Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Apakah Mungkin Jakarta akan Tenggelam di Tahun 2050?
10 Oktober 2022 10:51 WIB
Tulisan dari Achmad Rafiqi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Jakarta Raya atau DKI (Daerah Khusus Ibukota) Jakarta adalah Ibukota dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan juga kota terbesar di Indonesia. Saat ini, DKI Jakarta memiliki jumlah penduduk sekitar 10,6 juta jiwa dengan luas keseluruhan area sebesar 661,5 km². Secara geografis, Jakarta terletak di pesisir barat laut Pulau Jawa. Karena lokasinya yang strategis dan difasilitasi dengan bandar udara dan pelabuhan terbesar di Indonesia, yaitu Bandara Soekarno Hatta dan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta bisa menjadi pusat dari segala macam hal mulai dari perekonomian, perindustrian, maritim, politik, dan lain-lain di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Namun, apa yang akan terjadi apabila Jakarta ini menghilang? Mengapa menghilang? Benar, Jakarta berpotensi akan “menghilang” atau tenggelam pada tahun 2050. Banyak faktor yang menyebabkan potensi tenggelam tersebut. Lalu, apa saja faktor-faktor itu?
Pembangunan di kota metropolitan ini sangatlah pesat. Angka kelahiran yang setiap tahunnya semakin meningkat dan semakin banyak orang yang merantau ke Jakarta karena lapangan pekerjaan yang sangat luas menjadi salah satu faktor dari pembangunan pesat itu. Maka dari itu, seiring berjalannya waktu, kita sering melihat infrastruktur, seperti gedung-gedung tinggi dibangun untuk digunakan sebagai perkantoran, permukiman, dan sebagainya. Namun, pembangunan gedung-gedung bertingkat tinggi dan bermaterial beton itulah yang menyebabkan permukaan tanah Jakarta menurun dari tahun ke tahun.
Permukaan tanah Jakarta yang semakin menurun tidak hanya disebabkan karena pembangunan gedung-gedung bertingkat tinggi saja, namun juga dikarenakan pengambilan air tanah secara berlebihan oleh penduduk di daerah pesisir utara Jawa khususnya DKI Jakarta untuk digunakan sebagai keperluan sehari-hari mereka. Berdasarkan data yang ada, hanya 40 persen kebutuhan air bersih yang hanya dapat dipenuhi oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan sisanya masyarakat menggunakan air tanah melalui pompa penyedotan di rumah mereka.
ADVERTISEMENT
Kombinasi antara tingkat urbanisasi yang tinggi dan eksploitasi air tanah telah memberikan kontribusi sekitar 80-90 persen atas penurunan permukaan tanah di Jakarta. Faktor-faktor itu pun pernah disebutkan oleh NASA pada tahun 2019 lalu. Bahkan, sekitar 40 persen permukaan darat di Jakarta sudah terletak di bawah permukaan laut. Berdasarkan penelitian Tim Geodesi Institut Teknologi Bandung (ITB) pada permukaan tanah Jakarta dalam 10 tahun kebelakang, Wilayah Jakarta Utara sudah mengalami penurunan permukaan tanah sedalam 25 cm setiap tahunnya, Jakarta Barat juga mengalami penurunan sedalam 15 cm setiap tahunnya, Jakarta Timur turun sampai 10 cm setiap tahunnya, Jakarta Pusat turun sampai 2 cm setiap tahunnya, dan Jakarta Selatan turun sampai 1 cm setiap tahunnya. Tim Peneliti Geodesi ITB juga menyatakan bahwa 95 persen dari Jakarta Utara akan tenggelam pada tahun 2050. Dari pihak lain pun memiliki pernyataan yang hampir sama, yaitu Direktur Utama Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya, Arief Nasrudin, yang mengatakan 90 persen dari wilayah Jakarta Utara akan tenggelam pada tahun 2050 apabila tidak adanya upaya pengendalian atas eksploitasi air tanah di DKI Jakarta.
