Konten dari Pengguna

Pembatasan Masa Jabatan Dewan Perwakilan Rakyat

Achmad Hariri
Pengajar di Universitas Muhammadiyah Surabaya
18 Februari 2024 10:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Achmad Hariri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi keadilan kekuasaan, sumber: pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi keadilan kekuasaan, sumber: pixabay.com
ADVERTISEMENT
Negara modern saat ini menerapkan rezim konstitusi yang menekankan pentingnya konstitusionalisme, di mana konstitusi harus menegaskan pembatasan kekuasaan. Sebagai contoh, pembatasan masa jabatan presiden hingga maksimal 2 periode dengan setiap periode berlangsung selama lima tahun merupakan manifestasi dari prinsip tersebut.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, hal ini tidak tercermin dalam pengaturan masa jabatan anggota dewan (Dewan Perwakilan Rakyat - DPR), di mana anggota DPR dapat mencalonkan diri dan terpilih berulang kali. Hal ini disebabkan oleh ketiadaan pembatasan masa jabatan DPR sesuai Pasal 76 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang menyatakan bahwa, "masa jabatan anggota DPR adalah 5 (lima) tahun dan berakhir pada saat anggota DPR yang baru mengucapkan sumpah/janji." Namun demikian, perlunya membatasi kekuasaan eksekutif juga berpotensi terjadi di lembaga legislatif, seperti penyalahgunaan kekuasaan (abusif) dan potensi korupsi yang besar di DPR. Bahkan, DPR dapat memanfaatkan pengaruhnya untuk kepentingan pribadi atau melakukan praktik jual beli pengaruh.
ADVERTISEMENT
Data yang diperoleh dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan bahwa tingkat korupsi di lembaga legislatif cukup tinggi, bahkan menyaingi jumlah kasus korupsi di lembaga eksekutif. Meskipun kasus korupsi juga terjadi di lembaga yudikatif, namun jumlahnya relatif lebih rendah daripada di dua lembaga lainnya. Dari persoalan tersebut, perlu dipertimbangkan adanya pembatasan masa jabatan legislatif sebagai implementasi dari semangat konstitusionalisme, yang bertujuan untuk mengurangi pelanggaran kekuasaan serta mendorong regenerasi yang berkelanjutan.
Konstitusionalisme menjadi hal yang sangat penting bagi negara-negara modern. Dalam konsep ini, konstitusi dianggap sebagai hukum tertinggi yang harus dihormati oleh semua pihak dalam negara. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam studi ini adalah yuridis normatif. Secara filosofis, konstitusionalisme memiliki beberapa prinsip utama: pertama, kekuasaan harus dibatasi; kedua, penyelenggaraan kekuasaan harus didasarkan pada kesepakatan umum yang diwujudkan dalam konstitusi; dan ketiga, pelaksanaan kekuasaan selalu memerlukan pertanggungjawaban dalam kerangka konstitusi.
ADVERTISEMENT
Kekuasaan yang tidak terbatas cenderung dimanfaatkan secara tidak benar. Untuk mencegah hal ini, diciptakanlah suatu alat yang dikenal sebagai konstitusi. Di Amerika Serikat, konstitusi muncul pada tahun 1787 untuk menahan penyalahgunaan kekuasaan dengan memindahkan kedaulatan kepada rakyat. Revolusi Perancis juga mengembangkan konsep kedaulatan rakyat dalam sistem La Republique pada abad ke-17. Pemahaman tentang pemisahan kekuasaan dan penggunaan mekanisme pemeriksaan dan keseimbangan (checks and balances) di berbagai negara membantu mengurangi kekuasaan absolut pemerintah.
Berdasarkan Pasal 76 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menyatakan bahwa anggota DPR memiliki masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan berakhir saat anggota DPR yang baru dilantik.
ADVERTISEMENT
Tidak adanya batasan periode masa jabatan anggota DPR dikritisi karena dianggap tidak sebanding dengan kekuatan eksekutif yang lebih besar dibandingkan dengan legislatif, dan juga karena perbedaan sifat jabatan antara DPR dan Presiden dianggap kurang tepat. Namun, pandangan ini dianggap tidak akurat karena peran legislatif memiliki kekuatan yang besar dan berpotensi untuk disalahgunakan. Oleh karena itu, ada kebutuhan untuk membatasi periode masa jabatan anggota DPR RI sebagai langkah pencegahan terhadap penyalahgunaan kekuasaan, dinasti politik, serta untuk mendukung regenerasi politik yang lebih baik.
Tertutupnya peluang bagi generasi berikutnya untuk menduduki parlemen sangat tinggi. Ini disebabkan oleh incumbent yang memiliki modal relatif lebih besar, sehingga sulit bagi calon baru untuk bersaing secara adil. Ilmuwan politik sering berusaha untuk menemukan hubungan antara pembangunan ekonomi secara keseluruhan, status sosial perempuan secara khusus, dan tingkat keterwakilan politik perempuan. Dalam banyak kasus, keterbatasan akses perempuan terhadap sumber daya ekonomi dan pengaruh sosial dapat memperkuat disparitas dalam representasi politik mereka, yang pada gilirannya memperkuat dominasi incumbent dan menghambat perubahan struktural dalam sistem politik.
ADVERTISEMENT