Tuntutan-Tuntutan Generasi Melek Politik untuk Gubernur Jakarta

Achmad Humaidy
Lulusan Ilmu Komunikasi yang pernah menjadi buruh bank BUMN dan hijrah menjadi freelance content writer dan KOL Specialist untuk survive di industri digital. #BloggerEksis
Konten dari Pengguna
12 April 2017 20:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Achmad Humaidy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Tidak terasa, putaran kedua Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta tahun 2017 sudah di depan mata. Tepat tanggal 19 April 2017, warga Jakarta akan berbondong-bondong menggunakan hak suara demi memilih calon gubernur beserta wakilnya untuk periode pemerintahan 2017–2022.
Setelah “gonjang-ganjing” lebih dari setahun sebelum Pilkada, barangkali bagi sebagian warga merindukan media bahkan obrolan sehari-hari tanpa dibumbui cerita politik. Tanggal 19 April 2017 adalah hari yang ditunggu-tunggu. Kemungkinan besar “perseteruan politik” yang melelahkan tersebut akan berakhir sehingga kehidupan yang lebih tenang pun kembali menyapa warga ibukota.
Bicara kaitannya tentang melek politik menjadi polemik tersendiri yang menggelitik. Generasi melek politik menjadi sebutan tersendiri bagi anak muda. Hal ini dikarenakan, politik masih dianggap tabu oleh anak muda. Hanya segelintir anak muda yang mau ikut memahami tentang politik Indonesia yang unik.
ADVERTISEMENT
Lalu, mengapa kaum muda harus melek politik? Jawabnya, karena kebijakan yang dihasilkan para elite politik akan berdampak terhadap hampir seluruh aspek kehidupan warga, tak terkecuali anak muda. Untuk itu, generasi muda harus menyampaikan aspirasi politik berdasarkan bidang yang mereka geluti.
Mari kita lihat bersama peran anak muda dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Dari data Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) DKI Jakarta tercatat jumlah pemilih muda dengan rentang usia 17-30 tahun lebih dari 1,9 juta jiwa atau 30 % dari 7,2 juta Daftar Pemilih Tetap (DPT) putaran final. Tentu sebagai warga negara, anak muda memiliki peran, hak, dan kewajiban yang sama dengan warga negara lain. Sudah selayaknya, para calon pemimpin DKI Jakarta memperhatikan aspirasi generasi milenial ini.
ADVERTISEMENT
Untuk mendekatkan politik kepada anak muda, komunitas Sinergi Muda bersama duo YouTuber Asumsi (dengan concern konten politik bagi anak muda) telah menggelar diskusi publik dengan tema “Dengerin Dong! Anak Muda Bicara Pilkada DKI”. Penulis pun berkesempatan hadir dalam acara tersebut.
Kegiatan diskusi dilatarbelakangi agar calon pemimpin DKI Jakarta bisa mengakomodir isu-isu spesifik yang terkait dengan anak muda ibukota. Acara ini dihadiri oleh tim sukses masing-masing pasangan calon (PasLon). Mereka menanggapi panelis-panelis muda dari berbagai unsur profesi, seperti:
- Agrita Widiasari (aktivis kaum Urban dari Co-founder Sinergi Muda)
- Annisa Rahmania (penyandang disabilitas sekaligus ketua Young Voice Indonesia)
ADVERTISEMENT
- Taufan Akbari (akademisi dekan muda London School Public Relations dan inisiator Indonesian Community Network)
- Rozinul Aqli (mahasiswa dari Master School of Global Affairs and Public Policy, The American University in Cairo)
- Sri Suryani (kaum marjinal dari Komunitas Ciliwung Merdeka)
- Yuki Rahmadini (ekskutif muda dari Owner Onigiri Futago)
Adapun pokok bahasan yang disajikan mewakili berbagai macam golongan muda sesuai latar belakangnya masing-masing. Acara dibagi dalam 3 segmen, yaitu:
1. Pemaparan gagasan dan pertanyaan dari panelis-panelis muda yang mewakili berbagai latar belakang dan profesi terkait peran anak muda di Jakarta.
