Literasi Budaya Gotong Royong di Masa Pandemi

Achmad Sultoni
Staf Pengajar di Prodi DKV Institut Teknologi Telkom Purwokerto
Konten dari Pengguna
15 Juni 2021 12:05 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Achmad Sultoni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Gotong royong pada umumnya dilandasi oleh kesadaran dan kerelaan untuk mengorbankan sebagian tenaga, materi, waktu, pikiran, demi kepentingan umum. Gotong royong untuk kepentingan umum digerakkan oleh rasa solidaritas bahwa aktivitas yang dilakukan guna kemaslahatan bersama. Ada yang menarik bahwa secara inklusif kegiatan ini dilakukan bukan tanpa pamrih. Dalam pemahaman umum yang biasanya berlaku di masyarakat, setiap individu telah lebih dulu memiliki kesadaran untuk membantu orang lain (anggota masyarakat) yang membutuhkan bantuan.
ADVERTISEMENT
Dalam masyarakat Jawa, tradisi gotong royong telah mendarah daging sebab menjadi tradisi turun temurun dari para leluhur. Kesadaran ini lahir karena kesadaran penuh dalam diri manusia Jawa selain sebagai makhluk individu namun juga makhluk sosial. Dalam masyarakat Banyumas misalnya, kesadaran semacam ini tergambar pada idiom “wong mati ora mangkat meng kuburan dhewek”. Arti sederhana dari idiom tersebut adalah orang yang meninggal tidak akan berangkat atau menguburkan jazadnya sendiri. Dalam arti lain, setiap orang pasti tidak bisa hidup sendiri (urip dhewek) tanpa bantuan dari manusia lain.
Sembako gratis bagi warga terdampak pandemi (sumber: https://www.antarafoto.com)
Kesadaran semacam di atas menunjukkan karakter asli manusia Jawa, bahwa wong Jawa sangat menyadari esensi diri sebagai pribadi yang menjadi bagian dari masyarakat (sosial). Tradisi gotong royong masyarakat Jawa seperti rewang atau sinoman, mbawon, kerigan, sambatan merupakan representasi dari kesadaran bersosial.
ADVERTISEMENT
Sambatan berasal dari kata sambat (Jawa) yang berarti meminta tolong. Sambatan artinya memberikan pertolongan. Sambatan memiliki pengertian kegiatan yang dilakukan bersama-sama dalam hal membangun, memindah serta merenovasi rumah. Ketika membuat rumah misalnya, kegiatan sambatan dilakukan ketika membuat fondasi menaikan penglari, mlapon, hingga mayu. Sambatan biasanya diikuti oleh warga yang masih satu rukun tetangga (RT), rukun warga (RW), satu dusun, hingga satu desa.
Selanjutnya tradisi rewang atau sinoman rewang adalah kegiatan membantu tetangga (orang lain) yang sedang punya hajatan, seperti pernikahan, sunatan, masak besar, atau yang lainnya. Rewang biasanya dalam bentuk membantu memasak makanan yang akan disajikan atau kegiatan ibu-ibu lainnya dalam membantu tetangga yang punya hajat. Ibu-ibu dalam hal ini lebih ditempatkan kepada kegiatan memasak di dapur (adang, njangan, dsb.), sedangkan kaum laki-laki (bapak) lebih ditempatkan ke hal-hal yang sifatnya di luar memasak seperti rikat-rikat, menyiapkan kayu bakar, atau yang lainnya. Tetangga yang membantu atau perewang biasanya dengan suka rela tanpa mengharap pamrih dari si empunya hajat. Hanya saja jika suatu saat tetangga punya hajat maka bergantian dibantu.
ADVERTISEMENT
Berikutnya yaitu tradisi mbawon merupakan bentuk tradisi gotong royong pada saat memanen padi. Secara umum tradisi mbawon ini bertujuan untuk membantu anggota masyarakat yang hendak memanen padi. Bagi masyarakat Banyumas ketika masa panen tiba, para pemilik sawah tidak perlu merepotkan diri dalam memanen (ngentasna) padi dari sawah. Dengan tradisi ini, masyarakat atau tetangga yang mengetahui padi di sawah anggota masyarakat telah menguning, maka akan ada pembawon yang menawarkan diri untuk membantu memanen. Kegiatan mbawon ini ada pula yang dilakukan oleh anggota keluarga yang dilakukan bergantian.
