Konten dari Pengguna

Hari Lahir Pancasila: Sebuah Refleksi

Achmad Hariri
Pengajar di Universitas Muhammadiyah Surabaya
1 Juni 2021 20:09 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Achmad Hariri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber gambar : Canva.app
zoom-in-whitePerbesar
Sumber gambar : Canva.app
ADVERTISEMENT
Pada tanggal 1 Juni pemerintah telah menetapkan sebagai hari lahirnya Pancasila. Jika kita merunut sejarah, penetapan tersebut merujuk pada momentum Ir. Soekarno saat berpidato di hadapan BPUPKI pada tahun 1945. Siapa menyangka penetapan 1 Juni sebagai momen diperingatinya hari lahir Pancasila ini menuai beberapa pendapat yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Ada pendapat lain yang menyatakan bahwa hari lahir Pancasila paling tepat pada tanggal 22 Juni yaitu momentum piagam Jakarta. Ada juga pendapat yang mengungkapkan bahwa hari lahir pancasila adalah pada tanggal 18 Agustus yaitu bertepatan dengan momentum hari lahir negara.
Bahkan ada juga, lo, yang kurang sependapat dengan adanya penetapan hari lahir Pancasila ini. Pendapat demikian didasarkan pada pernyataan Soekoarno bahwa Pancasila bukanlah dilahirkan melainkan digali dari bumi tanah pertiwi.
Petugas membersihkan area Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya, Jakarta Timur, Rabu (30/9). Foto: Asprilla Dwi Adha/ANTARA FOTO
Aksioma seperti ini juga masuk akal. Jikalau Pancasila dilahirkan akan menjadikan Pancasila sebagai ideologi yang sifatnya tertutup. Padahal Pancasila merupakan ideologi yang terbuka, elastis, dan merupakan ideologi yang prismatik.
Mengenai perbedaan pendapat di atas akan selalu menguap setiap menjelang permulaan Bulan Juni. Meskipun demikian, perlu disadari, bahwa setiap pendapat memiliki perspektif masing-masing. Penting untuk kita lakukan adalah menjadikan momentum ini untuk melakukan refleksi bagaimana eksistensi Pancasila menjadi cara berpikir dan cara bertindak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
ADVERTISEMENT

Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Pancasila sebagai ideologi Negara sudah seharusnya menjadi dasar dari segala urusan perihal kehidupan berbangsa dan bernegara, mulai dari ekonomi, hukum, budaya, sosial, dan seterusnya. Dalam hal ekonomi, disadari atau tidak sistem ekonomi liberalisme-kapitalisme sangat menggurui dan menghantui kehidupan ekonomi kita, padahal dalam Pancasila sudah ada sistem ekonomi. Maka perlu kiranya ditengahkan kembali sistem ekonomi Pancasila.
Berikutnya adalah pancasila dalam ruang lingkup hukum. Sistem hukum yang kita gunakan saat ini adalah sistem hukum yang secara ontologi berasal dari barat yang bercorak legisme yaitu sistem hukum Eropa Continental. Kenapa hal ini bisa terjadi? Ada beberapa faktor, di antaranya adalah faktor kolonialisme yang dilakukan Belanda dengan tempo yang relatif lama.
ADVERTISEMENT
Sistem hukum yang berciri legisme secara epistemology berasal dari zaman modernisme barat. Pada zaman ini muncullah tokoh hukum yang kemudian dikelompokkan sebagai mazhab hukum positivism. Di antaranya adalah Hans Kelsen, ajaran Hans Kelsen yakni teori hukum murni yang berkeinginan untuk membebaskan ilmu hukum dari anasir-anasir social, ekonomi, politik, budaya, keadilan, dan lain sebagainya.
Tokoh berikutnya adalah John Austin. Menurut Austin, hukum adalah perintah penguasa yang berdaulat, tidak perlu melihat apakah perintah itu baik atau buruk. Selama itu merupakan kebijakan pemerintah yang sah maka warga negara harus tunduk dan patuh terhadap hukum tersebut.
Mazhab hukum positivism kemudian banyak dikritik oleh tokoh postmodernism, sebab hukum positivism sangat kaku dan seringkali tertinggal dari perubahan sosial yang sangat dinamis. Seringkali positivism mengagung-agungkan doktrin legisme dan mengesampingkan keadilan, hal ini tidak sesuai dengan Pancasila.
ADVERTISEMENT
Misalnya dalam penegakan hukum ketika ketiga elemen hukum yakni keadilan, kepastian, dan kemanfaatan berbenturan yang didahulukan adalah kepastian inilah corak sistem hukum positivism.
Padahal dalam Pancasila kata kepastian tidak dapat kita temukan, yang ada adalah kata keadilan, yang termaktub dalam sila ke dua dan sila ke lima pancasila. Ini memberi tanda bahwa positivism hukum yang sekarang menjadi sistem hukum Indonesia tidak sepenuhnya sesuai dengan cita Pancasila, perlu kiranya sistem hukum Pancasila menjadi sistem hukum di Indonesia. Maka tidak berlebihan jika di hari Pancasila ini dijadikan refleksi bersama bagaimana Pancasila dapat implementatif dalam setiap dimensi sosial masyarakat, baik hukum, ekonomi, dan budaya.