman yang ada bisa menjadi harapan terhadap kekayaan potensi kabupaten Belu. Kabupaten ini pun memiliki produk dan layanan pariwisata yang dapat menarik wisatawan domestik maupun wisatawan asing.
Sebagai salah satu industri kreatif, Leloq akan menonjolkan perbedaan dan keunikan. Dengan eksplorasi bisnis, tim IKKON Belu telah menemukan potensi-potensi tersembunyi yang luar biasa bermanfaat bagi pelestarian kerajinan daerah.
Berdasarkan hasil survei, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memang dikenal sebagai daerah kepulauan di Indonesia akan hasil kerajinan tangannya. Kemampuan menenun dan menganyam dari timur menjadi warisan turun temurun dari leluhur. Motif dan ragam hias tenun dan anyaman pun sangat bervariasi dari masa ke masa.
ADVERTISEMENT
Brand leloq memproduksi tas dengan bahan dasar yang tersedia disana. Keunikan dari bahan dasar alami ini semakin tidak terbatas. Biasanya kain tenun, hanya digunakan sebagai selempang untuk upacara adat suku setempat atau dibuat sebagai pakaian adat, namun kain tenun bisa memiliki fungsional yang lebih fenomenal.
Salah satunya melalui produk tas yang berbahan dasar kain tenun. Tidak hanya digunakan sebagai kain adat masyarakat setempat atau busana pesta, kini bahan dasar tersebut bisa menjadi bahan baku aneka kerajinan tangan seperti tas. Selain itu, pemilihan warna kain tenun yang berkualitas juga dihasilkan dari pewarna alami berupa lumpur.
Bahan dasar produk lokal juga bisa diambil dari daun pandan maupun lontar. Biasanya bahan-bahan alami ini hanya digunakan sebagai tempat sirih atau pinang. Kini, daun-daun yang terdapat di wilayah timur Indonesia bisa dianyam hingga menjadi sebuah tas dan topi. Lantaran sarat nilai lokal, produk kerajinan tangan yang dihasilkan juga mampu memiliki nilai jual tinggi.
Kondisi demikian berhasil dikembangkan oleh brand Leloq yang mulai aktif mengikuti sejumlah pameran untuk mempromosikan produk-produk hasil kolaborasinya. Sebut saja Atambua Culture Fashion Festival Expo, Chiang Mai Design Week 2017, dan BekRaf Festival 2017 di Bandung pada akhir tahun lalu. Rencananya, produk ini juga akan dibawa pada Indonesia Pavillion, di Davos-Switzerland pada tanggal 23-26 Januari 2018.
ADVERTISEMENT
Leloq pun coba untuk meraba pasar agar bisa terus diperdagangkan lintas batas negara sehingga produknya juga bisa dijual di pasar perbatasan. Tersedia ragam pilihan tas bermotif tenun serta anyaman membuat produk Leloq memiliki nilai tambah yang layak diperhitungkan. Meski produksi yang dilakukan masih terbatas alias limited edition, semua produk Leloq juga sudah bisa dipesan melalui akun instagram @leloqbelu .Jika ada yang ingin mengetahui sekilas tentang produk tas lintas batas yang begitu khas ini, silakan klik https://youtu.be/tl2k6wqdTTg
Salam Kreatif !