Konten dari Pengguna

Napas Islam di Negeri Rantau: Belgia dan Distrik Molenbeek

Ade Rina
a mother of two, a wife, Sesdilu 63...
8 Maret 2019 17:30 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ade Rina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Mesjid Agung Brussel
zoom-in-whitePerbesar
Mesjid Agung Brussel
ADVERTISEMENT
Jika Tokyo memiiki Masjid Camii di Shibuya--di mana pernikahan Syahreino yang membuat penasaran se-Indonesia dilaksanakan--maka Belgia yang hanya berpenduduk 12 juta jiwa dengan komunitas Muslim sekitar 600 ribu orang, juga memiliki Masjid Agung yang terletak di taman Cinquentenaire, tak jauh dari kantor Komisi Eropa di Schuman Round, Brussel. Berbeda dengan Masjid Camii yang kental dengan arsitektur dan ornamen Turki, Mesjid Agung Brussel justru lebih dekat dengan Arab Saudi. Hal ini dikarenakan masjid yang juga diperuntukan bagi research and cultural centre ini dibiayai rekonstruksinya oleh Raja Faisal bin Abdul Azis pada kunjungan kenegaraannya ke Belgia di tahun 1967.
ADVERTISEMENT
Proses rekonstruksi bangunan yang awalnya merupakan gedung pameran ini sempat terhambat akibat situasi politik di Arab Saudi kala itu, namun akhirnya diresmikan pada tahun 1978 oleh Raja Khalid bin Abdul Azis (Arab Saudi) dan Raja Baudouin (Belgia).
Meski masjid terbesar di Brussel itu mendapatkan banyak pengaruh dari Arab Saudi, namun komunitas Muslim terbesar di Belgia berasal dari Maroko, disusul dengan imigran Turki yang berimigrasi pada tahun 1960-an sebagai pekerja bangunan. Baru pada tahun 1980-an, gelombang imigran Muslim asal Algeria, Tunisia, Bosnia-Herzegovina, Pakistan, Lebanon, Iran, Suriah, dan Mesir datang ke Belgia dikarenakan situasi politik yang tidak menentu di negaranya. Menurut perkiraan, jumlah penduduk Muslim di Belgia mencapai 600 ribu orang, yang menjadikan Islam sebagai agama resmi kedua.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1974, Islam resmi menjadi salah satu subsidized religion di Belgia, yang memberikan Islam hak-hak yang sama seperti agama lain yang sudah terlebih dahulu established di Belgia, yaitu Katolik, Protestan, dan Yahudi. Realisasi dari pemberlakuan pengakuan ini adalah memperbolehkan Islam diajarkan di sekolah umum dan pemberian provisi finansial untuk infrastruktur pengembangan dan penelitian tentang Islam.
Tidak hanya itu, perhatian pemerintah setempat terhadap umat Islam pun semakin baik. Pihak kerajaan secara resmi mengakui keberadaan agama Islam dengan membuat sejumlah kebijakan, antara lain memperbolehkan Islam sebagai salah satu bidang studi yang diajarkan di sekolah, memberikan subsidi bagi tenaga pengajar agama Islam, mengizinkan pembangunan tempat peribadatan berupa masjid, musala atau Islamic Centre.
ADVERTISEMENT
Soal catatan kependudukan, pemerintah setempat juga mengizinkan foto berjilbab pada kartu identitas penduduk, paspor, dan surat resmi lainnya bagi muslimah. Selain itu, juga membenarkan pelaksanaan pemakaman jenazah secara Islam, meski belum terdapat tanah khusus untuk pemakaman Islam.
Distrik Molenbeek dan Keberagaman
Salah satu sudut Distrik Molenbeek yang kerap disebut hotbed for Jihad Eropa oleh berbagai media.
Namun isu Islamophobia di Belgia semakin meruncing sejak pemboman di stasiun kereta api bawah tanah Malbeek dan bandara Brussel, 22 Maret 2016. Sebelumnya, peristiwa seperti 9/11 dan serangkaian peristiwa lainnya yang melibatkan imigran Islam di Eropa, juga memperparah keadaan tersebut.
