Valentino 'Jebret': Offside!

Ade M Wirasenjaya
Pengajar di UMY, penggemar kopi dan Liverpool FC
Konten dari Pengguna
15 April 2021 10:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ade M Wirasenjaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Valentino Simanjuntak. Foto: Instagram/@radotvalent
zoom-in-whitePerbesar
Valentino Simanjuntak. Foto: Instagram/@radotvalent
ADVERTISEMENT
Saya penikmat bola. Jika Anda butuh lebih jelas: saya penggemar Liverpool. Saya juga penonton setia Liga Indonesia, khususnya saat ada pertandingan dari tim-tim unggulan. Tetapi semua saya lakukan lewat televisi, karena saya bukan kelas sultan !
ADVERTISEMENT
Sejak Valentino Simanjuntak "Jebret" ngetop dan jadi presenter "tetap" tayangan Liga Indonesia di Indosiar, entah kenapa saya merasa pertandingan bola "lebih heboh ketimbang permainannya sendiri". Itikad Bung Valen dan Indosiar untuk menjadikan tayangan bola kita jadi meriah tentulah pantas dihargai. Apalagi ketika kini pertandingan harus tanpa penonton di stadion, seperti melihat training session yang cuma diisi bunyi peluit wasit dan teriakan pelatih dari pinggir lapangan.
Tetapi dengan gaya Valen yang mendedahkan banyak komentar dan diksi terlalu heboh dan kadang berlebihan, yang terjadi malah mendistorsi tayangan. Keinginan untuk tampil "beda" bagi setiap presenter sih boleh-boleh saja. Tetapi tetaplah pertandingan bola akan dilihat oleh sebagian besar penikmat bola. Bayangkan saja, berkali-kali saya tak merasa impres dengan kata-kata "operan tanpa notifikasi", "tendangan LDR" , "merusak rumah tangga kesebelasan A" dan ungkapan-ungkapan out of context yang lainnya. Sekali-jali boleh lah mendramatisasi visual dengan ungkapan, tetapi jika selama 90 menit pertandingan omongan itu terus saja diproduksi tanpa henti, bukan saja brisik, tetapi juga "membuat tayangan sepakbola mirip seperti arena eksistensial presenter" yang pengen tampil beda. Anda tidak sedang membuat tayangan bagi orang-orang di ruang privat Bung. Anda sedang berada pada tugas terhormat menghubungkan sepakbola di lapangan dengan jutaan orang yang beragam.
ADVERTISEMENT
Pernah beberapa kali saya matikan audio saking distorsifnya komentator bola membawakan acara. Tetapi itu juga semacam penyiksaan bagi penggila bola karena seperti melihat kembali film bisu tahun pra-kemerdekaan. Nah, karena suara keluhan seperti saya ini juga banyak dan kayaknya pihak Indosiar tetap keukeuh memakai jasa Valentino, mbok dikasih jalan tengah saja. Tak ada gunanya Valen terus membela diri dengan logika "branding personal". Lebih baik Bung Valen bersikap profesional dan sedikit bijak saja: Anda tetap jadi komentator (suara Anda cukup bagus kok) tetapi sisi lebay-nya dikurangi. Ya sekali-kali teriakan "jebreeeet" dimainkan dengan kombinasi "meleset lima sentimeter dari atas gawang" milik Bung Kusnaeni. Itu gak apa-apa, semacam dramatisasi yang masih bisa diterima.Tetapi ketika Anda membuncahkan beragam diksi dan analogi yang super-duper hiperboliknya, Anda sudah "offside".
ADVERTISEMENT
Anggap saja tulisan ini sebuah notifikasi bagi Anda ya Bung Valen. Jika pun besok Bung Valen masih jadi presenter, saya hanya perlu mencari head set sebesar bakpao untuk mengalah menikmati pertandingan bola tanpa harus mendengarkan suara komentatornya. Barangkali saya hanya harus mengganti suara Valentino dengan suara Via Valen sepanjang pertandingan. Apa boleh buat, penonton dan penikmat bola seperti saya hanya bisa mengalah.