Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Asep, Sang Pianis
27 Februari 2019 18:42 WIB
Diperbarui 21 Maret 2019 0:03 WIB
Tulisan dari Ade Rina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Asep,” begitu ia disapa ibunya, Aan Andini, seorang Warga Negara Indonesia (WNI) asal Jawa Barat yang telah puluhan tahun tinggal di Belgia. Sekilas, Asep, yang bernama asli Steven Kleeven, 11, terlihat seperti bocah belia biasa. Berperawakan tinggi, berkaca mata, dan berambut hitam menandakan darah Indonesianya. Namun sekejap kesan itu berubah ketika menyaksikan video youtube Steven bermain piano di 8th edition Steinway Competition, ajang kompetisi piano bergengsi 2-tahunan yang diselenggarakan produsen piano klasik Steinway pada pertegahan Februari ini. Saya sontak terpukau.
ADVERTISEMENT
Adalah ayah Steven, Wiel Kleven, pria berkebangsaan Belgia, yang pertama memperkenalkan Steven kepada piano. “Saat itu Steven berusia 7.5 tahun,” ujar Wiel dengan penulis via skype. Steven menjadi tertarik karena mengikuti jejak ayah dan kedua kakak perempuannya, yang biasa disapa Eneng (19) dan Dedek (17) oleh ibunya, yang terlebih dahulu bermain piano.
“Bermain piano sudah menjadi semacam tradisi keluarga. Kakak, ayah, dan paman saya bermain piano. Awalnya saya hanya coba-coba, menekan tuts piano, dan ternyata saya menyukainya,” ujar Steven dalam bahasa Belanda ketika ditanya mengenai awal ketertarikannya bermain piano.
Bakat dan keterampilan bermain piano Steven semakin terlihat ketika kedua orang tuanya meminta Marijke Oers, salah satu guru piano untuk anak terbaik di Belgia, memberikan les piano seminggu sekali selama dua jam di rumahnya. Menurut Wiel, adalah Marijke yang memberikan arahan mengenai komposisi lagu yang sesuai untuk usia Steven. Masih di bawah bimbingan Marijke, Steven mulai disiapkan untuk berpartisipasi dalam kompetisi piano, baik yang berskala nasional maupun internasional.
ADVERTISEMENT
Semakin bertambah usia, kecintaan Steven terhadap bermain piano juga semakin bertambah. Puncaknya ketika ia mengikuti suatu kompetisi nasional pada tahun 2014 dan menang. Semenjak itu, Steven aktif bermain dari konser ke konser dan berpartisipasi dalam berbagai macam kompetisi piano di dalam dan luar negeri.
“Hal terbaik tentang bermain piano justeru ketika berhenti bermain, kemudian mendengarkan gemuruh suara tepuk tangan yang panjang dan sayup-sayup terdengar ‘bravo’ bersahut-sahutan," ujar Steven ketika ditanya mengenai hal apa yang paling ia sukai dari bermain piano.
Steven dan Indonesia
Meski lahir dan besar di Belgia, darah Indonesia pun masih lekat di diri Steven, terutama dalam hal makanan. “Saya suka pedas,” jawab Steven lugas. Dilanjutkan Aan, “setiap hari Rabu, Steven membawa bekal mie goreng lengkap dengan sambal. Dan ia suka membaginya dengan teman-temannya di sekolah. Mereka sangat suka.” Lumpia, sate ayam, sate kambing, dan ayam goreng lengkap dengan nasi menjadi menjadi makanan Indonesia kesukaan Steven.
ADVERTISEMENT
Di sela wawancara, Aan beranjak seraya mengambil sebuah prakarya tentang Indonesia yang dibuat Steven untuk tugas sekolahnya dan menunjukkannya.
“Ini tugas sekolah, saya ingin mengenalkan Indonesia kepada teman-teman,” jelas Steven. Di lembar prakarya itu terpampang peta Indonesia hasil goresan Steven. Di bagian dalamnya terdapat fakta dan angka tentang Indonesia, termasuk jumlah penduduk, bahasa, pemerintahan, dan obyek-obyek wisata menarik di Indonesia. Lembar prakarya Steven tentang Indonesia ini membuat Aan terharu. Selain sangat bangga terhadap prestasi anaknya bermain piano, ia juga sangat tersentuh ketika Steven menunjukkan prakarya tersebut ke ibunya. “Asep masih Indonesia,” ujar Aan bangga.
Queen Elizabeth Competition dan Sepak Bola
“Di masa yang akan datang, saya ingin sekali berpartisipasi dalam Queen Elizabeth Competition,” ujar Steven menyebutkan kompetisi musik 4-tahunan yang paling bergengsi di Belgia. “Namun, itu masih jauh,” ujar Steven yang kemudian menerangkan bahwa kompetisi itu hanya boleh diikuti oleh peserta minimal berusia 17 tahun dan kompetisi berikutnya akan diadakan pada tahun 2020, di mana Steven belum berusia 17 tahun. “Sekarang saya ingin fokus dahulu pada tour musim panas ” ujar Steven ketika ditanyakan rencananya dalam waktu dekat.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari keseriusan dan prestasi bermain piano, seperti anak-anak seusianya pada umumnya, Steven sangat senang bermain bola. Setiap hari, terang ayahnya, Steven tiba di sekolah lebih awal untuk terlebih dahulu bermain sepak bola bersama teman-temannya. Begitupun sepulang sekolah, ia akan pulang lebih terlambat untuk bermain sepak bola. Setiap Sabtu Steven juga bergabung dalam klub sepak bola dan akan mengikuti camp sepak bola pada liburan musim panas tahun ini. Saking sukanya dengan sepak bola, Steven bahkan tidak dapat menjawab ketika diminta untuk memilih piano atau sepak bola. “Keduanya,” ujar Steven mantap.
Sebelum mengakhiri wawancara skype, penulis sempat menanyakan cita-cita Steven jika sudah dewasa kelak. Steven yang sangat mengidolakan pianis Chopin dengan mantap menjawab, “Dokter.” Meski demikian, Steven melanjutkan, “Saya juga ingin menjadi pianis dan pemain sepak bola,” sambal menyebutkan Lionel Messi sebagai pemain sepak bolanya idolanya.
ADVERTISEMENT