Membangun Ketahanan Keluarga dengan Pola Asuh dan Komunikasi Efektif

Dr dr Achmad Ushuluddin MKes
Dosen Bimbingan dan Konseling Islam, Universitas Al Azhar Indonesia
Konten dari Pengguna
10 Oktober 2022 21:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dr dr Achmad Ushuluddin MKes tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Webinar Sharing for Indonesia (S4I) Periode ke-17 Universitas Al Azhar Indonesia
zoom-in-whitePerbesar
Webinar Sharing for Indonesia (S4I) Periode ke-17 Universitas Al Azhar Indonesia
ADVERTISEMENT
Menurut Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015, ada sekitar 81,2 juta keluarga di Indonesia yang terdiri dari 61,75 juta keluarga dengan kepala keluarga laki-laki dan 19,45 juta keluarga dengan kepala keluarga perempuan. Jika saja 81,2 juta keluarga ini kuat, maka Indonesia akan menjadi negara yang sangat kuat, strong families make strong nation.
ADVERTISEMENT
Keluarga dianggap kuat apabila memiliki ketahanan fisik dan ekonomi, ketahanan sosial psikologi, dan ketahanan sosial budaya. Pandemi Covid-19 telah menguji ketahanan keluarga secara global. Banyak keluarga mengalami kerentanan dan ketahanannya rapuh hingga tidak mampu menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik.
Untuk membangun ketahanan keluarga memang membutuhkan kerjasama dan keterlibatan banyak pihak, baik pemerintah, swasta, dan stakeholders lainnya. Menurut penelitian The Family Strengths Research Project yang dilakukan pada ribuan keluarga di 25 negara, ditemukan ada empat faktor utama yang dapat menguatkan ketahanan keluarga, yaitu: penguatan komitmen dalam berkeluarga, kemampuan beradaptasi dalam menghadapi tantangan dan tekanan, penguatan nilai-nilai agama yang dianut keluarga, dan penerapan pola pengasuhan yang berkualitas.
Prodi Bimbingan Konseling Islam (BKI) Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) merasa terpanggil untuk ikut berkontribusi membangun ketahanan keluarga pasca pandemi Covid-19. Dosen Prodi BKI, Achmad Ushuluddin dan Anisa Rahmadani, berbagi pengetahuan tentang kiat membangun ketahanan keluarga dengan penerapan pola pengasuhan berkualitas melalui webinar Sharing for Indonesia (S4I) Periode ke-17 tahun 2022, Rabu, (28/9). Materi yang disampaikan berjudul “Membangun Ketahanan Keluarga Pasca Pandemi: Peran Pola Asuh dan Komunikasi Positif”.
ADVERTISEMENT
Pola asuh adalah proses interaksi antara orang tua dan anak dalam mendukung perkembangan fisik, emosi, sosial, intelektual, dan spiritual sejak anak dalam kandungan sampai dewasa, sehingga anak tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang cerdas, mandiri, sehat, berbudi pekerti yang luhur, dan berakhlak mulia. Pengasuhan positif berarti pola pengasuhan berdasarkan kasih sayang, saling menghargai, membangun hubungan yang hangat antara anak dan orang tua, saling membangun, serta mendukung tumbuh kembang anak.
Pengasuhan positif mengedepankan penghargaan, pemenuhan, dan perlindungan hak anak, serta kepentingan terbaik anak. Pengasuhan positif harus didukung dengan memberikan lingkungan yang bersahabat dan ramah sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang lebih baik, mulai dari lingkungan keluarga (semua orang dewasa yang ada di rumah), lingkungan sekolah (seluruh warga sekolah), dan lingkungan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Ada dua prinsip utama dalam pengasuhan positif. Pertama, anak harus diperlakukan dengan cinta dan kasih saying, penghargaan dan saling memaafkan, bebas dari tindakan kekerasan, dan tidak membeda-bedakan anak. Kedua, menyediakan lingkungan yang aman, nyaman, dan menyenangkan bagi tumbuh kembang anak, dengan cara menjaga keharmonisan keluarga, memenuhi kebutuhan anak, melakukan stimulasi/pendidikan sesuai dengan tahap perkembangan anak, dan memberikan perlindungan dari tindakan kekerasan.
Dalam praktiknya, pengasuhan positif meliputi empat hal yaitu, memberikan keteladanan yang baik, melakukan pembiasaan baik, melakukan pengasuhan tanpa kekerasan, dan melakukan pengasuhan secara berkelanjutan. Untuk menerapkan keempat hal tersebut, orangtua perlu memiliki keterampilan komunikasi efektif. Komunikasi akan efektif apabila penyampaian pesan dapat dipahami oleh penerima pesan dengan nyaman.
Ada beberapa teknik untuk membangun komunikasi efektif dengan anak, antara lain: memberi kesempatan anak agar bicara lebih banyak, mendengar aktif, berkomunikasi dengan posisi tubuh sejajar dengan anak dan kontak mata, berbicara dengan jelas dan singkat agar anak mengerti, gunakan bahasa (kata-kata) yang positif (hindari kata jangan), merefleksikan/memantulkan perasaan dan arti yang disampaikan, dan memperhatikan bahasa tubuh anak.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ada hal-hal yang menjadi penghalang komunikasi dengan anak, yang mesti dihindari orangtua. Di antaranya, menyalahkan anak, meremehkan, banyak memberi perintah, sering menceramahi anak, suka mengomel, memberi label negatif, dan membandingkan anak.
Untuk membentuk kebiasaan positif anak, orangtua tidak perlu menggunakan perintah, ceramah, apalagi mengomel. Kebiasaan positif hendaknya dibentuk dengan dispilin positif, yaitu pembentukan kebiasaan dan tingkah laku anak yang positif dengan kasih sayang. Disiplin bukan mengendalikan anak dengan kekerasan atau melarang hal yang diinginkan anak, bukan pula menghukum anak yang melakukan kesalahan.
Tujuan disiplin adalah membuat anak dapat bertanggung jawab terhadap tingkah lakunya, memberikan kesempatan kepada anak untuk membangun tingkah laku sesuai dengan yang diinginkan oleh lingkungannya, dan mengajarkan anak bagaimana bertingkah laku, memahami mana yang benar dan mana yang salah. Karena itu, untuk membentuk disiplin positif dimulai dengan membuat kesepakatan bersama tentang aturan anggota keluarga. Setelah itu, tugas orangtua adalah memastikan aturan tersebut dapat dijalankan bersama dengan sabar dan konsisten.
ADVERTISEMENT
Orang tua harus memberikan contoh dengan menerangkan maksudnya sehingga anak mengerti mengapa ia harus bertingkah laku seperti yang diharapkan. Orangtua jangan mudah terpancing oleh perilaku anak sehingga menimbulkan kemarahan dan jangan mengungkit-ungkit perilaku anak yang sudah berlalu. Bila menghadapi kegagalan ulangi kembali, percayalah anak mampu belajar disiplin. Prinsip utamanya adalah, setiap anak terlahir cerdas, lemah di satu sisi, jenius di sisi lain. Tugas orang tua adalah mengoptimalkan kehebatan dan meminimalkan kelemahan seorang anak.