Konten dari Pengguna

Membangun Imun Literasi Mahasiswa Pascapandemi

Achmad Sultoni
Universitas Telkom Purwokerto
18 Maret 2022 14:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Achmad Sultoni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Peran perpustakaan dalam membangun literasi mahasiswa (sumber: https://pixabay.com/id)
zoom-in-whitePerbesar
Peran perpustakaan dalam membangun literasi mahasiswa (sumber: https://pixabay.com/id)
ADVERTISEMENT
Hiruk pikuk kampanye literasi sepertinya sudah mulai padam. Ketika sedang naik daun, orang-orang ramai memakai istilah literasi dalam berbagai situasi dan maksud. Dari ruang kelas sekolah, seminar di kampus-kampus, hingga di jagat maya media sosial berbagai kalangan gemuruh memperbincangkan perihal pentingnya literasi. Istilah literasi menjadi milik banyak orang. Sampai kemudian muncul beberapa istilah baru seperti literasi informasi, literasi teknologi, literasi pangan, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Secara asal mulanya, kata literasi berasal dari bahasa Latin literatus yang berarti orang yang belajar. Seseorang disebut literatus apabila orang tersebut mahir membaca dan menulis dalam bahasa latin. Membaca dan menulis sebagai suatu aktivitas untuk mengakses informasi dan pengetahuan.
Merujuk pada definisi literasi di atas kiranya tidak berlebihan apabila literasi merupakan kecakapan yang urgen untuk dimiliki oleh manusia Indonesia, utamanya generasi muda. Aktivitas membaca dan menulis adalah jalan untuk mengakses informasi dan pengetahuan. Sangat relevan ketika kita membicarakan konteks tsunami informasi di era teknologi di abad 21 ini. Kita harus pandai untuk memilah mana informasi yang menjerumuskan (hoaks) dan yang dapat berbuah menjadi pengetahuan.
Menggugah Minat
Situasi pandemi COVID-19 yang berjalan hampir dua tahun ini tambah tidak menguntungkan bagi pertumbuhan literasi di Indonesia. Sebelum masa pandemi, kampanye literasi masih bergaung kuat. Banyak anak-anak muda di penjuru Nusantara merayakan euforia berliterasi melalui cara sebagai relawan literasi, turut serta mengagendakan aneka kegiatan yang menyemarakan literasi. Dari mulai program membuka lapak bacaan gratis di taman-taman kota, membuat forum diskusi buku, membuka program menulis, dan lain-lain. Hampir sebagian besar kegiatan berharga itu digawangi oleh anak-anak muda.
ADVERTISEMENT
Literasi dan anak-anak muda adalah investasi masa depan bangsa Indonesia. Literasi menjadi penerang jiwa para generasi di masa mendatang. Untunglah para generasi muda mulai sadar akan pentingnya membangun jiwanya dengan ilmu melalui literasi. Namun demikian, sangat penting untuk terus menjaga nyala cinta generasi muda terhadap literasi. Para generasi muda tidak boleh terlena oleh gemerlapnya layar gawai yang menyihir tiap waktu. Maka dari itu, penting sekali institusi pendidikan seperti kampus ikut membangun dan memelihara daya literasi di kalangan mahasiswa.
Akses Literasi Kampus
Menurut hemat saya, beberapa hal berikut perlu diupayakan untuk menggelorakan kehidupan literasi di kampus. Pertama adalah meremajakan perpustakaan kampus. Perpustakaan bisa dikatakan sebagai soko guru literasi di kampus. Di perpustakaan tersedia berbagai koleksi bahan bacaan yang bisa diakses oleh mahasiswa. Sekaligus perpustakaan menjadi pusat ilmu melalui berbagai kegiatan yang dapat mendukung kehidupan akademik.
ADVERTISEMENT
Hal yang harus diingat adalah banyak perpustakaan di banyak kampus seperti sunyi seperti tempat uji nyali. Pusat ilmu bernama perpustakaan itu banyak yang bangunannya sudah tua, tampak reyot, dan tampak tidak menarik. Rak-rak dan meja kursinya tampak berdebu seperti tampak letih. Hal ini tentu membuat para pengunjung kurang tertarik.
Tidak sedikit juga yang menjadikan perpustakaan kampus mengikuti selera zaman. Perpustakaan dibuat lebih modern dan milenial. Ambil contoh ketika dulu tempat duduk bagi pengunjung berupa meja dipajang memanjang dan kursi berjajar mengelilingi meja. Model seperti ini terasa kaku. Pengunjung kurang leluasa bergerak ketika dalam aktivitas membaca. Sedikit banyak posisi duduk akan digeser beberapa kali untuk menghindari rasa spaneng karena kursi duduknya dari kayu mahoni.
ADVERTISEMENT
Berbeda ketika situasi dibuat santai. Ketika perpustakaan menyediakan tempat baca berupa sofa empuk, karpet yang digelar buat lesehan, bahkan sebuah meja kursi yang diletakkan di taman perpustakaan, tentu pengunjungnya akan betah. Mereka tak sadar sedang berada di perpustakaan yang seolah tengah berwisata. Mereka bisa berjam-jam bersama teman-teman mereka berdiskusi, mengerjakan tugas, dan bersendau gurau dengan buku.
Di luar itu, ternyata ada hal yang lebih penting. Tidak sedikit perpustakaan dengan gedungnya yang menjulang tinggi berlantai-lantai. Ruangannya luas layaknya stadion. Alangkah menyedihkannya ketika mencari buku ini buku itu tidak ada. Yang ada malah hanya perasaan hampa karena koleksi bukunya sedikit alias tidak banyak. Kondisi lainnya yang juga memilukan adalah koleksi bukunya hampir lama semua. Sementara buku-buku baru tak kunjung mengisi rak-rak perpustakaan. Mahasiswa yang biasa berkunjung akan membatin sia-sia saja ke perpustakaan karena keterbetasan koleksinya.
ADVERTISEMENT
Mudah-mudahan pandemi segera selesai agar mahasiswa kembali akrab dengan perpustakaan. Masa pandemi barangkali cukup menyendat keakraban mereka dengan buku-buku. Di rumah tak banyak koleksi buku. Kecuali mereka yang benar-benar gila membaca buku. Tapi harga buku juga tak murah. Apalagi situasi pandemi. Ada krisis kesehatan dan keuangan. Yang penting tidak sampai krisis minat berliterasi. Karena itu, perpustakaan harus menjadi garda terdepan yang siap memberi imun literasi bagi kandidat generasi penerus bangsa.
Achmad Sultoni, staf pengajar di Intitut Teknologi Telkom Purwokerto.