Konten dari Pengguna

Lawang Sewu: Menguak Peninggalan Bersejarah Kolonial Belanda

Adel Andila Putri
Mahasiswa S1 Program studi Jurnalistik, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran
22 April 2022 10:59 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Adel Andila Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Suasana Bangunan Lawang Sewu pada malam hari. Sumber: Dokumentasi Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Bangunan Lawang Sewu pada malam hari. Sumber: Dokumentasi Pribadi
ADVERTISEMENT
Salah satu destinasi wisata yang berada di jantung kota yang terkenal dengan lumpia-nya, Kota Semarang. Bangunan yang sudah ada sejak tahun 1904 ini menjadi peninggalan bersejarah milik PT Kereta Api Indonesia (KAI).
ADVERTISEMENT
**
Bangunan yang dahulu digunakan sebagai Kantor Perusahaan Kereta Api Swasta atau dikenal dengan nama Nederlandsch Indische Spoorweg Naatschappij (NIS) pada zaman Belanda ini sempat tak terawat. Namun, kini Lawang Sewu telah mengalami revitalisasi dan menjadi salah satu magnet wisata di Kota Semarang. Bahkan di tahun 2010, Lawang sewu ditetapkan sebagai cagar budaya. Bangunan bersejarah ini di desain dengan sangat megah dan memiliki berbagai keunikan pada arsitektur khas kolonial.
Melihat Keunikan Arsitektur
Bangunan yang dirancang oleh Profesor Jakob F Klinkhamer dan BJ Ouendag, arsitek asal Amsterdam, Belanda ini memiliki berbagai macam keunikan pada arsitekturnya. Seperti namanya, Lawang Sewu, dalam bahasa jawa “Lawang” artinya pintu dan “Sewu” artinya seribu. Akan tetapi, arti namanya tidak seperti pada bangunan aslinya yang memiliki seribu pintu, sebab jumlah pintu yang ada di Lawang Sewu hanya ada 928 daun pintu. Uniknya, setiap pintu penghubung antar ruangan itu berada di titik yang sama dengan bentuk, warna, dan ukuran pintu yang sama pula. Ornamen kaca patri juga menjadi keunikan tersendiri pada bangunan Lawang Sewu. Karena selain menjadi salah satu sirkulasi udara yang baik, didalamnya juga mengandung cerita bersejarah seperti kemakmuran dan keindahan Jawa, kekuasaan Belanda atas Semarang dan Batavia, dan kejayaan kereta api.
Keunikan pintu antar ruangan yang saling terhubung. sumber Foto: Maria Gracella
Gaya arsitektur yang digunakan sangat memperhatikan unsur lokal budaya Jawa, seperti penempatan “Kala” yang dipercaya dapat menolak atau menangkal roh jahat. Selain itu, terdapat lambang “Swastika” pada pilar-pilar bangunan. Swastika adalah simbol yang paling disucikan dalam agama Hindu yang memiliki arti kebaikan.
ADVERTISEMENT
Kisah Mistis Ruang Bawah Tanah
Ruangan bawah tanah menjadi penjara paling kelam bagi orang Netherland ketika Indonesia jatuh ke tangan Jepang. Bangunan tua ini sempat kosong selama bertahun-tahun sehingga menjadi tidak terurus dan terlihat menyeramkan. Tak heran, jika akhirnya banyak beredar kisah mistis yang menghantui Lawang Sewu. Salah satunya, uji nyali yang pernah dilakukan pada sebuah acara TV di tahun 2013 yang menyebabkan salah satu peserta meninggal selang beberapa hari setelah acara berlangsung. Beragam kisah mistis yang pernah menghantui gedung peninggalan negara Kincir Angin ini menjadikan Lawang Sewu dinobatkan sebagai bangunan paling menyeramkan di Benua Asia.
Fasilitas yang Semakin Memadai Pengunjung
Keberadaan lahan parkir yang terbatas sempat menjadi permasalahan wisatawan. Dahulu, para pengunjung sampai harus parkir di bibir sungai atau tepi jalan yang tentu akan mengganggu kenyamanan umum. Mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah Kota Semarang memberikan alternatif lahan untuk parkir, tepatnya di samping Lawang Sewu. Tempat parkir ini berada di Jalan Pemuda tepat sebelum menuju Lawang Sewu, yakni jalan menuju ke arah PO hotel. Lahannya pun terbilang sangat luas, bahkan kendaraan besar seperti bus bisa parkir disini. Tarif parkir yang dikenakan pun sesuai dengan jenis kendaraannya dan tidak berlaku kelipatan.
ADVERTISEMENT
Pemerintah Kota Semarang juga menyediakan fasilitas transportasi shuttle bus yang tidak dipungut biaya bagi pengunjung yang parkir di Shelter Pekunden dan Pasar Bulu.
Keluhan wisatawan mengenai tempat makan juga sempat menjadi perbincangan. Pemerintah menetapkan larangan pedagang kaki lima untuk berjualan di sekitar Lawang Sewu dan kemudian dibangun beberapa pusat jajanan yang tepatnya berada area Museum Mandala Bhakti, lokasinya berseberangan dengan Lawang Sewu.
Keindahan Lawang Sewu bukan sekadar gaya arsitekturnya, namun menghargai nilai sejarah yang ada. Bangunan megah yang sangat banyak mengandung sejarah ini sudah seharusnya dijaga supaya nilainya tidak memudar begitu saja. Bukan hanya tempat wisata, namun juga menjadi saksi bisu peninggalan sejarah.