Konten dari Pengguna

Ronggeng Melayu, Kebudayaan Khas Suku Melayu di Pulau Sumatera

Addinansyah
Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN
2 Juli 2024 15:20 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Addinansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber : unsplash.com
zoom-in-whitePerbesar
sumber : unsplash.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ronggeng Melayu merupakan salah satu kesenian di Sumatera Utara yang bertemakan kesenian melayu dan mencakup tari, sastra dan musik dalam penampilannya. Penamaan kesenian ini juga terdiri dari beberapa istilah homogen yaitu: ronggeng, joget, joget lambak, joget dangkung, pakpung. Istilah ronggeng, joget lambak, dan joget modern adalah varian-varian dari kesenian joget.
ADVERTISEMENT
Kesenian Ronggeng Melayu memiliki ciri khas kebudayaan melayu yang sangat kental, namun berangkat dari konsep hibriditas kebudayaan maka kesenian Ronggeng Melayu juga mengadopsi beberapa kebudayaan lain yang mempengaruhi kesenian tersebut. Kesenian ini dipengaruhi oleh kebudayaan Portugis yang terlihat dari penggunaan instrumen musik seperti akordeon dan biola.
Eksistensi kesenian Ronggeng Melayu di Sumatera Utara, secara historis terpengaruh oleh kultur etnis lain yang bermukim di Sumatera Utara. Pada zaman Belanda, wilayah Sumatera Utara terdiri dari dua wilayah yaitu Sumatera Timur dan Tapanuli. Namun Sumatera Timur mencakup daerah Aceh Timur.
Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha dalam kesenian Ronggeng Melayu dibuktikan secara historis dengan adanya ukiran relief pada Candi Borobudur yang menggambarkan gerakan tari. Relief ini mendeskripsikan adanya tarian sosial yang merupakan kombinasi antara penari wanita dengan penari laki-laki. Ukiran relief di Candi Borobudur ini mendeskripsikan bentuk kesenian ronggeng pada masa sekarang.
ADVERTISEMENT
Dilihat dari ukiran relief di Candi Borobudur Ronggeng Melayu memiliki kesamaan dengan Ronggeng Jawa yaitu penarinya merupakan penari laki-laki dan wanita. Pengaruh kebudayaan Hindu-Budha ialah adanya unsur animisme dan dinamisme dalam syair-syair yang dibawakan dalam kesenian Ronggeng Melayu. Walaupun sekarang syair-syair tersebut sudah berlandaskan syariat islam namun unsur animisme dan dinamisme dapat dilihat dari majas yang digunakan contohnya ialah kalimat “pemberi angin kepada pelaut serta memberikan rezeki kepada nelayan-nelayan”.
Di Sumatera Timur tari seperti senandung Cina atau Inang Cina juga mengadopsi unsur-unsur budaya Budha ini. Dalam musik unsur Budha (Asia Tenggara) ini dapat dilihat dari penggunaan alat musik ching (simbal kecil dari Thailand. Selain alat music, pengaruh kebudayaan Budha juga terdapat pada lagu-lagu yang dibawakan dalam Ronggeng Melayu. Lagu-lagu melayu yang memiliki tangga nada pentatonik kreatif atau tangga nada anhemik pentatonik (lima nada tanpa jarak setengah laras) merupakan contoh pengaruh budaya Budha terhadap kesenian Ronggeng Melayu. Contohnya ialah lagu Senandung Cina, Inang Cina, Tudung Periuk, dan lainnya. Pengadopsian ini bertujuan untuk menghibur audiens selain etnis Melayu seperti orang-orang India dan China.
ADVERTISEMENT
Lebih jauh, kesenian Ronggeng Melayu juga mendapat pengaruh dari kebudayaan Arab. Hal ini dapat dicermati dari penggunaan alat musik dan instrumen musik. Pengaruh kebudayaan Arab sangat menonjol dalam perumbuhan music Melayu, hal ini sesuai dengan ciri khas budaya Melayu yang berdasar pada syariat Islam.
Pelaksanaan kesenian Ronggeng Melayu dilakukan dengan membentuk formasi khusus. Formasi Ronggeng Melayu terdiri dari lima orang pengiring lagu dan tiga pasangan penari sekaligus penyanyi pada pertunjukan Ronggeng Melayu. Namun seiring berkembangnya zaman, pertunjukkan ini dapat diikuti lebih dari tiga pasang penari. Ketiga pasangan saling berbalas menari dan bernyanyi diiringi oleh musik pengiring khas Melayu. Kemudian pasangan tersebut akan saling berbalas pantun yang berisi tentang kisah cinta, kehidupan, dan juga rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa.
ADVERTISEMENT
Ronggeng Melayu sempat pudar dan hampir dilupakan pada tahun 1990, akan tetapi pada tahun 2015 banyak para seniman-seniman melayu yang hendak menghidupkan kembali kesenian Ronggeng Melayu tersebut. Salah satu contoh upaya mereka ialah adanya perkumpulan Pak Pong yang terbentuk pada tahun 2017 di Medan, kemudian diikuti dengan terbentuknya komunitas-komunitas lain seperti kumpulan Pak Lang (Langkat), Ronggeng NN (Tebing TInggi), Kumpulan Pak Pong Tanjung Balai (Tanjung Balai).