Sama halnya dengan gotong royong pada tradisi sambatan, rewang, serta kerigan, esensinya adalah membantu sesama. Namun sedikit yang membedakan adalah adanya imbalan berupa padi hasil panen atau bisa pula uang yang diberi oleh si empunya sawah untuk si pembawon. Akan tetapi, imbalan yang diberikan bukanlah sebagai wujud kepragmatisan pembawon. Namun imbalan ini lebih diarahkan kepada bentuk terima kasih dari si empunya sawah. Dalam tradisi mbawon terdapat nilai sosial dan solidaritas sosial. Kegiatan ini pun mampu membangun kesadaran saling membutuhkan sesama manusia.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, terdapat tradisi kerigan atau kerja bakti yang dalam masyarakat Banyumas diwujudkan satu kegiatan bersama untuk membersihkan lingkungan, mengerjakan fasilitas yang sifatnya untuk kepentingan umum. Kerigan bukanlah hanya sekadar membersihkan lingkungan agar menjadi bersih, asri, sehat dan rapi, sehingga kalau lingkungan selalu bersih dan indah maka secara langsung maupun tidak langsung akan menambah kenyamanan dan semangat warga. Kerigan juga menyimpan pesan yang sarat akan nilai edukasi pada satu proses pembelajaran ikhwal kebersamaan dan kerukunan.
Menggairahkan Kembali
Tradisi-tradisi ini bersifat melibatkan banyak orang, tidak berorientasi pada keuntungan dan kepentingan pribadi, namun bersama (kolektif). Namun dalam perkembangannya, seiring dengan kemodernan zaman, tradisi adilihung ini makin luntur dan digantikan dengan sistem yang lebih bersifat untung rugi, kepentingan, bahkan kepuasan pihak tertentu saja. Tradisi adalah kebiasaan sosial yang diturunkan dari satu generasi ke generasi lainnya melalui proses sosialisasi. Maka itu, sangat perlu diperhatikan revitalisasi serta menggairahkan tradisi gotong royong di masyarakat melalui pembiasaan. Sangat memungkinkan kiranya untuk menggemakan kembali tradisi yang mulai terkikis ini.
ADVERTISEMENT
Selain sarat akan nilai sosial, tradisi tersebut juga mampu menghindarkan kita dari kepincangan sosial. Cara pandang hidup bersama dampaknya adalah terbentuknya watak manusia yang mempunyai solidaritas tinggi. Dari pandangan ini tampaknya akan sangat mustahil terdapat konflik sosial jika masyarakat bercermin jika dirinya tercipta tidak hanya untuk satu kelompok kecil yang disebut masyarakat, namun juga dalam kelompok besar yakni bangsa. Oleh sebab itu, guna menggali akar-akar sosial yang belakangan tercabik-cabik alangkah urgensinya jika tradisi yang sebenarnya telah kita miliki untuk digali kembali.
Tradisi gotong royong ini merupakan akar karakter manusia Jawa sekaligus manusia Indonesia sesungguhnya. Kegiatan gotong royong ialah warisan leluhur bernilai adilihung sangat diperlukan oleh masyarakat bangsa. Terlebih jika berkaca pada kehidupan masyarakat saat ini yang cenderung individualis, pragmatis, materialistis, maka tradisi gotong royong merupakan obat mujarap dalam menangkal terciptanya kehidupan manusia yang individualistik.
ADVERTISEMENT
Salah satu sifat dari tradisi yakni dilaksanakan secara turun temurun. Artinya tidak ada doktrin khusus agar tercipta tradisi gotong royong. Langkah yang perlu dilakukan adalah memberikan edukasi kepada masyarakat agar mau menggemakan kembali tradisi yang hampir punah ini. Para generasi muda perlu dipupuk rasa solidaritasnya melalui kegiatan positif yang sifatnya komunal. Hal ini setidaknya telah memberikan pemahaman kepada generasi muda, bahwa bangsa Indonesia memiliki akar sosial yang kuat.
Cara sederhananya misalnya, di lingkungan rumah agar orang tua tidak sungkan mengajak anak membersihkan rumah secara bersama. Misalnya di akhir pekan, kegiatan gotong royong bisa dilakukan. Entah menyapu halaman rumah, menyapu lantai rumah, mencuci piring, membersihkan kaca jendela, dsb. Di sekolah kegiatan seperti jumat bersih mesti digiatkan. Di lingkungan RT, RW, dusun, desa, dan seterusnya, juga jangan sepi dari kegiatan gotong royong, kerja bakti misalnya. Saya kira, cara sederhana semacam ini mudah dilaksanakan, modalnya hanyalah kemauan dan ada yang menggerakkan.
ADVERTISEMENT
Pengenalan dan pembiasaan kembali pada diri muda adalah cara bijak guna menurunkannya kembali pada generasi berikutnya. Dengan langkah sederhana ini, regenarasi budaya bangsa yang adiluhung dapat memperkokoh sila pancasila kemanusiaaan yang beradap, persatuan Indonesia, menuju keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Terlebih di masa pandemi ini, tidak sedikit saudara-saudara kita yang mengalami masa sulit. Sebagai bangsa yang menjunjung kemanusiaan dan kebersamaan, sudah sepantasnya kita saling berbagi. Inilah kiranya esensi gotong royong di masa pandemi.***
Achmad Sultoni,
Dosen di Insitut Teknologi Telkom Purwokerto.