ADVERTISEMENT
2. Tanggapan dari ide dan gagasan yang telah dilontarkan panelis oleh perwakilan tim sukses setiap pasangan calon.
3. Respon dari audiens umum yang hadir dalam diskusi.
Berikut ini tuntutan-tuntutan generasi melek politik untuk pemimpin DKI Jakarta :
1. Atasi kemacetan agar kaum muda tidak merasa tua di jalan
Hanya ada sedikit bukti yang menunjukkan pengembangan transportasi massal mampu mengurangi kemacetan. Menurut Agrita sebagai representasi dari warga urban, macet terjadi karena kebanyakan pekerja merupakan commuter dari wilayah pinggiran Jakarta. Kalau mau mengurangi macet, dekatkan pekerja dengan tempat kerjanya (pusat kota).
Kondisi demikian juga penulis alami. Transportasi massal yang ada belum bisa mengatasi kemacetan ibukota. Bahkan, penulis pun berasumsi bahwa para pekerja di ibukota seharusnya bisa bekerja sesuai dengan domisili sehingga mobilitas transportasi tidak begitu banyak.
ADVERTISEMENT
Menanggapi segala bentuk pendapat dan pertanyaan panelis, perwakilan dari setiap paslon memberikan jawaban yang berbeda. Ketika membahas macet, Anggawira (perwakilan dari Anies-Sandi) menganggap kemacetan bisa terjadi karena etika pengemudi ataupun karena keterbatasan rute transportasi massal yang kurang efektif. Lain halnya, Michael (perwakilan dari Ahok-Djarot) berpendapat untuk mengatasi macet, permasalahan ekonomi harus lebih dulu diselesaikan. Selanjutnya, argumentasi mereka kemukakan atas dasar program kerja yang telah disusun dari masing-masing paslon.
2. Perbaikan tata ruang kota yang ramah lingkungan untuk kaum muda
Perwakilan dari Komunitas Ciliwung Merdeka berharap kepada siapapun yang terpilih menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta kelak dapat lebih memperhatikan tata ruang kota di Jakarta. “Setiap orang berhak untuk hidup yang lebih baik, termasuk masyarakat korban relokasi,” ujar Sri.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, selama ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta lebih memilih menggunakan relokasi dalam proses pembangunan. “Padahal banyak pilihan lain termasuk konsolidasi tanah atau berbagi tanah”. Pilihan tersebut lebih partisipatif sebab masyarakat bisa diminta pendapatnya soal pembangunan. Bahkan justru Pemerintah semena-mena menjadi tukang gusur. Ini menjadi salah satu topik yang paling menarik karena pemimpin DKI Jakarta akan menentukan kehidupan penghuni bantaran sungai Ciliwung yang rawan penggusuran.
Menanggapi masalah ini, Michael Victor Sianipar yang mewakili pasangan Ahok-Djarot menegaskan secara bertahap akan mengatasi masalah ini. "Kami tidak bisa memberi janji manis, namun kami siapkan rumah susun (RuSun) untuk mereka. Pada 2013, kami telah siapkan rusun Jatinegara yang layak untuk menggantikan hunian yang digusur," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Panelis dari kalangan mahasiswa juga berpendapat, “Harga hunian di pusat kota masih terlalu mahal, sehingga banyak pekerja yang lebih memilih untuk tinggal di luar Jakarta. Hal ini justru meningkatkan mobilitas pekerja untuk keluar-masuk Jakarta,” ujar Rozinul. Ia juga berharap akan lebih banyak ketersediaan hunian murah di kota.
