Konten dari Pengguna

Cinta yang Terhalang oleh Status Sosial pada Novel di Bawah Lindungan Ka’bah

Ade Kurnia Putri Larasati
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 Desember 2021 16:46 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ade Kurnia Putri Larasati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Dokumen Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Dokumen Pribadi
ADVERTISEMENT
Karya sastra adalah hasil imajinasi, tetapi imajinasi tidak lahir dari kekosongan, melainkan memiliki akar tempatnya berpijak, asal-usul bisa dicari (Ratna, 2009: 69).
ADVERTISEMENT
Novel merupakan salah satu jenis karya sastra yang terbentuk prosa. Novel merupakan hasil hasil karya imajinasi yang membahas tentang permasalahan kehidupan seseorang atau berbagai tokoh. Nurgiyantoro, (2013: 5) mengatakan bahwa novel adalah sebuah karya fiksi yang menawarkan sebuah dunia, yang berisi model berbagai unsur intrinsik seperti plot, peristiwa, tokoh, latar, sudut pandang dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif.
Novel Di Bawah Lindungan Ka’bah menceritakan tentang pasangan muda belia di sebuah kampung di Sumatera Barat. Ada berbagai jalan bagaimana dua jiwa saling bertemu, lalu bersatu dalam cinta. Itulah jalan yang Allah gariskan untuk Hamid. Selalu ada hikmah sekalipun di jalan yang berliku dan penuh rintangan.
Hamid, yang setelah ditinggal ayahnya sejak kecil, hanya tinggal bersama ibunya, Mak Hamid. Hidup mereka serba kesusahan, hingga suatu hari datang keluarga Haji Jafar bersama istrinya, Mak Asiah, dan putrinya Zainab sebagai tetangga baru mereka. Keluarga ini sangat baik hati. Beasiswapun mereka berikan bagi Hamid yang pintar dan bercita-cita tinggi. Sebagai upah balas budi, Mak Hamid mengabdikan diri di rumah keluarga itu.
ADVERTISEMENT
Tahun-tahun kedekatan Hamid dan Zainab ternyata menumbuhkan rasa dalam hati mereka. Rasa yang tak bisa mereka hentikan tapi tak jua bisa diteruskan, karena adat istiadat. Mak Hamidlah yang justru menentang. Baginya tak layak cinta Hamid ‘mengotori’ kepercayaan Haji Jafar, baginya mereka tak pantas bersanding sejajar. Maka Zainab pun dijodohkan dengan seorang calon dari keluarga dan latar belakang yang sesuai.
Hamid kemudian pergi mengusung hatinya yang patah ke tanah suci, Mekah. Ia berusaha merekatkannya kembali di depan Ka’bah, sekaligus mewujudkan cita-cita pujaan hatinya yang ingin beribadah haji.
Di tanah air Zainab ternyata batal menikah. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Ia tutup usia dalam cinta dan penantian. ‘Kalau jodoh tak kemana’. Hamid pun berpulang di bawah lindungan Ka’bah. Bila cinta tak mampu menyatukan mereka di dunia, kuasa Allah mempertemukannya kembali di surga. Lebih indah.
ADVERTISEMENT
Novel yang hanya setebal 66 halaman ini bak magma gunung berapi yang memiliki kekuatan besar dan luar biasa. Mengapa demikian? Karena bukan hanya novelnya saja yang meledak dipasaran, bahkan Novel Di Bawah Lindungan Ka’bah ini juga berhasil difilmkan. Seorang Manoj Punjabi, sebagai produser sekaligus pimpinan MD Pictures, sampai harus menghabiskan waktu tak kurang dari 2 tahun untuk mempersiapkan penggarapan film Di Bawah Lindungan Ka’bah yang diangkat dari novel ulama besar Buya Hamka. Buya Hamka dan roman Di Bawah Lindungan Ka’bah adalah nama besar. Sewajarnya, bila kisah cinta sepasang manusia yang berujung pada cinta ilahi ini divisualisasikan dengan baik melalui filmnya.
Bagimana tidak? Kisah ceritanya terjadi di era tahun 1920-an, gambaran lokasinya di Sumatera Barat dan Mekah, pengarangnya orang besar yang kepujanggaannya tersohor di penjuru Asia. Konon, seorang tamu Jepang ayah Hamka yang bisa meramal, sangat terkesima saat melihat retak garis tangan Hamka, karena menurutnya itu hanya akan muncul sekali dalam seratus tahun.
ADVERTISEMENT
Cinta mereka mengalami banyak rintangan. Terhadang status, terbentur adat. Kita seolah diajak sang Ulama merenungkan kembali, bahwa tak ada yang berbeda di mata Tuhan. Manusia boleh berencana, Tuhan jua yang menetukan.
Cinta itu indah, tapi juga menyakitkan. Ia bisa mewarnai kelabu dan memberi cahaya dalam gelap. Namun Ia juga bisa menjadi gumpalan derita yang menyesakkan di dalam dada dan menggugurkan air mata. Apapun dia, setiap manusia pernah dijamah cinta.