Hal ini juga dipicu dengan fakta bahwa tersangka pelaku notabene merupakan generasi ketiga imigran muslim asal Maroko di Belgia. Fakta ini diperparah dengan kenyataan bahwa pelaku bom Paris dan London juga memiliki keterkaitan dengan Belgia, terutama dengan distrik Molenbeek yang disebut-sebut media sebagai hotbed of jihad di Eropa.
ADVERTISEMENT
Salah Abdeslam, tersangka penyerangan Paris, meski warga negara Prancis, namun lahir dan dibesarkan di distrik Molenbeek, yang merupakan distrik termiskin kedua di Brussel dengan tingkat pengangguran tertinggi. Distrik ini juga sangat identik dengan berbagai kejahatan seperti penodongan, narkotika, perampokan hingga terorisme. Bahkan dua serangan teror terakhir di Paris, yaitu penembakan kantor majalah Charlie Hebdo dan serangan yang gagal terhadap kereta cepat Thalys, juga melibatkan warga Molenbeek.
Bagi pemerintah Belgia, peristiwa pemboman ditindaklanjuti dengan tidak mengucilkan Distrik Molenbeek, tetapi justru dijadikan suatu momentum untuk memperbaiki keadaan dan meningkatkan kesadaran warganya terhadap keberagaman.
Berbagai program pemerintah di Distrik Molenbeek mulai digagas, antara lain dengan melibatkan warga Molenbeek dalam dialog untuk mencari better ways to live together, memperbaiki fasilitas pendidikan dan kepemudaan, membuka seluas-luasnya lapangan kerja, serta membentuk program pemberdayaan pemuda, seperti klub olahraga dan talent show.
ADVERTISEMENT
Hal ini cukup mendapatkan apresiasi positif tidak hanya dari warga Molenbeek, tetapi juga penduduk Brussel dan warga Belgia. Distrik yang tadinya terisolir dan identik dengan kejahatan mulai membuka diri terhadap keberagaman. Hal ini tidak lepas dari dukungan program pemberdayaan yang digagas pemerintah dan masyarakat setempat.
Upaya membuka diri terhadap keberagaman di Distrik Molenbeek juga diamini pemuka agama setempat. Semenjak tahun 2016, tahun pemboman terjadi di Brussel, The Church of St. John-Baptist of Molenbeek secara rutin menyelenggarakan buka puasa bersama dengan mengundang berbagai kalangan dari agama dan kepercayaan yang berbeda di town square jika cuaca bersahabat dan di gereja, jika cuaca buruk.
Tak kurang dari 600 orang dari berbagai kalangan turut hadir dalam acara ini. Selain diisi dengan buka puasa bersama, acara ini juga mengangkat tema yang berbeda. Pada tahun 2016, acara buka puasa bertemakan La Jihad de l'Amour (Jihad of Love) menghadirkan keluarga korban ledakan Brussel, termasuk Pendeta Gereja St. John Baptiste, yang juga merupakan suami dari Loubna Lafquir, salah satu korban yang tewas dalam ledakan.
Suasana buka puasa bersama dengan mengambil tema Jihad of Love di Gereja St. Baptiste Distrik Molenbeek, 17 Juni 2016.
Tidak hanya berhenti di keberagaman, Distrik Molenbeek pun mulai berbenah dengan menjadikan kawasan itu sebagai tujuan wisata baru di Brussel. Seperti dilansir surat kabar lokal De Morgen, dalam artikel berjudul Molenbeek is more popular than ever (10/2018), banyak turis yang mendatangi Molenbeek karena ingin mengetahui lebih dalam tentang Distrik di mana tersangka teroris seperti Salah Abdeslam dibesarkan. Guided Tourists di Distrik tersebut mulai berkembang pesat dan bahkan fully booked setiap hari Sabtu.
ADVERTISEMENT
Hal ini tentunya juga membawa dampak ekonomi yang semakin membaik bagi Molenbeek. Diharapkan dengan berkembangnya Distrik tersebut ke arah yang lebih positif, maka hal ini juga dapat membawa pengaruh bagi wajah Islam yang lebih ramah di Brussel, Belgia, dan Eropa.