ADVERTISEMENT
Namun, penurunan permukaan tanah bukan satu-satunya penyebab Jakarta akan tenggelam. Kenaikan permukaan laut atau Sea Level Rise ini disebabkan karena pemanasan global. Pemanasan global ini kemudian menimbulkan peningkatan suhu di seluruh bumi yang berdampak pada mencairnya gletser di kutub. Perubahan iklim pun ikut serta dalam naiknya permukaan laut. Berdasarkan pernyataan dari Profesor Riset Bidang Meteorologi Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Eddy Hermawan, menjelaskan bahwa kenaikan permukaan laut per tahunnya adalah 3 mm. Angka tersebut terlihat sangatlah kecil namun apabila kenaikan tersebut diabaikan, 3 mm tersebut dapat berubah menjadi 1 meter dalam waktu 30 sampai 40 tahun lagi. Padahal, 40 persen permukaan darat di Jakarta sudah di bawah permukaan laut. Naiknya permukaan laut juga menyebabkan air laut naik ke daratan dan membuat sejumlah wilayah pesisir pantai menjadi tergenang atau dapat disebut dengan banjir rob. seperti Kawasan Muara Angke tepatnya pada Kampung Empang yang hampir setiap hari mengalami banjir rob. Namun, seiring berjalannya waktu, intensitas dan ketinggian banjir rob makin meningkat. Warga di sana memperkirakan tinggi air laut meningkat 50 cm per tahunnya. Jadi, kawasan yang berada di pesisir pantai sudah berada pada status bahaya dalam waktu dekat ini.
ADVERTISEMENT
Lalu, apa yang harus kita lakukan untuk mengantisipasi Jakarta yang akan tenggelam? Dari pihak pemerintah, pemindahan Ibukota bisa menjadi salah satu cara untuk mengurangi kepadatan penduduk di Jakarta yang berdampak terhadap penurunan permukaan tanah. Dan benar, Pemerintah sudah berencana untuk memindahkan ibukota dari Jakarta ke Kalimantan Timur mulai tahun 2024. Otomatis, pusat pemerintahan, perekonomian, dan lain-lain akan juga pindah ke Ibukota baru atau bisa disebut Ibukota Negara (IKN). Banyak pegawai dan pekerja yang bermigrasi pula dan dampaknya, penggunaan air tanah di Jakarta makin berkurang.
Namun, untuk saat ini masalah penggunaan air tanah yang berlebihan sedang diupayakan oleh PAM Jaya dengan pelarangan penggunaan air tanah dan pelayanan kebutuhan air bersih bagi masyarakat Jakarta melalui pipanisasi air. PAM Jaya pun menargetkan seluruh warga Jakarta akan memperoleh air pipa pada tahun 2030.
ADVERTISEMENT
Pemprov DKI Jakarta pun tidak ikut kalah dalam mengantisipasi Jakarta yang berpotensi tenggelam pada tahun 2050. Pemprov DKI Jakarta saat ini sedang membangun tanggul laut raksasa atau bisa dikenal dengan nama National Capital Integrated Coastal Development (NCICD). NCICD ini memiliki peluang yang besar untuk menghindari tenggelamnya Jakarta.
NCICD ini juga mendukung solusi yang ditawarkan oleh para ahli tata kota, yaitu dengan membangun Sea Cities atau Kota Laut di mana salah satu strategi yang dilakukan adalah memperkuat sistem perlindungan laut dengan membangun tanggul laut seperti yang sudah dinyatakan sebelumnya atau fondasi pantai. Selain itu, strategi yang ingin dilakukan adalah membantu masyarakat dalam beradaptasi dengan kondisi yang harus hidup berdampingan dengan air karena air laut yang makin meningkat. Masyarakat pun bisa mengatur ulang desain bangunan mereka atau meninggikan lantai sebagai bentuk adaptasi mereka terhadap kondisi yang ada. Strategi lainnya adalah dengan melepaskan kota. Maksud dari ini adalah dengan memindahkan sebuah kota ke daerah yang jauh dari laut dan memiliki daratan yang lebih tinggi. Strategi terakhir yang diusulkan adalah dengan membuat kota dapat mengapung di atas air. Strategi ini terlihat sangat mustahil untuk dilakukan, namun apabila dilihat untuk jangka Panjang, strategi ini sangat dapat membantu. Hanya saja, strategi ini harus mempunyai struktur desain apung yang sangat kuat dan meyakinkan. Sebenarnya, solusi sea cities ini sudah mulai dikembangkan oleh negara-negara lain, seperti Belanda.
ADVERTISEMENT
Namun, untuk jangka pendek atau saat ini, tindakan yang dapat kita lakukan sebagai masyarakat adalah memiliki rasa peduli terhadap lingkungan sekitar. Melakukan hal-hal kecil yang sangat berdampak terhadap lingkungan sangat bisa kita lakukan, antara lain membuang sampah pada tempatnya, menggunakan air secukupnya, melakukan 3R (Reduce, Reuse, Recycle), mengurangi penggunaan kendaraan bermotor, dan masih banyak lagi.