3. Jadikan kota Jakarta menjadi kota ramah dan nyaman bagi penyandang disabilitas
Panelis dari Ketua Young Voice Indonesia (sebuah organisasi masyarakat berskala internasional yang beranggotakan pemuda disabilitas) mengemukakan pendapat bahwa anak muda yang tuli sulit berinteraksi dengan nyaman apalagi mendapat fasilitas umum, misalnya halte yang menggunakan teks penanda untuk orang tuli. “Teman-teman tuli masih butuh teks. Tapi masih banyak halte dan bis yang tidak ada teksnya. Masih banyak hambatan beraktivitas [bagi teman-teman tuli],” tutur seorang penerjemah yang menuturkan pendapat Annisa.
ADVERTISEMENT
Bukan hanya tentang fasilitas bagi kaum disabilitas. Permasalahan transportasi publik juga menjadi perhatian beberapa panyandang difabel. Mulai dari aksesibilitas hingga penggunaan transportasi publik tersebut. “Pemerintah juga tampaknya tidak memperhatikan pedestrian bagi difabel. Hal ini terlihat dari masih banyak area bagi pejalan kaki yang terhalang oleh pohon atau parkiran motor. Hal ini tidak hanya menyulitkan difabel, tetapi juga pejalan kaki biasa,” ujar penerjemah bahasa isyarat tersebut.
Para penyandang difabel pun berharap agar kota Jakarta bisa lebih ramah untuk mereka, terutama juga dengan penyediaan pendidikan, lapangan kerja dan wirausaha. Mereka melakukan upaya agar bisindo menjadi bahasa yang digunakan di sekolah-sekolah umum dan luar biasa. Setelah itu, disisipkan kembali mata pelajaran atau kegiatan di luar akademi tentang pendidikan disabilitas termasuk wawasan hak-hak disabilitas yang tertuang dari UU No. 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas. Hal ini penting dilakukan sebagai edukasi terhadap non disabilitas yang mampu menumbuhkan kepercayaan diri para penyandang disabilitas agar ekosistem inklusi terbangun karena semua itu setara.
ADVERTISEMENT
Untuk sektor lapangan kerja dan usaha, para penyandang disabilitas menyampaikan agar diberi ruang atau wadah bagi mereka untuk muncul bersama masyarakat. Kaum muda disabilitas juga menginginkan bisa berkontribusi dengan bakat apapun yang mereka miliki karena mereka juga bagian dari generasi muda yang sama-sama memiliki hak sebagai warga negara untuk aktualisasi diri.
Menanggapi tuntutan-tuntutan di atas, perwakilan dari pasangan calon nomor urut 3 mengatakan bahwa penyandang disabilitas harus merasakan difasilitasi dan terlayani dengan baik di Ibukota. "Ini menjadi lebih penting karena warga Jakarta memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Pemerintah di Jakarta harus menjadi pemimpin bagi setiap warga Jakarta, bukan sebagian warga," kata Angga.
Dari data KPU DKI Jakarta yang ada, sekitar 5 ribu warga difabel telah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) putaran terakhir. Angga juga menambahkan, “Ketika terpilih menjadi gubernur, Anies-Sandi berjanji akan menyusun kebijakan bagi warga difabel dengan mengajak mereka terlibat. Mereka akan diundang untuk merumuskan kebijakannya karena yang mengerti kendala adalah mereka, maka komitmen pemerintah harus mendengarkan dan memenuhi aspirasinya. Saudara-saudara yang menyandang disabilitas tidak boleh merasakan diskriminasi di kota ini," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
4. Pendidikan untuk semua generasi agar mereka siap menjadi tenaga pendidik
Panelis dari kalangan akademisi menyampaikan beberapa data yang menunjukan peningkatan jumlah guru muda di Indonesia. “Sayangnya, jumlah tersebut tidak begitu tinggi di Jakarta. Banyak kaum muda yang tidak tertarik untuk menjadi guru di Jakarta,” ujarnya. Besar harapannya, pasangan calon yang berhasil memenangi Pilkada DKI Jakarta punya tantangan untuk menarik perhatian kaum muda untuk menjadi guru. Hapus stigma kaum muda yang enggan menjadi guru karena pendapatannya kecil. Inisiator Indonesia Community Network tersebut mengingatkan bahwa Indonesia akan menghadapi bonus demografi pada 2035, berarti kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia harus lebih baik.
5. Wirausaha muda di Jakarta harus dikembangkan
Agrita Widiasari, pendiri Sinergi Muda menanyakan komitmen masing-masing calon untuk pengembangan kewirausahaan bagi kaum muda. “Jakarta itu sudah seperti melting pot karena banyak pelaku industri kreatif di sini,” ujarnya. Selain itu, ia berharap agar Jakarta menjadi lebih aman bagi pekerja perempuan. Mengingat banyak perempuan yang mulai terjun di industri kreatif, “Mereka sering pulang malam dan sangat rentan terhadap pelecehan seksual,” ujar Agrita.
ADVERTISEMENT
Yuki Widiasari, seorang pengusaha muda di Jakarta juga mengharapkan dukungan dari Pemda Jakarta terhadap pelaku usaha. “Baik dari bantuan pelatihan atau kemudahan mengakses modal,” ujarnya. Ia tidak ingin ketika banyak pelaku usaha muda menjadi usahawan musiman karena kesulitan finansial.
Perwakilan dari calon petahanan mengatakan akan melakukan pemberian modal hingga 1 Trilyun dengan sistem bagi hasil 20-80 % untuk kaum muda yang berwira usaha. Selain itu, Ia menyarankan untuk buka rekening Bank DKI agar semua transaksi bisa dilakukan melalui transfer secara transparan.
Di segmen ketiga, audiens pun mulai buka suara. Generasi muda mulai menyampaikan aspirasi tentang beragam tema, mulai dari reformasi agraria, efektivitas co-working space, masalah birokrasi administrasi yang kurang maksimal hingga peran Abang-None Jakarta.
ADVERTISEMENT
“Seharusnya yang menjadi Abang-None bukan hanya dijadikan maskot, tetapi juga digunakan brain-nya untuk turut serta membangun Jakarta,” tutur salah satu peserta diskusi.
Harapan dan masukan tersebut kemudian ditanggapi oleh perwakilan pasangan calon. Mereka juga berjanji agar berbagai aspirasi yang telah disampaikan akan ditindaklanjuti oleh pasangan calon masing-masing meskipun mereka tidak menang menjadi orang nomor satu di DKI Jakarta sekalipun.
Acara diskusi ini ditutup dengan penandatanganan “Wall of Inspiration” yang berisi harapan seluruh peserta diskusi oleh setiap perwakilan pasangan calon. Penulis sempat menuliskan disana agar Jakarta bisa menjadi kota pengembangan komunitas yang kreatif.
ADVERTISEMENT
Semoga saja inspirasi-inspirasi yang telah disampaikan generasi melek politik ini bisa menjadi simbol komitmen dari janji para calon pemimpin di DKI Jakarta untuk merealisasikan hak-hak kaum muda ketika para calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta sudah menjabat.
Intinya, Jakarta merupakan kota dengan kemajemukan penduduk yang sangat besar. Ada golongan muda didalamnya. Beragam kelompok anak muda di Jakarta, mulai dari kaum urban, akademisi, entrepreneur, penyandang disabilitas bahkan kaum marjinal memiliki kepentingan masing-masing, baik untuk mempersiapkan diri menjadi pemimpin di masa depan ataupun berkontribusi kembali kepada masyarakat.
Jangan lupa gunakan hak suara kita mulai dari sekarang dengan memilih salah satu paslon. Pilihan kita akan menentukan nasib ibukota lima tahun ke depan. Sebagai bagian dari generasi melek politik, kita juga harus kawal pemerintahan di Jakarta bahkan untuk bangsa Indonesia. Kebijakan-kebijakan yang tercipta nantinya harus memberikan kehidupan layak bagi warga ibukota. Selain itu, kolaborasi generasi melek politik terhadap pemerintahan harus selalu memiliki ruang terbuka untuk saling bercerita agar perdamaian tercipta.
ADVERTISEMENT